8. Satu kata berarti

718 98 43
                                    

Aera duduk diam sementara seorang perawat sedang menutup luka yang diakibatkan oleh jarum infus dan juga mengganti perban di pergelangan tangannya.

Di sebelahnya, ada gadis yang tadi masuk sembarangan ke ruangannya lalu pingsan begitu saja yang katanya gadis itu trauma melihat darah.

"Maaf adikku merepotkanmu." Aera mendongak, melihat seorang laki-laki yang kini sedang menatapnya. Aera hanya menggeleng dan berucap pelan, "tak apa. Itu tak merepotkan sama sekali kok."

"Tapi karena adikku kamu jadi luka gitu."

Aera tersenyum tipis. "Ini gak papa kok. Tenang aja. Adik kamu gimana?"

"Hanya demam biasa. Dia memang rentan kena penyakit. Jadi kalo terkena hujan atau panas terlalu lama, ya begitulah. Dia juga susah kalo mau dibawa ke dokter. Kamu liat sendiri kan tadi dia malah kabur ke ruangan kamu."

Aera menatap laki-laki itu. Tatapannya penuh perhatian dan kasih sayang pada adiknya. Dalam hati, Aera merasa begitu iri. Ia juga ingin diperhatikan seperti itu oleh seseorang.

Setelah beres, Aera pamit pada laki-laki itu. Perawat sempat beranjak untuk mengantarnya. Tapi Aera menolak, ia bisa berjalan sendiri. Yang terluka juga tangannya. Tak berpengaruh apapun pada jalannya.

Aera berjalan dengan tiang infus disebelahnya. Berjalan-jalan di lorong rumah sakit ternyata terasa lebih menyenangkan dari pada diam di kamar rawatnya. Ia merasa sedikit lebih bebas dengan berjalan-jalan kesana-kemari.

Hingga beberapa menit sudah terlewat, Aera sampai di halaman belakang rumah sakit. Ia membawa tubuhnya menduduki kursi panjang yang menghadap pada taman belakang yang terlihat asri dengan perawat dan pasiennya yang sedang berkeliling menikmati hari.

Aera menatap sekitar, menatap lama pada beberapa objek yang terasa menarik untuknya. Tiba-tiba, seorang anak kecil berlarian dan jatuh tak jauh dari tempat duduk Aera. Sebelum Aera bangkit, ada anak laki-laki seumuran dengan anak yang jatuh itu sudah menolongnya lebih dulu. "Kia, udah dibilangin jangan lari-lari. Jatuh kan sekarang!" Anak laki-laki itu mengomel pada anak perempuan yang jatuh dan kini sedang cemberut karena dimarahi.

"Kia kan gak tahu bakalan jatuh, Kai."

Seorang wanita 30 tahunan ikut datang kearah dua anak itu. Dengan senyum lembut khas seorang ibu yang membuat Aera merindukan Bunda nya yang bahkan sekarang tak tahu ada di negara mana.

"Kai, Kia, sudah jangan bertengar. Gak baik loh."

"Tapi Kai duluan Bun yang marahin, Kia."

"Salah Kia juga, Bun yang lari-larian ampe jatoh. Kan Kai gak mau Kia luka. Ayah bilang kan Kai harus jagain Kia."

Aera terus saja memperhatikan keluarga kecil itu. Ia ingat ayahnya yang sangat suka memperhatikannya dulu. Selalu memberikan apa yang ia mau jika ayahnya mampu. Aera rindu dengan kehidupannya yang dulu. Walaupun tanpa banyak harta, tapi kebahagiaannya tak terbatas. Sebelum semua itu terenggut begitu saja dari hidupnya. Hidup si gadis kecil yang kini begitu malang nasibnya.

"Jangan melamun di rumah sakit, nanti kerasukan loh."

Aera tersentak kaget dan menoleh ke samping kanannya. Kyungsoo tertawa pelan melihat kekagetan Aera yang menurutnya lucu itu. "Dokter jahil banget sih. Kalo saya Ayi jantungan gimana?"

"Kamu gak punya riwayat penyakit janting jadi kamu gak bakalan jantungan."

Dengan kesal, Aera mengalihkan pandangannya ke depan. Ia tak mau meladeni omongan Dokter di sebelahnya ini.

"Ey, kamu ngambek nih ceritanya?" Aera diam saja. "Ehhh, beneran ya. Jangan kamu yang ngambek dong, harusnya yang ngambek itu saya."

Aera mengeryit bingung dengan ucapan Kyungsoo dan menoleh dengan tatapan bertanya.

"Kamu ngilang gitu aja dari ruang rawat  terus infus juga malah ada di bawah dan ada tetesan darah di lantai. Kamu sukses buat saya panik."

Aera yang mendengar itu langsung tertunduk merasa bersalah. "Maaf, Dok. Ayi gak bermaksud."

Kyungsoo mengerjap melihat Aera yang kini tertunduk. Ia juga merasa bersalah karena kata-kata terakhirnya.

"Sudah, gak papa. Saya cuma khawatir kamu kenapa-napa jadi saya panik." Kyungsoo melembutkan suaranya pada Aera yang kini mengangguk perlahan sambil mrngucapkan kembali kata maaf.

Dan entah kenapa, kata itu; 'Khawatir' satu kata yang entah kenapa membuat sesuatu yang berada dalam diri Aera menghangat begitu saja.

Bagi orang seperti Aera, kekhawatiran dari seseorang akan sangat berarti baginya. Kepedulian dan kasih sayang yang walaupun hanya seujung kuku sangat lah berharga.

***

Yang kangen ayo merapat hihi

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang