6. Ditemani sepi

656 95 24
                                    


Sebelumnya, aku mau minta maaf karena udah lama banget gak update. Pengen banget tapi apalah daya otak ini tersumbat, beberapa bulan ini gak bisa banget berimajinasi. Si dede gak mau diajak kerja sama 😭😭😭

Jadi, happy reading. Maaf kalo sempet di unpub.

***

Jam di dinding menunjuk pada angka sembilan lebih dua puluh tiga menit saat Taeil sampai di rumah. Ia melangkah masuk dengan pakaian yang sudah tak rapi seperti awal ia akan berangkat pagi tadi.

Taeil melihat adik-adiknya sedang berada di ruang tengah dengan kesibukannya masing-masing. Taeil melempar tas kerjanya ke sofa di sebelah Haechan yang membuat anak itu mendongak menatap padanya. "Papa tadi nelpon lagi." Kata itu membuat yang lain menatap padanya.

"Terus?" Pertanyaan itu keluar dari bibir Jhonny dengan sangat mudah.

"Papa nanyain, Dia."

"Terus lo bilang apa?"

"Gue bilang dia di RS."

"Lo ngapain bilang ke Papa, Bang?" Jaehyun bersuara.

"Ya lo pikir aja, Papa tiba-tiba vidio call gue saat gue mau balik dari RS tadi. Ya gue gak bisa ngelak lah."

"Terus, lo bilang si Aera masuk RS gara-gara..."

"Ya enggak lah, gila aja gue kalo bilang. Bisa langsung balik Papa kalo denger kayak gitu."

"Jadi lo bilang apa, Bang?"

"Gue bilang aja, dia kena DBD."

Semua menghela napas. Kata DBD gak akan buat Papa mereka balik gitu aja.

"Tapi, Bang... Papa gak nanyain lo pas tadi mau balik?" Haechan tiba-tiba bertanya.

"Nanyain sih, tapi gue bilang aja mau cari makan ke depan terus ada si Jae yang jagain."

"Haha, bisa aja lo Bang ngelesnya."

Mereka tertawa begitu saja, tapi tidak dengan satu orang. Entahlah, ia tak membuka suara sejak awal. Pikirannya terbang kembali pada kemarin malam. Disaat ia bertemu seorang temannya.



***



Ruangan putih itu terasa dingin. Aera hanya diam melamun. Tak ada kantuk yang menyerangnya malam ini. Sepi, benar-benar sepi tanpa suara apapun yang ada di dalam ruangan itu. Sudah tiga jam lamanya ia hanya diam melamun dengan pandangan hanya menatap pada langit-langit ruangan.

Pintu ruangan tiba-tiba diketuk oleh seseorang dan ia muncul lagi. Seorang Dokter yang tersenyum menatap Aera. Aera diam tak bergerak, hanya menatapnya lurus mengikuti langkahnya yang semakin mendekat.

"Apa Kakak kamu pulang?"

Aera menatap sofa yang tak jauh dari tempatnya dan itu seakan menjadi jawaban bagi Kyungsoo. Ia memang tahu pasti jika kakak dari gadis ini pastilah langsung pergi begitu saja seperti apa yang ia lakukan dulu.

"Jangan dipikirkan, aku disini sekarang." Aera kembali mengembalikan atensinya pada Kyungsoo dan mengangguk serta bergumam, "terima kasih." Kyungsoo tersenyum menanggapi nya.

"Aera..."

Aera yang kembali melamun itu menatap Kyungsoo dengan pandangan bertanya.
"Kamu tahu, hidup itu sangat berharga." Aera hanya diam tak ingin mengeluarkan suara. Mulutnya bungkam dan Kyungsoo melanjutkan ucapannya, "dalam hidupku juga dulu ada seseorang yang berbicara seperti mu. Tapi ia bertahan dan akhirnya mengorbankan dirinya untuk kami."

"Ia gadis yang kuat... Bahkan sangup menyembunyikan semua sendiri dan bangkit dengan tangannya sendiri. Dan kamu, ngingetin aku sama dia."

Hening.

Kyungsoo terdiam dalam bayangan yang pergi pada masa lalu. Sedangkan Aera terdiam menatap Kyungsoo yang entah sadar atau tidak telah meneteskan air matanya. Tangan Aera bergerak begitu saja menghapus air mata itu dari pipi sang Dokter.

Kyungsoo tersentak begitu meraskan telapak tangan yang menyentuh pipinya.

"Kakak inget dia ya?"

"Ya, dia yang akhirnya menyatukan keluarga yang terpecah belah ini."

"Dia sangat beruntung ya, masih ada yang memikirkan nya sampai saat ini."

Kyungsoo mengusap tangan Aera yang kini sudah dalam genggamannya. "Kamu ngingetin Kakak sama dia, Aera."

Hening kembali datang. Tak ada suara yang keluar dari mereka berdua.

Kyungsoo menaruh tangan Aera dan menepuknya lembut sembari bangun dari duduknya. "Jangan lukain tangan ini dan melakukan hal itu. Hidup masih panjang Aera. Kakak keluar dulu, kamu harus istirahat."

Aera hanya diam menatap Kyungsoo yang mulai berjalan pergi dan akhirnya hilang tertelan pintu. Ia mengangkat tangannya yang terbalut perban dimana sayatan yang ia buat itu ada.

"Aku gak tahu hidupku akan indah atau enggak Kak, jika aku terus bertahan disini. Apa bakalan ada yang nginget aku kayak orang itu yang beruntung selalu Kakak ingat."

***






Feel nya gak dapet ya? Garing ya? Huhuhu, lama gak nulis jadi begini😭

29 okt 2019

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang