4. Seorang teman

789 113 25
                                    

Tulisan diwaktu mepet... Hihi

Maaf diki, happy reading.

***

Pagi telah datang, sinar jingga dari ufuk timur terlihat indah dipandang mata.
Keindahan alam yang bisa membuat hati kita merasa damai dan hangat. Tapi suasana ruangan yang di tempati Aera tidak ada kehangatan sedikitpun.

Aera masih berbaring di bangkar dengan mata yang terbuka lebar melihat ke arah jendela. Derit pintu yang terbuka mengalihkan atensinya, ia melihat seseorang dengan kemeja birunya memasuki ruangan. Aera mengingat siapa dia.

"Bagaimana, merasa lebih baik?" Aera tak menjawab, ia bingung dengan kata 'merasa lebih baik' yang diucapkan oleh orang itu. Orang yang bahkan namanya belum ia ketahui.

"Kamu masih pusing?" Aera mengangguk kali ini. Orang itu mengangkat tangannya perlahan diikuti oleh sepasang mata Aera yang tak lepas memperhatikannya. Aera agak tersentak kaget saat tangan itu mendarat pada puncak kepalanya. Mengusapnya dengan lembut.

Kenapa... Terasa nyaman?

"Saya akan pulang karena shift saya sudah selesai." Aera yang tadi perlahan menutup matanya, kini kembali melebarkannya membuat orang itu terkekeh dan melanjutkan ucapannya, "nanti sore saya kembali lagi. Jangan khawatir."

"D-dok..."

"Iya?"

Aera menggeleng, ia ingin mengucapkan sesuatu tapi ia ragu.

"Sebentar lagi dokter Min akan datang. Jangan takut padanya ya, walaupun mukanya datar dan seram, tapi dia baik dan lembut kok. Saya pulang ya. Sampai ketemu lagi nanti."

Orang yang sebenarnya seorang dokter itu menjauhkan tangannya dan mulai melangkah pergi. Tapi terhenti saat sebuah kalimat terucap dari bibir Aera.

"Jangan ucap kata itu... Aku tak suka." Dokter itu berbalik dan mendengarkan kembali apa yang Aera ucapkan. "Aku sudah ditinggalkan dengan janji bertemu lagi nanti. Tapi tak ada yang menepatinya."

Aera menatap mata itu tepat, matanya terlihat sendu. Dan orang itu melihatnya dengan jelas. Banyak rasa pahit di dalamnya.

"Baiklah, saya tak akan berucap seperti itu lagi. Jadi, Aera... Cepat sembuh, agar saya bisa membawamu dan mempertemukanmu dengan yang lain."

"Siapa?"

"Seseorang yang akan menjadi temanmu."

Aera terdiam. "Teman?"

"Ya, seorang teman."

"Aku tak punya teman."

"Ya, dan kamu akan memiliki teman setelah ini. Kamu juga sudah mendapatkannya satu."

Aera mengeryit bingung dan orang itu tersenyum melihat kebingungan yang terlihat jelas dari Aera. "Saya. Saya temanmu sekarang."

"Temanku?" Ia mengangguk. "Aku mau memiliki teman. Tapi... Aku tak tahu nama Dokter..."

"Kyungsoo. Panggil Kyung, Kak Kyung."

"K-kak... Kak Kyung?"

Orang itu mengangguk. "Ya, Kak Kyung. Sekarang istirahatlah. Ingat, jangan takut pada dokter Min nanti ya." Kyungsoo, orang itu Kyungsoo. Ia berjalan menjauh, meraih handel pintu, keluar lalu melambaikan tangan disertai oleh senyumannya.

"Kyungsoo... Kak Kyungsoo. Temanku."

Aera terus berucap seperti itu sambil memperhatikan pintu yang kini telah tertutup rapat.

Perlahan senyum mulai muncul, tapi bukan senyum bahagia, melainkan senyum pedih. Pedih karena ia tak pernah memiliki seorang teman.



***

Eaaa, telah terbongkar.

Uhhh, kyungsoo. Aku kangen dia.

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang