20. Back to School

155 34 9
                                    

Aera pagi ini sudah ada di dapur, membantu Bunda juga bibi untuk menyiapkan sarapan. Sesekali Aera bertanya dan menyarankan Bunda nya untuk duduk saja, Aera tak tega melihat Bunda yang pucat ikut berada di dapur.

"Bunda udah ya, ini biar Ayi sama Bibi yang beresin, udah hampir beres kok."

Melihat Aera yang sedari tadi membujuknya, akhirnya ia menurut. Duduk di kursi meja makan sambil melihat anaknya yang seperti sudah lihai di dapur. Perasaan itu kembali datang, rasa bersalah karena sudah meninggalkan anak gadisnya berbulan-bulan tanpa kabar. Tapi itu ia lakukan agar rindunya tak semakin naik, ia tahu jika ia menelpon Aera, pasti ia ingin pulang saat itu juga.

Rasa sesal dan bersalah itu kini semakin menumpuk, apalagi saat ia melihat bahwa anaknya tak terasa sudah sebesar ini. Pertanyaan-pertanyaan tentang apa, kenapa dan mengapa selalu ia tanyakan pada dirinya kini saat ia sudah sakit parah.

Apa yang ia lakukan dulu?

Kenapa jadi seperti ini?

Mengapa kau meninggalkan anakmu demi hal duniawi?

Semua pertanyaan itu memenuhi hatinya.

"Bun... Bunda kenapa? Kok nangis, ada yang sakit?" Dengan panik Aera menatap Bundanya yang kini berlinangan air mata.

"Gak, bunda gak papa kok. Bunda cuma kelilipan tadi." Aera hanya mengangguk, ia tak akan percaya akan hal itu. Tapi ia tak akan memaksa bundanya jika tak ingin bicara.

"Sini Ayi tiupin kalo gitu."

"Gak usah, udah gak papa kok sekarang. Ayi panggil yang lain gih, biar sarapan bareng. Sekalian kamu cepet ganti baju. Udah siang ini, nanti kesiangan masuk sekolahnya."

Aera terdiam sejenak, namun segera mengangguk dan melangkah pergi. Ia tak ingin jika Bunda dan Papa tahu bahwa ia sudah tak sekolah selama berbulan-bulan.

Tak disangka-sangka ternyata seseorang mendengar percakapan Aera dan Bundanya. Aera kaget saat hampir menabrak tubuh orang itu—Taeil— yang ternyata sedang diam diantara ruang makan dan ruang santai dengan pakaian yang sudah rapi.

"Lo harus berterimakasih ke gue karena udah buat surat sakit sampe lo cuti berbulan-bulan." Lalu melenggang begitu saja setelah membisikan hal itu pada Aera. Aera masih terdiam mencerna perkataan Kakak tertuanya itu lalu menghela napas lega.

***

"Pak berhenti!" Mobil berhenti sesuai perintah. Haechan yang memerintah kini menatap Aera malas, "turun lo!"

Aera yang sudah sangat mengerti dengan hal ini segera turun dan mencari kendaraan umum saat mobil yang membawanya tadi sudah menancap gas meninggalkannya.

Aera memasuki bus yang sudah penuh sesak dengan pelajar dan pekerja kantoran yang juga sama-sama baru berangkat. Ia tak bisa duduk karena penuhnya bus dan hanya berpegangan pada tiang dekat pintu masuk yg kini sudah tertutup.

Aera berdiri di sana dengan keadaan tak nyaman, seseorang terasa memegang-megang pinggangnya dan mulai naik ke atas, ia ingin teriak dan berbalik tapi ia terkejut saat seseorang tiba-tiba menyelip diantara dirinya dengan orang yang sudah kurang ajar padanya itu.

"Diam..." suara rendah itu membuat Aera yang ingin berucap kini jadi terdiam. Tubuh Aera dibalikan lagi agar menghadap tiang dan pintu masuk. Dan beberapa menit kemudian, Bus sampai di halte dekat sekolah. Aera segera turun diikuti orang-orang yang juga satu tujuan dengannya. Aera berjalan cepat dan saat sudah masuk ke area sekolah, ia mengedarkan pandangannya ke sekitar untuk melihat lagi orang itu.

Aera mendapatinya tengah berjalan ke arah lapangan outdoor, beberapa orang berkumpul disana. Aera masih diam memperhatikannya dan tertegun sebentar. "Haechan... Jadi itu temennya Haechan?" 

***

Masih ada yang menunggu cerita ini? Hehe, maaf lama.
Kalian pasti bosen sama alasanku yg emang sering banget ilang mood nulis. Mian. Tapi, selain itu juga aku sekarang lagi menyesuaikan mata sama kacamataku. Ia, aku minus. Udah lama bgt tapi baru beli kacamata sekarang.

Bye-bye di chapter selanjutnya.
Berdoa saja mood ku naik terus buat nulis dan waktunya juga pas. Ok. 😘

HOUSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang