Layaknya kapal yang sedang diterpa badai di tengah lautan, kehilangan arah. Dan tak tau harus melawan ombak dan badai agar selamat, atau membiarkan tak melawan arus dan menanti keajaiban datang.
Kepala ku terasa begitu sakit, yang kuingat terakhir kali aku sedang menanti Ranti. Teman semasa kuliah ku dulu, rasanya sudah tak kuat lagi aku menahannya. Dan kini kudapati tubuhku terasa lemas di atas ranjang rumah sakit, tak ada siapa-siapa. Aku sendirian di ruangan ini, entah siapa yang telah membawaku kesini. Aku mencoba menurunkan kaki ku dari atas ranjang, berjalan keluar pintu kamar.
"Maaf bu, apa ibu butuh sesuatu. Mari saya bantu kembali ke ranjang." Ucap salah seorang perawat yang tiba-tiba saja lewat depan kamarku.
"Maaf sus, apa suster lihat seseorang yang mengantar saya kesini. Atau yang menjaga saya disini mungkin tadi barusan tapi dia keluar, saya hanya kebingungan mencari seseorang karna saat saya bangun. Saya sudah sendirian disini."
"Ibu Hanun kan ya, suami ibu yang membawa ibu kesini."
Ternyata benar dia, mas Hasbi. Setelah sempat diam seribu bahasa, dan meminta izin melalui pesan WhatsApp untuk menemui Ratih. Mungkinkah dia mengikutiku karna aku pergi dalam keadaan kesal padanya.
"Oh suami saya ya sus, terimakasih kalo begitu sus. Saya hanya mau tau itu saja, tidak butuh yang lainnya."
"Kalo begitu saya permisi keluar dulu ya bu."
"Oh iya sus, terimakasih sekali lagi."
Semarah itu aku pada Hasbi, hingga meminta izin secara langsung pun rasanya aku tak bersedia. Bagaimana bisa Hasbi menomor duakan aku, aku merasa Hasbi sudah mulai tidak adil.
"Hanun, kamu udah sadar rupanya. Alhamdulillah, kenapa kamu ga minta izin langsung ke mas kalo mau bertemu Ratih. Kan mas bisa anterin." Ucap Hasbi sesaat setelah masuk dan menutup pintu kamar.
"Anterin. Anterin ya mas, jangankan nganterin. Aku minta kamu buat nemenin aku di acara reuni aja kamu ga mau, selama ini aku berusaha untuk biasa aja, padahal Kamu tahu. Istri kedua selalu di cap negatif. Temen-temenku semakin mempertanyakan gimana statusku dengan suamiku sebenernya setelah aku Dateng sendirian kemarin."
"Hanun.. mas minta maaf, mas udah sempet jelasin kan masalah ini. Mas fikir acara itu bukanlah acara yang terlalu penting, mas bisa aja nemenin kamu. Tapi qadarullah umi lagi ga enak badan, mas harus jagain Umar. Dan membantu sedikit pekerjaan rumah."
Entahlah, dadaku rasanya panas. Belum lagi pertanyaan teman-teman lamaku mengenai suamiku dan asumsi mereka masih melekat di ingatanku, tiba-tiba saja aku merasa menyesal menjadi istri kedua. Harusnya aku lah yang menjadi istri pertama, istri satu satunya mas Hasbi. Tak akan ada kasih sayang yang dibagi seperti ini, aku tak membalas lagi perkataannya. Hanya diam dan mencoba mengambil ponselku, mengalihkan pandangan dan perhatianku darinya.
"Hanun, kata dokter penyakit tipes kamu kambuh. Ini pasti karna pola makan kamu, nanti setelah pulang dari rumah sakit. Kamu tinggal di rumah umi saja ya biar aku lebih mudah memperhatikan dan mengurusmu." Lanjut mas Hasbi.
"Nggak usah, aku baik-baik aja kok .aku bisa mengurus semuanya sendiri, setelah pulang dari sini aku pasti gampang pulihnya." Jawabku ketus.
"Kamu marah, sebegitu marahnya dengan mas ya. Sampe kamu ga mau mas perhatiin." Ucapnya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.
"Jangan campur orang sakit dengan orang sehat. Kalian kan sehat, ngapain dicampur di tempat yang sama." Balasku yang kembali ketus.
Mas hasbi terdiam menatap mataku tak mau lepas. seperti nya dia merasakan jika aku sungguh benar-benar sedang marah dengannya.
"Aku mau sendiri, biar nanti kutelpon umi buat ngejagain aku. Kamu ga usah khawatirin aku." Lanjutku.
"Yaudah kalo memang itu mau kamu, sepertinya suasana hati kamu saat ini memang sedang ga baik. Mas pulang dulu, kalo ada apa-apa segera hubungi mas." jawab mas Hasbi
Mas Hasbi pergi begitu saja sebelum aku sempat membalas perkataannya.
Sifat keras kepala ku kembali muncul, aku merasa tak memerlukan nya. Aku bisa pulang sendiri dan mengurus diriku sendiri, aku tak ingin ia merasa menjadi pria yang paling aku butuhkan saat ini. Segera kuambil ponselku dan memesan taksi online, dengan tujuan hotel grand indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanun
SpiritualHanun, seorang mahasiswi yang juga anak dari seorang dokter yang telah mendidiknya dengan nilai-nilai Islami sejak kecil. Kehidupan Hanun dipenuhi dengan apapun yang diinginkan orang-orang selama ini. Hanya saja kehidupannya mulai berubah ketika sos...