#12 : Membersamai Hati

135 4 0
                                    

أغلق النا فذة التي تؤذيك، مهما كان المنظر جميلا

"Tutuplah jendela yang mengganggumu, walaupun pemandangannya terlihat indah."

𝑷𝒆𝒓𝒊𝒉𝒂𝒍 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒌𝒂𝒖 𝒑𝒊𝒋𝒂𝒌𝒌𝒊 𝒔𝒂𝒂𝒕 𝒊𝒏𝒊

Menatap kaku pada dunia yang tak memberikanmu apa-apa kecuali belenggu.
Seperti terbangun dari mimpi yang sama setiap harinya.
Jika tak ada yang "membangunkanmu" habislah nanti kau dimakan api yang berbahan bakar manusia itu.
Kau bertanya, perihal tempat apa yang ku pijakki ini?

Inikah tempat yang penuh dengan senda gurau dan kesenangan yang menipu itu?

Inikah tempat yang membuat orang-orang sebelum kami "berpikir" dan selalu menaruh waspada serta tak pernah membiarkan diri nya tenang?

Ya, ini lah tempat itu. Dunia yang menyimpan kecintaan yang menyesakkan itu.


Aku tak ingin terjebak, bahkan jatuh di tempat yang sama. Mungkin beginilah cara Nya menuntun ku kembali, membenahi diri. Menguatkan iman, menyabarkan penantian dan memperluas rasa syukur. Sudah terlalu jauh aku dari itu semua, sebab masa itu Yang ada di pikiranku hanya dia. Setiap hari, setiap jam, setiap menit dan setiap detik. Aku justru melupakan yang tak boleh kulupakan. Dengan senyum yang kembali kubiarkan mengembang, dengan semangat yang coba kutanam kembali. Aku berjalan maju, melangkahkan diri keluar. Dengan gamis dan kerudung yang senada, hari ini aku pergi menemani umi ke acara pernikahan anak teman nya. Kali ini Abah tak bisa menemani umi, karna sedang ada jadwal praktik.

 Kali ini Abah tak bisa menemani umi, karna sedang ada jadwal praktik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tak ada yang kulebihkan, tanpa riasan wajah yang mencolok. Hanya saja warna gamis dengan brokat yang kupakai kali ini sedikit lebih terang.
Di sepanjang perjalanan umi terus mengajakku berbicara, umi terlihat begitu senang ketika kemarin aku pulang ke rumah. Dan besok semua kakak-kakak ku juga akan pulang ke rumah, kebahagiaan umi akan terasa lebih sempurna. Aku bahagia, ketika melihat Abah dan umi sehat. Aku bahagia, ketika merasakan kehangatan diantara keluarga yang begitu menyayangiku. kebahagiaan yang selama ini sering terlupakan, Aku terlalu sibuk dengan hatiku, dengan kesedihan ku selama ini. Padahal keluarga adalah harta yang paling berharga. Dan lagi, Allah buat diriku ini membuka mata, agar bertambah kecintaan dan rasa syukur ku terhadap Nya.
Hanya duduk sebentar, lalu makan dan berpamitan dengan anak teman umi. Kami langsung pergi ke supermarket untuk membeli bahan masakan yang akan digunakan besok, sudah lama anak-anak nya ini tidak makan masakan umi nya. Begitu ucap umi, hitung hitung aku juga bisa belajar memasak dan memilih bahan masakan dari umi kali ini.

"Hanun mau umi masakin apa sayang?" Tanya umi.

"Emm, Hanun lagi kepengen makan ayam rica-rica buatan umi."

"Sekalian ya mii, nanti ajarin Hanun cara buatnya." Tambahku.

"Iyaa, gampang insyaAllah." Jawab umi sambil tersenyum ke arahku.

Aku sibuk membersihkan sayur, sementara umi sibuk menyiapkan bumbu masakan. Di akhir perkuliahan ku kini aku jauh lebih santai dari jadwal bertatap muka secara langsung dengan dosen. Aku hanya datang ke kampus untuk bimbingan skripsi, aku jadi bisa pulang kapanpun juga. Tak terbentur dengan jadwal kuliah, tak kusangka pada akhirnya aku berada di ujung masa perkuliahanku. Semua juga berkat doa Abah dan umi.

"Assalamualaikum. Umii" ucap kak Andra yang langsung mencari umi ke dapur.

Kak Andra adalah kakak ketigaku, ia adalah seorang pengusaha. Hanya dia satu-satunya kakak ku yang belum menikah, dulu kemanapun itu aku selalu pergi bersamanya. Hingga orang mengira bahwa kami adalah sepasang kekasih, mungkin itu semua juga didukung dari muka kami yang bisa dikatakan tidak mirip menurut kebanyakan orang. Tapi, semenjak kak Andra mengembangkan usaha nya keluar kota, ia jadi lebih sering bepergian dan memutuskan untuk membeli rumah disana.

"Wa'alaikumussalam." Jawab umi sambil mengambil tangan kak Andra yang mencoba untuk mencium tempurung tangan umi.

"Waah masak apaan nih, masak masakan kesukaan Andra juga kan."

"Iya tuan raja. Kami kan menyambut kedatangan anda, jadi makanan kesukaan anda lah yang kami buat." Jawabku.

Ia hanya tertawa kekeh mendengar celetukanku.

"Ke atas dulu ya mi." Lanjut kak Andra.

"Iyaa, istirahat dulu aja." Jawab umi.

Sambil memperhatikan umi masak, aku terus bertanya. Berharap ilmu umi bisa menular kepadaku, dan aku juga jadi jago memasak Bangka menu seperti umi. Satu persatu menu kami siapkan bersama, hingga semua masakan selesai. Aku mencuci peralatan masak yang cukup banyak digunakan hingga memenuhi wastafel pencuci piring. Sementara itu, kedua kakak ku yang lainnya juga sudah sampai dan langsung ke kamar mereka untuk membersihkan badan dan sedikit membaringkan tumbuh menghilangkan rasa letih di tubuh.
Setelah semua makanan tersusun di meja, umi memintaku memanggil semua anggota keluarga. Abah yang baru saja pulang praktik, segera membersihkan tubuh dan turun untuk bergabung bersama kami. Keempat cucu Abah langsung berlarian mendekati Abah, satu persatu dari mereka merengek meminta digendong. Abah memang sering menggendong cucu nya di belakang pundaknya, sambil mengajak mereka memutari taman rumah kami.

"Ehh Zidan, Aldo, rara, Cika. Ayok sini makan dulu, opa juga mau makan dulu sayang." Ucap umi memanggil keempat cucunya.

Suasana di meja makan siang itu benar terasa hangat. Zidan, Aldo, Rara, dan cika membuat suasana makan siang pun menjadi lebih ramai. Dengan tingkah dan celotehan mereka, yang tak mau duduk diam di dekat orang tua mereka.

"Andra.. jadi kapan?" Tanya Abah tiba-tiba

"Apanya bah yang kapan?" Jawab kak Andra.

"Kapan mau kayak kakak kakak kamu ini?"

"Haa, apaan bah. Berkeluarga maksudnya?"

"Iyaa, biar tambah rame rumah ini jadinya kan." Jawab Abah.

"Hanun duluan tuh bah, Andra belum nemuin calon nya bah." Jawab kak Andra sambil tersenyum

"Apaan. Kok jadi Hanun, Hanun mah lulus kuliah aja belum." Jawabku.

Satu hal yang akhirnya kusadari secara penuh, bahwa sehebat apapun aku merencanakan sesuatu. Aku tak lebih dari seorang mahluk yang hanya bisa membuat rencana, Allah lah yang punya kuasa untuk mewujudkannya. Aku mungkin sempat berangan ingin menikah 2 tahun yang lalu, tapi Allah berkata belum saatnya. Bahkan ketika aku merengek, menangis dan meminta penuh harap pun Allah tetap tunda itu. Sampai waktu yang menurut Nya terbaik bagiku, dan tugasku saat ini hanyalah membersihkan serpihan serpihan luka yang masih tertancap di dasar hatiku.

HanunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang