مؤلم أن تبكي كل يوم على نفس الوجع
" Sungguh menyakitkan ketika kamu menangis setiap hari hanya karena luka yang sama"
Adakah yang lebih mengerti perasaan ku saat ini dibandingkan aku sendiri? Tak ada!
Kini, aku sudah mulai bosan dengan pertanyaan.
"Bagaimana perasaan mu saat ini, sudah
Lebih baik?"
" Masih sedih?
"Masih teringat si dia?"Aku tak membenci orang yang bertanya, aku hanya tak menyukai pertanyaan-pertanyaan itu. Karna aku memang sedang tak baik-baik saja hingga saat ini, meski 4 tahun sudah berlalu. Rasanya aku masih membutuhkan waktu yang lebih panjang untuk sendiri. Tapi, dimana aku harus bersembunyi dari bayangan ku sendiri?
Lagi, dan sekali lagi aku seakan mengecil dalam sebuah ruang kosong yang gelap. Kudapati diriku yang kecil itu sedang memeluk tubuhku sambil menopang dagu di atas nya. Sedih ku tak dapat terbendung lagi, hingga air mata yang dengan mudah nya membasahi pipi ku seperti hari-hari kemarin tak dapat mengalir lagi. Aku hanya diam, sambil menatap langit kamar. Kupikir, untuk saat ini mencari tempat untuk bercerita bukanlah solusi yang tepat. Berbicara pun rasa nya aku tak ingin.
Kini, setiap kali melihat bayi laki-laki aku selalu teringat dengan foto yang ia kirimkan beberapa hari lalu. aku selalu terbayang dengan keluarga kecil nya. Pahit, sekali lagi ketika menyadari kenyataan itu. Kenyataan yang terus saja membuatku menyalahkan diri ini."Kenapa dulu aku tak begini!"
"Seharusnya dulu aku mendukung nya
lebih keras".
"Kenapa dulu aku ragu-ragu untuk
menyuruhnya datang menemui abah." Mungkin, saat ini kami sudah bersama. Begitu pikirku setelahnya, aku tau pikiran itu tak seharusnya kubiarkan menguasai diri ku lagi.
Bagaimana? 2 malam sudah hatiku menganga dengan luka yang kembali robek seperti awal kali aku mendapatkan kabar tentang pernikahannya. Bayi mungil yang kulihat melalui foto yang ia kirimkan kemarin terus tergambar di pikiranku. Mengetahui keluarga kecil nya yang kini telah dianugerahi malaikat kecil hingga kehidupan mereka menjadi sempurna, adalah sesuatu yang seharusnya juga ku syukuri. Itu artinya ia hidup dengan baik dan bahagia disana, tapi terasa sulit sekali untuk menghadirkan kebahagiaan di tengah-tengah rasa sakit ini.
Malam itu."Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam warahmatullahi."
"Apa kabar Hasbi?"
"Alhamdulillah baik, kamu gimana kabar.
Tumben ngechat.""Alhamdulillah baik juga.
Iya, salah ya. Seharusnya aku nggak ngechat, tapi kadang masih sering keinget. Padahal udah berapa tahun juga.""Hehe. Sama berarti."
"Aku pikir malah kamu nggak inget lagi sama aku."
"Kamu belum nikah?"
"Sampe sekarang masih sulit buat aku Nerima orang yang mau Dateng kerumah. Mungkin aku emang belum siap atau memang masih terjebak pada masa lalu."
Aku merasa lemah sekali, memberitahunya tentang keadaan ku saat ini. Entah apa yang aku inginkan, hingga aku menjawab pertanyaannya seperti itu."Istri kamu sehat? Apa udah ada Hasbi junior?" Tanyaku.
Hasbi tak membalas pertanyaanku, hanya saja tiba-tiba ia mengirimkan sebuah foto.
"Maa syaa Allah lucu banget, siapa namanya? Umur nya berapa bulan?" Tanyaku berpura-pura menguatkan hati.
"Umar, usia nya 5 bulan kurang lebih."
Sejenak aku menatap layar ponsel, entah perasaan apa ini. Aku bahagia melihat foto bayi mungil itu, tapi bukan itu saja. ada perasaan sedih yang juga bercampur di dalamnya. Dadaku pun berdegup kencang.
Dan lagi, kemarin malam aku kembali menghubunginya. Setelah waktu yang cukup panjang, aku akhirnya mengiriminya pesan melalui media sosial. aku hanya ingin mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang sudah berhasil mengangguku pada malam-malam terakhir ini. Puncaknya adalah saat Hasbi terus muncul dalam daftar viewer story Instagram ku, setelah hampir 2 tahun berlalu. Aku merasa bahwa hasbi kembali memperhatikanku,"Kenapa muncul terus? Aku liat kamu di ig story aku. Bagi kamu mungkin biasa aja, tapi buat aku kepikiran."
"Kepikiran gimana?"
"Ya teringat ingat lagi."
"Aku minta maaf ya."
"Tadi aku nanya. Kenapa gitu?"
Sesaat setelah membalas pesanku, Hasbi tiba-tiba saja memblokir percakapan kami. Hingga terdapat pemberitahuan bahwa aku tidak dapat membalas percakapan itu lagi. Aku benar-benar tak mengerti, ia yang terus saja membayangiku. Lantas ketika aku ingin menuntaskan pertanyaan yang kembali ia timbulkan, ia justru hanya meminta maaf dan memutuskan percapakan kami.
Aku masih merasa ada rindu yang harus di sampaikan, ada pertemuan yang harus ditunaikan. Ada kata yang harus diselesaikan, rasanya tak cukup hanya dengan bertanya kabar dan menulis sedikit kegelisahanku pada pesan yang telah kukirimkan sebelumnya. Saat ini raga ku butuh temu, dan jiwa ku butuh penawar rindu. Aku ingin melihat sosoknya di kehidupan nyata.Astaghfirullah Hanun!
Hentikan pikiran itu, tak semestinya kamu merawat perasaan itu dalam hatimu. Tapi, Aku tak dapat membohongi diriku, hatiku dan logika ku selalu tak bisa berdamai dalam hal ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanun
SpiritualHanun, seorang mahasiswi yang juga anak dari seorang dokter yang telah mendidiknya dengan nilai-nilai Islami sejak kecil. Kehidupan Hanun dipenuhi dengan apapun yang diinginkan orang-orang selama ini. Hanya saja kehidupannya mulai berubah ketika sos...