#20 : Tabir cinta

284 13 1
                                    

مؤ لم أن تعيش في اشتياق ولاتدري ما نها يته

"sakit rasanya ketika kamu hidup di dalam kerinduan tetapi kamu tidak tahu akan jadi apa akhirnya."


Maaf ya Rabb.
Maaf jika hatiku tak sebersih hati para penghapal dan penjaga Alquran yang lainnya.
maaf ya rabb.
Jika pikiranku sudah terlalu sering tersita olehnya,
sungguh, aku sudah cukup merasa bersalah dengan Kalam Mu yang selalu kubawa bersamaku ini.
Wahai Rabb ku, tolong.
Tolong hapus cinta dunia yang menyesakkan ini.

          Akankah ada yang benar-benar mempertanggung jawabkan perasaanya kali ini? Ini bukan berbicara mengenai sosok ideal bagiku ataupun bagi keluargaku. Hanya saja, selama ini belum ada jawaban yang on point dan membuatku berfikir mampu merealisasikan mimpi itu bersama. Banyak hal yang ingin kuwujudkan dan itu butuh partner yang sejalan.
    Semakin dewasa aku semakin sadar jika menikah bukanlah perkara yang hanya bersandar pada perasaan cinta, sayang, ataupun suka semata. Akan ada saat dimana diri ini merasa bosan, merasa hidup ini selalu bergulir sama setiap harinya ketika semua yang pernah dirasakan mulai terasa biasa saja. tapi jika tujuan dan milyaran mimpi yang ingin diwujudkan itu sama, maka akan selalu ada cara untuk menepis kebosanan itu satu sama lain.
      Aku hanya ingin menghabiskan seluruh hidup yang diberikanNYA dengan seseorang yang bisa menjagaku dengan sangat baik, yang mengerti kapan saat nya ia harus protektif dan kapan saatnya ia harus memberikanku kebebasan. Hampir 22 tahun penjagaan terbaik itu aku dapatkan dari abah dan umi, lalu sisanya?  Aku tak ingin salah memilih pundak, dan salah menetapkan kepercayaan.
     Semakin dewasa, aku semakin sadar jika pernikahan bukanlah hanya perihal kebahagiaan semata. Akan ada saat dimana banyak permasalahan yang timbul di setiap fase nya, dan semua itu tidaklah cukup dilalui dengan sikap bijaksana. Aku tak menuntut hidupku mulus tanpa adanya kerikil masalah, hanya saja aku berharap orang yang akan membersamaiku itu adalah orang yang bisa bersama-sama denganku menemukan jalan keluar dan menguatkan ku agar tidak menyerah dalam kelemahan. 
     Semakin dewasa, aku semakin menyadari jika sebenarnya pernikahan bukanlah sidang skripsi yang harus dilewati dengan penuh keseriusan dan ketegangan. Sesekali, bahkan mungkin setiap saat hidupku juga membutuhkan suntikan kebahagiaan lewat humor ringan namun mampu membuatku sedikit melupakan permasalahan dan rasa lelah karna pekerjaan rumah yang nantinya akan menjadi kewajibanku itu.
      Semakin dewasa, aku semakin memahami jika pernikahan bukan hanya mengenai kisahnya ataupun kisahku. Lebih dari semua itu, ini perihal kisah kami bersama. Terlebih sifat alamiah ku sebagai seorang wanita yang lebih suka berbicara dibandingkan dengan seorang pria. semua kisah itu butuh telinga yang dengan penuh kesiapaan mendengarkannya tanpa kejenuhan setiap harinya. Dan lagi, aku berharap dipertemukan dengan seseorang yang memahami betul perannya sebagai teman hidup yang sesungguhnya. Tapi hingga hari ini sosok yang kubicarakan itu masih terasa fiksi dan fana.
  Tidak. Sosoknya tidak fana, sejak aku mengenal Hasbi. Sosok yang kubicarakan itu tak lagi fana, tapi kenapa. Kenapa aku harus dihadapkan pada situasi ini. Hingga hari menegangkan itu, aku belum juga memberi keputusan. Aku tak kuasa menolak ataupun menerima Hasbi. Kubentangkan sajadahku ketika semua orang sedang terlelap, meminta petunjuk pada sang pemilik hati. Hanya doa dan sujud panjang lah yang mampu menenangkan pikiran serta hatiku saat ini, besok. Aku sudah harus mengambil keputusan, aku tak mau terus terjebak pada ketidakjelasan yang terus menguras pikiran dan hatiku ini.

"Assalamualaikum ukh."

Satu notifikasi pesan dari umi tiba-tiba saja masuk. Aku segera melihat pesan darinya, mungkinkah ia juga tengah tak bisa tertidur. Aku tak membencinya, meskipun hari itu aku terkesan dingin tapi bukan berarti aku menaruh amarah padanya. Sebelumnya ia adalah temanku, bahkan setelah hasbi membawaku pada posisi dan pilihan yang membingungkan. Dia tetaplah temanku.

"Wa'alaikumussalam." Balasku.

Ponsel ku kembali bergetar, tanpa bertanya terlebih dahulu. Umi menelponku,

"Assalamualaikum. Ukh, belum tidur?"

"Wa'alaikumussalam. Iya, saya belum bisa tidur." Jawabku.

"Ukh, sebelumnya saya pikir kita akan bisa bertemu dan berbicara secara langsung. Tapi setelah hari itu, ukhti jadi terlihat lebih diam dan sedikit sekali berbicara. Apakah ukhti Hanun marah dengan saya." Tanyanya.

"Haaa. Maaf sebelumnya, apakah ukhti nggak menaruh perasaan cemburu dengan saya. Dengan saya yang jelas-jelas diajak menikah oleh suami ukhti." Jawbaku sedikit sinis.

"Kalo boleh jujur, saya sungguh cemburu. Bahkan sangat cemburu, suami yang seharusnya mencurahkan kasih sayangnya hanya pada istrinya justru menaruh harapan pada wanita lain. Tapi saya akhirnya mencoba memahami bahwa semua hanyalah titipan, mas Hasbi hanyalah jembatan dan kunci bagi saya untuk memasuki syurga Nya. Oleh karna itu saya harus menghilangkan kegundahan nya. Membantu nya menundukkan pandangan, dan berbakti kepadanya sebaik mungkin."

"Saya nggak bisa. Saya bukan wanita yang mampu menahan rasa cemburu, saya nggak bisa ukh. Mas Hasbi hanya sedang dikuasai oleh perasaanya saja, ukhti bisa memberikannya pengertian. Ukhti bisa membantunya menghapus bayanganku hingga harapan itu tak datang lagi."

"Kenapa? Kenapa ukhti Hanun nggak bisa? Ukh. Jika saya bisa, saya akan lakukan itu. Agar saya tetap menjadi satu-satunya wanita yang ia pimpin. Tapi tak bisa ukh, saya tau bagaimana dalamnya perasaan mas Hasbi terhadap ukhti, saya nggak mau pikiran nya terus dikotori dengan memikirkan wanita yang tak halal baginya. Bahkan jauh sebelum saya datang dalam kehidupan mas Hasbi, ukhti Hanun sudah lebih dahulu mengisi hatinya dan menjadi juara di hatinya."

Aku terdiam, dan kembali mencoba memahami maksud dari perkataan yang ia sampaikan. lalu atas dasar apa Hasbi menikahinya saat itu.

"Maafkan saya ukh. Saya sudah sangat merasa bersalah ada diantara kehidupan rumah tangga kalian."

" Nggak ukh, ketahauilah tidak ada yang kebetulan di muka bumi ini. Semua terjadi atas kehendak Nya, berdoa ukh. Jika semua ini adalah jalan yang Allah pilihkan untuk ukhti Hanun, maka Allah akan beri petunjuk dan keyakinan dalam memutuskan jawaban."

  Sekali lagi aku tertegun pada sosoknya, sesabar itukah ia sebagai seorang istri. Aku  justru yang merasa cemburu, rasanya aku tak tega menyakiti hatinya. Untuk kesekian kalinya mereka mengajakku untuk bertemu lagi, namun aku menolak. Aku menyampaikan keputusanku melalui telpon, Hasbi tak berbicara banyak. Bahkan ia pun tak meminta alasan dari penolakanku itu.

HanunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang