#11 : kembali

142 7 0
                                    

"Tetap bersama orang yang kamu cintai dan kamu tahu jika kamu akan berpisah dengannya, sama hal nya seperti bermain dengan air hujan. Memang menyenangkan, akan tetapi kamu tahu jika kamu akan jatuh sakit setelahnya."


Wahai diri. Apa kabar? Beberapa bulan ini aku sudah terlalu sering menyalahkanmu. Aku tak memikirkan bagaimana perasaanmu, padahal kini kau tengah beralih mencari dan mencoba hal baru supaya dirimu tak lagi mengingatnya. Padahal kau sudah berjuang sebisa mu. Mempersiapkan usaha termaksimal mu, Kau sudah begitu baik, dengan segala terpaan yang membuatmu hampir tumbang. Kau justru masih tetap terlihat tegar dihadapan kedua orang tua mu, nyatanya air matamu selalu tumpah kala malam mulai menyapa.
      Apapun kesakitan yang pernah kau rasakan sebelum ini, tolong lupakan. Tolong terima dirimu dengan segala keterbatasannya, peluk dirimu sendiri. Jangan biarkan orang lain juga mampu menggoyahkan mu dan membuatmu semakin tak mempercayai dirimu lagi. Bersyukur untuk apapun yang sudah kau lakukan setiap hari nya, berikan apresiasi terbaikmu untuk setiap pencapaian yang sudah sangat maksimal kau lakukan meskipun pencapaian yang kau dapat sangatlah sedikit dan tak sesuai harapanmu. jadikan setiap harinya jadi lebih baik dari hari kemarin.
Aku masih mengingat permintaan hasbi ketika itu. Agar aku bertanya pada Abah, bolehkah putri kesayangannya ini mendapatkan pendamping hidup yang jauh dari kota asalku. Dan hari itu aku sungguh bertanya pada Abah, tak kusangka respon Abah baik. Abah meminta Hasbi untuk datang ke rumah, meski kemungkinan untuk mendapatkan restu Abah belum menentu.

"Bii, aku udah bilang ke Abah sama umi." Tulis ku pada sebuah pesan.

"Aku telpon yaa." Jawab Hasbi.

Tak lama ponsel ku bergetar, Hasbi langsung menelpon ku.

"Hallo, assalamualaikum. Kamu udah bilang ke Abah sama umi, terus gimana respon mereka? Mereka bilang apa? Mereka setuju?" Tanya Hasbi tanpa henti.

"Wa'alaikumussalam. Iya bi, aku udah bilang. Emmmm, respon mereka.." kataku terhenti, sambil menahan tawa. Berharap Hasbi penasaran.

"Apaa Han, Abah sama umi bilang apa. Respon nya gimana, kasih tau aja." Lanjut Hasbi.

" Emmmmm... Abaah, eee." Aku kembali memotong perkataanku.

"Apaan sih han. Apa? Mereka nggak setuju? Bilang aja, insyaAllah aku siap mendengarnya." Jawab Hasbi dengan nada yang mulai kesal.

"Emmm. Merekaa, setujuuuu." Jawabku dengan frekuensi suara yang tiba-tiba saja berubah.

"Haa. Beneran, serius han. Nggak usah berkata apa yang ingin aku dengar. Kamu jujur aja." Ucap Hasbi.

"Aku beneran kok. Abah meminta kamu datang dulu ke rumah." Jawabku, yang masih memikirkan umi. Memikirkan Respon umi hari itu.

"Alhamdulillah Han. Berarti tinggal aku yang Dateng kesana. Aku udah berapa kali cek harga tiket pesawat, cuman aku boleh minta tolong ga sama kamu?" Tanya Hasbi.

"Iya bi, minta tolong apa?"

"Kamu punya nggak temen cowok yang bisa jadi guide buat aku pas disana. Aku seperti nya butuh guide, dan aku juga butuh penginapan kan. Untuk meminimalisir budget supaya nggak terlalu banyak menghabiskan dana. Aku tinggal di penginapan aja, ya mangkanya aku tanya ada nggak kami temen cowok. Yang kira-kira bisa bantu aku?" Tanya Hasbi

"Emm siapa ya. Kalo temen cowok mah ada yang sekelas sama aku di kampus, tapi aku nggak tau siapa yang bersedia membantu." Jawabku.

"Yaudah kalo gitu, nanti kita bahas lagi. Sebelumnya makasih yah han, kamu udah sampaikan niatku ke Abah." Ucap Hasbi

Semua percakapan kami masih terekam jelas pada ingatanku. Malam memang selalu membunuhku, setiap kali mata ku terbuka dan melihat hari kembali terang. Itu artinya aku berhasil melewati malam yang terasa menyiksa bagiku di setiap jam nya. Bila malam akan datang, aku kembali takut. Ingin rasanya tak melewati malam, menghapus malam dalam hari ku. Karna rindu selalu hadir ketika pekat nya malam mulai membuat pikiran ku tak bisa berhenti berpikir barang sejenak, hanya untuk memejamkan mata. Aku selalu tertidur dalam keadaan sedang mengingatnya, mengingat semua mimpi dan juga perbincangan kami mengenai hal hal yang akan kami jalankan kala hidup bersama. Hati ku kembali menahan sesak, ketika mengingat kehidupan nya saat ini bukan lah bersamaku, itu artinya ia menjalankan semua yang pernah kami rancang bersama dengan perempuan lain. Seorang perempuan yang terus saja membuatku penasaran dengan sosoknya. Aku selalu merasa, ia pasti perempuan yang jauh lebih shaleha. Menutup aurat nya lebih sempurna daripada aku, lengkap dengan penutup muka yang membatasi nya dengan mata-mata lelaki yang tak halal baginya. Ia pasti sesok wanita yang pandai menjaga diri, hingga tak satu pun media sosial miliknya kutemui dalam pencarian. Nama perempuan itu langsung terekam jelas dalam ingatanku ketika melihat undangan pernikahan mereka.
Dalam kegelisahan hatiku bertanya. Mengapa ketenangan hidup sudah jarang bisa kau dapatkan. seketika itu pula hati kecilku menjawab,

"Lihatlah interaksi mu dengan Alquran, sudah jarang sekali. Dan sadarlah, seberapa sering kamu mengingat Allah. Harimu sepertinya lebih banyak digunakan untuk mengingat mahluk Nya saja."

HanunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang