"Aku menunggu untuk menghancurkan ketakutanku, bukan hatiku."
Tidak semua penjelasan berujung pada paham. Tidak semua tanya berujung pada jawaban. Dan tidak semua harapan berujung pada kepastian.
Bunga-bunga yang kutanam dan kubeli satu bulan lalu sudah mulai tumbuh dan beradaptasi dengan baik di tanah yang kupindahkan. Mereka sudah menjadi self healing bagiku, kebahagian bisa kurasakan ketika melihat mereka tumbuh dan mempunyai pucuk daun yang baru. Ini sudah tahun kedua aku melaksanakan ibadah puasa terpisah dari umi dan Abah.Dan aku masih terus diikuti oleh bayangan Hasbi. Satu tahun yang kupikir akan berujung temu, nyatanya tetap menjadi semu.
***
1 tahun sebelumnya.Pakeeet... Pakeet..
Sepertinya kos sedang sepi, hingga tak ada yang menjawab dan mengambil paket di lantai satu. Entah paket siapa, yang jelas aku rasanya mager sekali untuk turun ke bawah.
Pakeet..Hanun.. Hanun.
Tiba-tiba sang kurir menyebut namaku, padahal aku tak sedang menunggu paket apapun. Karna aku memang tak berbelanja apapun di online shop, dan juga tak ada yang berjanji untuk memberikanku sesuatu. Tapi, tunggu dulu. Sepertinya itu memang paketku, pikirku cepat. Aku baru saja teringat dengan nya, yang beberapa hari lalu bertanya apakah aku suka membaca. Aku mengambil gardigan rajut yang biasa aku kenakan untuk keluar. Dan memakainya untuk menutupi baju ku yang tidak terlalu panjang. Dan mengambil random kerudung yang tersusun di gantungan.
"Iyaa.." jawabku sambil membuka kunci teralis.
"Mbak Hanun? Tanda tangan disini ya."
"Ohh iya, makasih pak." Jawabku sambil memberikan kembali tanda terima kepada sang kurir.
Ya, benar saja. Ketika kulihat namanya. Paket ini benar darinya, Hasbi sengaja mengirim buku yang menurut nya bagus untuk calon pendidik generasi sepertiku. Aku melihat ke arah jam. Belum sempat membaca isinya, aku teringat jika belum sama sekali menyiapkan makanan untuk berbuka puasa. Aku segera bergegas turun ke bawah, dan keluar untuk mencari takjil untukku berbuka. Dan tahun ini, adalah tahun pertamaku melaksanakan puasa tidak bersama Abah dan umi.
"Hanun?
Aku telpon ya, udah selesai buka puasa nya?"Sebuah notifikasi langsung terbaca olehku, saat secara tak sengaja aku tengah memandang ke arah ponselku yang kuletakkan persis di sampingku.
"Ehh nanti ajalah ya, setelah shalat tarawih. Kamu shalat kan?" Tambahnya.
"Iya, aku shalat insyaAllah. Kamu kerja shift pagi?" Balasku.
"Iya shift pagi, mangkanya aku bisa telpon kamu malem ini.
"Ehh tau nggak tadi aku buka puasa nya makan pake apa? Pake ini dong"
Tiba-tiba sebuah gambar masuk bersaman dengan balasan pesannya.
"Wuih, enak banget kayaknya. Itu sate lilit kan?" Balasku.
"Iya, kamu belum pernah nyobain kan ya? Nanti kalo kamu udah disini aku ajakin kesemua tempat kuliner favorite aku. Sate lilit ini salah satu makanan kesukaan aku banget. Nanti kamu bakalan tau rasanya." Jawabnya penuh semangat.
"Hmmmm. Banyak ya janji kamu, aku tau nya semua harus ditepati hehe."
"Udah dulu lah ya bi, aku mau siap-siap shalat tarawih." Tambahku.
"Ohh iya, nanti abis tarawih ya. Aku telpon" balas nya.
Langit tampak indah, setiap kali aku mengingat Hasbi. Tak terasa sudah cukup lama aku mengenalnya, dan itu terasa sebentar bagiku. Karna aku menantikan hari itu, hari dimana pesawatnya Hasbi mendarat di kotaku. Saat hari itu tiba, aku akan menyambutnya dengan senyum terbaikku.
"Halo, Hanun. Assalamualaikum?"
Sesuai janji, ia menelponku setelah shalat. Kulihat sudah ada beberapa panggilan tak terjawab.
"Wa'alaikumussalam. Iyaa, kamu shalat
tarawih juga tadi?"Iyaa Alhamdulillah, disana jam berapa
sekarang?" Tanya Hasbi."Disini jam 20.25 disana pasti jam 21.25
ya kan?" Jawabku."Iya, kan memang beda satu jam."
Jawab Hasbi."Ohh iya, makasih ya paket nya udah
sampe.""Beneran udah sampe? Harusnya lebih
cepet tuh sampe nya. Karna ada kendala
dari pihak JNE nya jadi terhambat,
padahal aku udah konfirmasi ke
mereka." Jawab hasbi dengan nada
sedikit kesal."Hehe nggak apa kok. Aku juga nggak
nungguin, karna aku nggak tau kalo
beneran bakalan kamu kirimin bukunya.
Ehh buku nya baru ya?""Iyaa lah, masak buku yang udah kucel
dan kubaca itu yang kukirim ke kamu.
Waktu itu aku fotoin kan cuma buat
contoh, pas kamu bilang suka. Baru deh
langsung aku cek apa masih ada
persediaan buku nya, pas masih ada
langsung aku beli lagi." Jawab Hasbi"Hehe. Kirain kan, emmm iya. Gimana rencana kita bulan Syawal ini?" Tanyaku.
"Bulan Syawal ini ya jadi? Bukan bulan Syawal tahun depan. Emang udah siap pisah dari umi dan Abah?" Tanya nya dengan nada seperti mengejek.
"Siap, siap aja aku mah. Kalo emang kamu udah dateng."
"Jangan gitu, nikah itu bukan hal yang sebentar. Kalo aku juga mau nya sekarang, tapi orang tua kamu, tempat tinggal kita. Dan semua nya harus bener-bener kita pikir lagi." Jawab Hasbi.
"Aku disini tuh udah mikir loh, nanti kita tinggal di lingkungan dengan temen kajian ku aja. Disana lingkungannya bagus, kamu juga nggak akan sering keluar buat ghibab, kalo lingkup lingkungan nya bagus." Tambahnya.
"Iya, aku ikut kamu aja lah pokoknya. Kamu kan imam aku" jawabku menahan senyum.
"Nanti, sebagian perabotan di rumah Tante aku yang milik aku ini. Kita pake aja ya, Bawak ke rumah kita. Gimana?"
"Iya, nggak apa kalo masih bagus. Kita juga nggak boleh boros. Biar bisa nabung." Jawabku.
"Hanun. Kamu jangan nangis ya kalo udah disini, temen ku ada ni istrinya kan orang jauh. Sama kayak kamu, terus dia pas udah nikah nih. Nangis terus kerjaan nya, nggak mau makan. Sampe minta pulang terus, nggak mau keluar kamar. Pokoknya kek stres gitu deh." Ucap Hasbi dengan serius.
"Ya Allah. Masa? Kasian banget, kok bisa sih. Emang suami nya gimana ke dia? Jarang di rumah? Atau dia yang memang belum siap nikah?" Jawabku dengan heran.
"Nah mangkanya itu, aku tanya ke kamu. Kamu gitu nggak nanti?" Jawab Hasbi yang sudah mulai kurasakan kejahilan nya untuk mengusikku.
"Ihh kamu mah, mana ada orang kek gitu. Kamu ngarang cerita ya." Jawabku sedikit kesal tapi justru setelah itu tersenyum mendengar tawa nya yang terasa begitu puas mengerjaiku.
"Hahaha. Iya, iya nggak ah. Istrinya itu cuma beberapa kali aja nangis, nggak sampe berlebihan kayak ceritaku." Jawab Hasbi teratawa puas.
"Ihh kamu mah dasar. Seneng banget kayaknya jahilin aku, mau kamu aku ga betah disana?"
"Iya, maaf yaa. Nggak lah, mana tega aku liat kamu nangis dan sengsara tinggal sama aku." Jawabnya dengan lembut.
***Bungaku. Tetap lah tumbuh sebagaimana mestinya, aku menyukaimu. Aku senang melihatmu tumbuh, besok akan kucarikan kau teman. Hari ini bersabarlah dengan kesendirianmu, besok kau tak akan sendiri lagi. Aku benar-benar merasa kita sama, kamu adalah aku, aku yang saat ini tengah melewati kegundahan, yang sedang menantikan jawaban. Mungkinkah aku akan gugur sebelum menemukan apa yang kucari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanun
SpiritualHanun, seorang mahasiswi yang juga anak dari seorang dokter yang telah mendidiknya dengan nilai-nilai Islami sejak kecil. Kehidupan Hanun dipenuhi dengan apapun yang diinginkan orang-orang selama ini. Hanya saja kehidupannya mulai berubah ketika sos...