#3 : Seandainya

250 9 0
                                    

Apabila sesuatu yang tidak kau senangi terjadi, maka senangilah apa yang terjadi.

(Ali bin Abi Thalib)

Seorang penyair Zuhair bin Abi salma berkata,

"Lisan seseorang adalah separuh darinya.
Separuh yang lain adalah hatinya.
Selanjutnya tiada tersisa dari dirinya
Selain seonggok daging dan darah"

Wahai Rabb ku, malam ini rindu itu hadir lagi. Aku tau apa yang kurasakan sungguh tak kau setujui, bahkan jauh sebelum ia menjadi pelengkap iman seorang wanita pun aku sudah salah merindukannya dan menaruh rasa pada dirinya. Apalagi kini ketika ia sudah secara resmi menjadi pemimpin dalam sebuah rumah tangga seorang wanita.
Wahai Rabb ku, apakah ini salah? Jelas salah!. Jawabku dengan terus menyalahkan diri ini. Lalu bagaimana cara nya supaya aku bisa ikhlas, kenapa rindu itu selalu menusuk tajam di setiap malam. Bahkan lebih tajam daripada dinginnya angin malam.

                                      ***
Dengan berjalan tergesa-gesa aku meninggalkan kelas yang baru saja berakhir. Sambil melihat layar ponsel dan mencari instrumen yang biasa menemani ku di sepanjang jalan, aku berjalan menuju ke halte bus. Berharap tak tertinggal bus tujuanku, beruntung. Tak membutuhkan waktu lama, sesaat sampai di halte. Bus yang kutunggu sudah sampai.

" sudah habis jam kuliahnya? Apa masih ada mata kuliah lagi nanti?" Tanya Abah sesaat ketika aku baru sampai. Abah sedang bersiap-siap akan mengeluarkan mobil.

"Alhamdulillah bah, kalo hari jumat mata kuliah nya cuma satu." Jawabku sambil mencium tempurung tangan Abah.

"Abah langsung mau jemput umi ya. Kamu istirahat aja dulu, ada yang mau dititip nggak?" Tanya Abah

"Nggak deh bah, Hanun cuma mau nunggu Abah sama umi aja. Kangen, mau makan bareng."

"Iya iyaa anak shaliha nya abah. Nanti kita makan bareng, yaudah kalo gitu. Abah pergi dulu assalamualaikum." Ucap Abah.

"Ooh iya bah, wa'alaikumussalam. hati-hati baah di jalan. " Jawabku, dengan kembali meraih dan mencium tangan Abah.

Setiap weekend, ketika aktivitas perkuliahanku telah selesai aku selalu datang ke klinik untuk sekedar menemani dan melihat pekerjaan abah, sebelumnya aku sempat bercita-cita ingin menjadi dokter seperti Abah. Tapi aku gagal dan gugur saat mengikuti ujian masuk FK , Qadarullah semua sudah Allah gariskan secara jelas. jauh sebelum manusia diciptakan dan apapun yang allah pilihkan sudah tentu baik bagi setiap hamba Nya. Umi dan Abah selalu memberikan pengertian seperti itu untuk setiap keinginan anak-anak nya yang tak terwujud. Sehingga anak-anak nya selalu bisa berlapang dada menerima ketentuan Nya.
Saat ini, aku memang tinggal terpisah dari Abah dan umi. Aku memutuskan untuk tinggal dan mencari indekos di daerah sekitaran kampus. Supaya memudahkan ku untuk setiap hari nya ke perpustakaan guna mencari referensi tugas. Dan alasan mendasar nya sebenarnya adalah karna aku ingin belajar mandiri, belajar mengambil keputusan sendiri ketika jauh dari orang tua. Tinggal di kota besar dengan tingkat kepadatan tranportasi pribadi yang seringnya mengakibatkan kemacetan juga menjadi alasan ku untuk tinggal di daerah yang dekat dengan kampus. Umi dan Abah pun memberikan kepercayaan padaku dan membolehkanku untuk tinggal terpisah dengan mereka.
Tak ada transportasi pribadi, aku sengaja menahan itu. Aku ingin berjalan kaki dan menggunakan tranportasi umum saja ucapku saat itu. Saat umi dan Abah ingin memberikan ku fasiltas guna mempermudah ku ketika jauh dari mereka. Umi dan Abah juga kembali mendukung keputusan ku yang satu itu.
Abah dan umi memang panutanku. Dalam segala hal, termasuk dalam berkasih dan sayang. Tak pernah sekalipun aku melihat Abah berkata kasar pada umi, Abah pun selalu meluangkan waktu untuk menjemput umi di sekolah setelah selesai mengajar. Kasih dan sayang mereka terus terjaga hingga kini, Abah selalu memperhatikan umi dari hal-hal sederhana seperti berkirim pesan menanyakan apakah umi sudah makan. Hingga hal-hal yang tak sederhana.

"Mbak Hanun, sejak kapan ada disini?" Tanya salah seorang apoteker yang sedang menjaga apotek di klinik Abah.

"Iya mbak, barusan aja. Abis pulang dari kampus langsung kesini." Jawabku.

Salah satu hal yang aku senangi ketika berada di klinik Abah adalah bisa berbincang dengan pasien yang datang ke klinik ini, dan juga pada apoteker disini. Dengan mendengarkan cerita orang sakit yang mengunjungi klinik Abah, aku jadi bisa lebih menghargai kesehatanku. Rasa syukurku bertambah lagi, terhadap nikmat sehat yang Allah berikan saat ini. Rasa syukur yang seringkali terlupakan oleh banyak orang di kala badan sedang kuat, dan bisa melakukan berbagai macam aktivitas serta hobi yang disenangi. Tapi, sungguh ketetapan Nya luar biasa, semua hal baik bagi kaum muslim. Di kala sakit pun Allah tetap jadikan itu sebagai penggugur dosa.

Diriwayatkan oleh Abu Imamah al Bahili.

Rasulullah SAW bersabda:

"Apabila seorang hamba yang beriman menderita sakit, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat agar menulis perbuatan yang terbaik yang dikerjakan hamba mukmin itu pada saat sehat dan pada saat waktu senangnya."

Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabda:
"Apabila seorang hamba mukmin sakit, maka Allah mengutus empat malaikat untuk datang padanya."

Allah memerintahkan :

1. Malaikat pertama untuk mengambil kekuatannya sehingga menjadi lemah.

2. Malaikat kedua untuk mengambil rasa lezatnya makanan dari mulutnya

3. Malaikat ketiga untuk mengambil cahaya terang di wajahnya sehingga berubahlah wajah si sakit menjadi pucat pasi.

4. Malaikat keempat untuk mengambil semua dosanya, maka berubahlah si sakit menjadi suci dari dosa

Teringat ketika itu, aku sempat mengeluh, dan mengutuk keadaan. Berbaring di ranjang rumah sakit dengan kondisi tubuh yang lemah. Cairan infus terus diberikan pada tubuhku. Allah cabut nikmat sehatku saat itu, dan itu semua disebabkan karna kurangnya rasa syukur di kala kondisi masih sehat. Semua yang terasa enak dan diinginkan terus saja di makan tanpa memperhatikan kondisi perutku dan kebersihan makananya, hingga aku terserang penyakit tipes.
Aku mengeluhkan semua yang kurasakan pada umi. Sambil terus menyalahkan keadaan, karna saat itu seharusnya aku sudah bersama sahabat-sahabatku.
merayakan hari ulang tahunku, Umi dan Abah tak pernah menyetujui ada perayaan tiup lilin, tapi umi memperbolehkan setelah memberikan syarat. Bahwa acaranya hanya makan dan tidak ada perayaan tiup lilin, namun aku justru terbaring lemah di rumah sakit 3 hari sebelum hari perayaan kelahiranku.

"Umii. Hanun kadang kesel, ga tau apa maunya Allah. Padahal Hanun ngerasa bahagia, ini adalah umur yang Hanun tunggu-tunggu. Saat umur Hanun 17 tahun, itu artinya Hanun sudah mulai dewasa. Sudah bisa mempunyai KTP, dan SIM. Dan lagi, perayaan ini adalah kesempatan bagi hanun untuk bisa berkumpul bersama sahabat jauh Hanun yang mungkin setelah ini bakalan susah ketemu lagi. karna mereka bakalan mengejar impiannya masing-masing." Ucapku pada umi yang hanya senyum sambil memperhatikanku bicara.

"Hanun. anak umi yang paling shaliha, inget hadits yang di riwayatkan oleh Ath-Thabarani ini setiap kali nikmat sakit tengah Allah timpakan padamu.

" Jika sakit seorang hamba hingga tiga hari, maka keluar dari dosa-dosanya sebagaimana keadaannya ketika baru lahir dari kandungan ibunya. "

Jadi, ini kabar baik. Bisa saja Allah timpakan penyakit ini supaya sebelum menuju ke gerbang kedewasaan, dosa Hanun telah Allah hapuskan. Sebagaimana ketika keluar dari kandungan umi dulu."

"Jangan pernah membenci keadaaan yang kita sendiri belum mengetahui hikmah apa yang akan di dapatkan setelahnya." Balas umi sambil mengelus kepala ku lembut.

HanunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang