#4 : (Part Hasbi)

242 8 0
                                    

"Doa yang paling cepat terkabul adalah doanya seorang yang gaib untuk orang yang gaib."

(HR. Bukhari)

Aku menyukai mu.
Menyukai segala sesuatu darimu. Kecuali ketidakberadaanmu.

                                    ***

     Udara dingin mulai menyergapku saat jaket berwarna biru gelap mulai kupasang di luar kantor. Seperti biasa sebelum mengendarai motor, aku memasang earphone terlebih dahulu. Aku tengah mengulang-ulang muratal juz 29, supaya menempel di ingatanku. Belum sampai setengah perjalanan, tiba-tiba satu panggilan masuk membuat ponsel ku bergetar, aku tak melihat siapa yang menghubungiku. Segera ku jawab telpon yang masuk, tanpa memperhatikan siapa yang sebenarnya menelpon.

"Assalamualaikum, udah pulang kerja?" Dada ku terasa hangat, telingaku sudah sangat terbiasa dengan suara lembut yang sering mengucapkan salam itu.

"Wa'alaikumussalam, Hanun.. Ini aku lagi di jalan. Berisik ya kedengeran nya?" Sambil kukecangkan suaraku.

"Ohh lagi di jalan, kamu yang bawa motor nya? Maaf, maaf." Jawab Hanun.

"Iya nggak apa, nanti aku telpon lagi aja ya kalo udah sampe di rumah. Assalamualaikum". Jawabku mengakhiri panggilan dari Hanun.

      Ia seperti selalu menangkap sinyal itu, sinyal yang seringkali kurasakan kala aku sedang teringat dengannya. Tak berapa lama ia pasti akan menghubungi, entah karna hanya suatu kebetulan atau memang hukum alam selalu berpihak pada kami. Aku pernah membaca, jika
Kehidupan di dunia ini segala sesuatunya berhubungan, terhubung dan terkoneksi dengan segala sesuatu yang lain. Semua yang kita pikirkan, kita lakukan, kita rasakan, serta kita percayai, mempengaruhi pihak lain dan lingkungan di sekitar kita.
      Begitu pula ketika kita merasakan perasaan rindu yang berat kepada seseorang karena tidak bertemu dalam jangka waktu yang lama. Atau mungkin karna perasaan kita sudah mendalam kepadanya. Karena hukum ini juga manusia seringkali berinisiatif untuk menghubungi teman terdekat nya tersebut. Begitupun sebaliknya, jika sinyal diantara nya sudah cukup kuat. Waktu nya akan terasa selalu pas, padahal kita tak pernah memberitahu nya bahwa kita tengah memikirkan nya atau merasa rindu padanya.
      Sebetulnya, aku tak ingin ini semua terus berlanjut. Aku ingin semua ini berakhir, berakhir dengan jabatan tangan Abi nya dan tangan ku. Dan setelah itu semua orang berkata sah. Semua memang sedang kupersiapkan, hanya saja waktu belum juga mempertemukan kami, karna tabunganku yang belum saja cukup untuk menemuinya dan meminta nya pada umi dan Abah nya. Ya, aku tau Hanun adalah anak perempuan yang begitu disayangi di keluarga nya.
      Mungkinkah kedua orang tua nya akan dengan mudahnya memberikan anaknya padaku yang sangat asing bagi keluarga mereka. Dan dengan biaya pernikahan yang minim. Pikiran itu seringkali membuat ku merasa lemah dan hilang kepercayaan diri, sehingga seringkali semua hal yang menganggu ku itu ku utarakan pada Hanun. Namun Hanun selalu meyakinkanku, bahwa ia akan selalu meyakinkan kedua orang tua nya bahwa pilihan putri nya ini adalah yang terbaik bagi nya. Jika sudah begitu hatiku kembali tenang, kegundahanku sirna jika Hanun sudah berbicara. Hanun seperti air yang membasahi kebun bunga yang kering, sehingga ketika ia telah membasahi kebun bunga tersebut. Semua bunga jadi segar kembali dan menyebarkan aroma wangi nya.

"Halo, Hanun. Assalamualaikum?"

"Wa'alaikumussalam Hasbi. Udah sampe ya di rumah? Nggak bersih-bersih dulu?" Tanya nya dengan suara pelan.

"Nanti aja, aku mau denger suara kamu dulu." Jawabku sambil tersenyum.

"Ihh dasar. Aku pikir kamu shift pagi, jadi tadi aku telpon. Soalnya tiba-tiba kepikiran aja sama kamu. Hehe" balasnya dengan suara pelan. Karna hari sudah sangat larut, semua anggota keluarga nya pasti lah sudah tertidur.

HanunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang