الصلاة ,والحب
كلا هما بدون طهارة باطلان"shalat dan cinta. Keduanya tanpa ada kesucian adalah hal yang sia-sia."
Aku kembali mengingatnya, atau justru sebenarnya aku memang belum ikhlas.
Hasbi.
kita belum pernah berjumpa satu kali pun. tapi bayangmu sudah mampu menyita separuh dari pikiranku. bagaimana jika sebelumnya kita sudah sempat bertemu, mungkin kau akan menyita seluruh dari pikiranku.Hasbi. Aku ingin bertemu, membuat bayangan mu menjadi nyata. Memastikan bahwa kau bukanlah khayalanku semata.
Hasbi.
aku ingin kau menjawab pertanyaan ku.
Bagaimana kabar mu? Bagaimana kabar istrimu?
Apakah kau bahagia dengan nya?
Apakah kamu juga masih sering teringat padaku?Semua pertanyaan itu terus mengusik pikiranku. Namun, aku menyadari betul posisiku, dan Rabb ku pun tak akan menyukai apa yang akan kulakukan. Aku selalu mengubur dalam-dalam niatku untuk menghubunginya. dan sekali lagi kukatakan pada diriku, bahwa sosoknya hadir tersebab aku yang menciptakan sosoknya dalam pikiranku. Hilangkan itu, lupakan itu, dan sudah akhiri sesegara mungkin.
***
Sambil membereskan lemari dan mengecek ulang barang yang sudah kumasukkan ke dalam tas, aku mencoba mengingat kembali barang yang mungkin terlupa olehku. Besok aku sudah harus pulang ke kos, karna laporan kuliahku telah menanti untuk diselesaikan. Sudah cukup lama aku berada di rumah, dan sudah cukup sering aku mengikuti rasa malasku ini. Tiba-tiba saja mataku tertuju pada buku bersampul ungu muda di atas rak itu, buku yang jauh-jauh dikirimkan pengirimnya untukku agar aku bisa mempelajari dan mempunyai pengetahuan mengenai ibunda para ulama dalam mendidik anaknya.
Aku berjalan mendekat dan mengambil buku itu, di atas rak yang berada di sudut kamarku. Setiap kali aku melihat buku ini aku pasti akan mengingat sang pengirimnya, Hasbi. Entahlah, tiba-tiba saja aku memeluknya. Berbicara padanya, seakan buku ini adalah ia yang mampu menjawab perkataanku. Pikiranku melayang, mengingat semua angan yang pernah kami layangkan bersama. Wahai rabb. Aku benar-benar ingin mendengar suaranya satu kali lagi."Hanun. Yuuk makan dulu, Abah juga udah siap mau nganter. Yuk turun ke bawah." Ucap umi yang telah menghentikan lamunanku.
"Iyaa mi, sebentar lagi Hanun turun. Hanun belum selesai beres-beres nya." Jawabku
Abah yang sudah menunggu di depan gerbang membuatku berlari kecil. Aku tak mau Abah menunggu terlalu lama, Abah menghidupkan murattal yang biasa diputar di dalam mobil.
"Hanun, coba lanjutkan ayat nya." Tanya Abah sesaat setelah memencet tombol berhenti.
وَإِنْ أَرَدتُّمُ ٱسْتِبْدَالَ زَوْجٍ مَّكَانَ زَوْجٍ وَءَاتَيْتُمْ إِحْدَىٰهُنَّ قِنطَارًا فَلَا تَأْخُذُوا۟ مِنْهُ شَيْـًٔا ۚ أَتَأْخُذُونَهُۥ بُهْتَٰنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?
(Q s an-nisa: 20)"Alhamdulillah, hapalan anak Abah ternyata masih menempel kuat."
"Iya bah, Alhamdulillah."
"Soalnya Abah udah jarang banget denger anak Abah murajaah. Biasanya minta tes dan simakkin Abah." Ucap Abah sambil terus mengemudi dan fokus ke depan.
Abah memang suka menguji hapalanku, tapi kini aku sudah sangat merasa bersalah pada hapalan yang tengah kubawa ini. Aku merasa dzalim pada diriku sendiri, dzalim dikarenakan rindu pada seorang hamba Nya yang membuatku jauh lebih sering memikirkannya.
Aku mencium tempurung tangan Abah, dan segera berjalan masuk kedalam gang. Aku sengaja meminta Abah agar mengantarkanku hingga di depan gang saja. Karna Abah ada jadwal praktik, entahlah rasanya aku ingin menangis. Kini setiap kali kembali ke kos aku selalu menangis, sunyi rasanya. Jiwa ku terasa kesepian, rasa yang sebelumnya tak pernah kurasakan kala bersama hasbi. Aku terlalu sibuk dengan duniaku saat itu, dan selama itu juga aku selalu merasa nyaman dengan diriku sendiri, dengan diriku yang sering dibilang anti sosial oleh sebagian orang yang tak mengerti kepribadian seorang introvert sepertiku. Tapi kini aku jadi gampang menangis, merasa ada ruang kosong di hatiku. Aku tak mengenali diriku lagi, fluktuasi hati mudah sekali naik dan turun.
Aku segera mengusap air mata yang membasahi wajahku, lalu mengambil perlengkapan mandi dan baju ganti. Aku ingin mandi, dan membuat pikiranku segar kembali. Lelah sekali rasanya, aku ingin mengistirahatkan hati dan pikiranku. Tapi saat aku ingin keluar kamar, ponsel ku berdering. Ada satu panggilan dari nomor yang tak kukenal,"Haloo, assalamualaikum.."
Tak ada yang menjawab salamku, hening."Haloo, haloo."
Ucapku kembali, tapi tetap tak ada yang menjawab."Hallo. Maaf ini siapa ya?"
Tetap tak ada balasan. Hening"Saya matiin ya." Ucapku kembali.
"Ha-haloo. Assalamualaikum." Jawab seseorang di dalam telpon.
"I-i-nii sii-aapa ya?
Hasbi?""Iyaa hanun. Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Aku pasti tau. Aku hapal suaramu. Ada apa?" Jawabku
"Nggak apa apa, aku cuma mau tanya kabar kamu. Gimna kabar kamu han?"
"Alhamdulillah aku baik."
"Kuliah kamu gimana? Udah mau selesai kan ya?"
"Alhamdulillah kuliahku juga baik, lancar. Iya insyaAllah sebentar lagi selesai."
"Gimana kabar istri kamu, sehat?"
"Eee i-ii-ya.. kamu ga ada niat mau nikah dalam waktu dekat ini?
Apa ini, entah bagaimana ia bisa mempunyai keberanian untuk menanyakan itu padaku yang hatinya masih terluka ini.
"Nggak. Aku belum mau menikah." Jawabku dengan nada sedikit ketus.
"Hanun. Aku minta maaf ya, nggak tau kenapa aku merasa nggak pernah tenang, aku minta maaf sekali lagi."
"Iyaa, aku udah lupain itu. Udah nggak usah khawatir."
"Iya Hanun. Jaga diri kamu baik-baik ya, kalo gitu aku tutup ya telpon nya. Karna sekarang sebenarnya aku lagi kerja. Yaudah hanun, Assalamualaikum"
Aku terdiam, mengambil napas dalam dalam. Dan mengeluarkannya kembali, aku tak percaya dengan apa yang terjadi barusan. Hasbi menelponku, sudah 3 bulan setengah semenjak akad itu terlaksana. Kali ini aku kembali mendengar suaranya kembali. Entahlah, kenapa ini. Aku merasa bahagia. Bahagia karna bisa mendengar suara Hasbi kembali.
Wahai Rabb ku
masih bolehkah aku berdoa, meminta agar ia berada di sampingku?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanun
SpiritualHanun, seorang mahasiswi yang juga anak dari seorang dokter yang telah mendidiknya dengan nilai-nilai Islami sejak kecil. Kehidupan Hanun dipenuhi dengan apapun yang diinginkan orang-orang selama ini. Hanya saja kehidupannya mulai berubah ketika sos...