"Bila perasaanku yang berlebihan dalam mencintaimu itu dosa. Betapa tak terkira dosa-dosa ku dalam cinta. "
Aku bukan memaksa nya untuk terus hadir dalam ingatanku. Nyatanya, ia masih suka melintas dan menguasai pikiran ku seperti malam ini dan malam-malam kemarin. Ingatan itu juga melintas pada siang hari, tapi tak sesering dan se-menyesakkan seperti di malam hari. Merasa bersalah sekali, ketika mengingat ada seorang perempuan yang pastinya akan merasa cemburu ketika ada wanita lain tengah memikirkan suami nya. Ingin rasanya aku berbincang dengan wanita tersebut, mengutarakan penderitaan ku saat ini. Sekaligus ingin kusampaikan rasa bersalah dan kata maaf ku untuk setiap detik yang kucuri untuk memikirkan suami nya. Yang sebenarnya sudah sering kupaksa untuk hilang dari ingatanku.
Sebenarnya aku bukan sedang dalam keadaan tak sadar. Aku sadar betul jika aku terus membiarkan diri ku lemah seperti ini, dan tiba-tiba Allah memanggil ku. Sungguh aku msih dalam keadaan mengingat mahluk Nya, maka Allah pasti tak akan meridhoi ku karna detik terakhir ku berakhir dalam keadaan sedang mengingat si dia bukan sedang mengingat sang pencipta ku.
Hari ini semua sahabat dekat ku kembali bertanya keadaan hatiku. Dan jawabanku masih sama, sedalam apa aku mencintai dia yang dulu. Hingga membebaskan diri darinya pun tak bisa dalam waktu yang singkat. Ataukah aku terkena sihir mahabbah, begitu pikirku karna begitu heran nya pada diri ku ini. Entahlah, sejak dulu hingga hari ini pikiran ini juga sering terpikir tiba-tiba olehku.
Mata ku sebenarnya sudah seperti ditaburi pasir, menahan kantuk. Tapi meskipun begitu, aku tak akan lantas terpejam dan mudah saja tertidur. Ketika aku berhenti menulis dan mencoba untuk tidur, aku akan kembali gelisah. Ke kanan dan ke kiri memeluk bantal, dan kembali terjaga sambil menatap langit kamar.
Adakah yang mengerti, bagaimana sesak nya dada ku saat ini? Adakah yang memahami bagaimana rasa nya memeluk angan yang telah melayang. Dan memimpikan sosok bayangan yang sulit untuk di pegang. Biarkan, biarkan aku terus menulis. Sampai aku bingung, apa lagi yang harus aku tulis mengenai nya. Sampai aku lupa sesakit apa sebenarnya diriku hingga aku harus menulis.
***
"Hanun, ngampus nggak hari ini?" Tanya Yumna melalui pesan singkat yang ia kirimkan pagi ini."Nggak na, lagian bapak nya belum tentu masuk kan. Karna Minggu kemarin bapak nya bilang kemungkinan beliau Minggu depan belum pulang dari luar kota." Jawabku membalas pesan singkatnya.
"Emm, oke deh. Kamu nggak apa-apa kan?" Balas yumna.
"Nanti kabarin aja ya kalo bapak nya ternyata udah pulang dari luar kota dan masuk kelas." Balas ku lagi.
"Oh iya, aku gpp kok. Ga usah khawatir." Tambahku lagi.Aku tak sedang baik-baik saja. Mereka tahu itu sebenarnya, tapi yang lebih tau mengenai hatimu, dirimu, dan apa yang bisa membuatmu bangkit adalah dirimu sendiri. Cukup mereka yang selalu ada dalam masa penyembuhan luka ku sudah membuatku merasa berterima kasih sekali. Jangan lagi kutambahi dengan keluh ku dan tangisan ku yang bisa saja membuat mereka terganggu.
Kumohon.
Jangan menyerah dengan keadaan,
Ada dua orang yang terus saja menua yang kini harus kau bahagiakan.
Kumohon.
Ada kisah yang tak boleh berhenti dilukis sebelum kuas mengering.
Kumohon.
Ada tetesan air mata di masa kelam yang harus kau gantikan dengan tangis kebahagiaan.
Bukankah kau hanya akan dihargai pada tempat yang pantas bagimu.
Kalo begitu, jadikan tempat yang akan kau tuju itu menjadi pantas untuk kau pijakki.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hanun
SpiritualHanun, seorang mahasiswi yang juga anak dari seorang dokter yang telah mendidiknya dengan nilai-nilai Islami sejak kecil. Kehidupan Hanun dipenuhi dengan apapun yang diinginkan orang-orang selama ini. Hanya saja kehidupannya mulai berubah ketika sos...