48 - Orang yg berhak atas Yusuf

3K 459 83
                                    

Hari Jumat terakhir di bulan Rajab. Jangan lupa amalan jumat terakhirnya ya ...

Perbanyak sholawat dan sedekah juga.. 💚
Kalau tembus 200 koment, insyaAllah, up-nya bakal lebih cepat. Tapi gak boleh spam koment loh .. 😉

--------------------------------------

“Hasnaaa ….” Debi yang saat itu tengah menghabiskan waktu di teras musholla setelah sholat dhuhur bersama dengan Ismi langsung menghambur ke arah Hasna.

“Kangeeen aku tuh …!” pekiknya sambil memeluk Hasna.

Hasna sendiri sedikit meringis mendengar pekikan suara Debi yang cukup memekikkan telinganya. Tas ransel di tangannya juga hampir saja terjatuh, kalau Ismi tidak sigap membantu menangkapnya.

“Lebay, ih. Baru juga tiga hari.” Hasna sedikit mendorong wajah Debi menjauh dari dirinya.

“Dih, lebih tau!”

Debi membantu membawakan satu kardus di tangan Hasna. Sementara Ismi hanya tersenyum seraya menggeleng-gelengkan kepala melihat sikap Debi yang memang sedikit lebih lebay dibanding mereka berdua.

“Gimana eyang kamu, Has?” tanya Ismi.

“Alhamdulillah, sudah enakan.”

“Kamu pulang ke sini sama Ustad Yusuf lagi?” tanya Ismi lagi.

“Oya, kamu sama Ustad Yusuf punya hubungan apa? Kok bisa Ustad Yusuf kenal sama kamu?” Tatap Debi penuh selidik.

“Haduh, aku masih capek banget. Boleh gak kalau aku istirahat dulu, sebentar?”

Hasna menggerak-gerakkan tangannya yang cukup lelah karena menenteng dua kardus berisi oleh-oleh untuk teman sekamarnya, juga tas ransel yang lumayan berat di pundaknya.

Ismi membantu Hasna membagikan oleh-oleh pada teman-teman sekamarnya. Sementara Debi masih menemani Hasna yang tak langsung masuk ke dalam asrama. Ia memilih bersantai di teras musholla.
Tangannya sibuk mengipas-ngipas wajahnya yang berkeringat.

“Oleh-oleh buat kamu sama Ismi, aku taruh di sini. Cari sendiri aja, mau yang mana!” Hasna menunjuk tas ransel yang kini masih nongkrong di sampingnya. Sedangkan dia memilih untuk rebah sebentar. Merasakan sensasi dingin ubin musholla beserta sejuknya AC alami dari semilir angin.

“Alhamdulillah …,” ucapnya lirih seraya memejamkan mata. Betapa nikmat yang paling sering dilupakan manusia adalah diberinya kesehatan serta kesempatan untuk menghirup udara bebas dengan gratis di dunia ini.

Senyum Debi merekah. Dia pun langsung membuka resleting ransel Hasna. Mencari keberadaan oleh-oleh untuknya.

Karena tidak menemukan di resleting yang pertama, ia beralih membuka resleting yang ke dua. Matanya berbinar melihat bungkusan dengan Debi dan Ismi di sana. Tanpa pikir panjang lagi, Debi pun langsung menarik bungkusan itu keluar dari tas ransel berwarna hitam itu dan tanpa sengaja menjatuhkan selembar kertas yang tak lain adalah surat dari Yusuf tadi.

Debi memungut kertas itu, lalu membaca sekilas tulisan yang ada di dalamnya. Alisnya ikut bergerak-gerak, kadang ke atas, kadang juga ke bawah. Seolah menanggapi isi surat itu dengan serius.

“Cieee …, surat dari siapa, nih?”

Celetukan Debi membuat mata Hasna terbuka. Cepat ia bangun dari rebahnya. Berusaha merampas kertas yang ada di tangan Debi.

Ismi yang baru saja selesai membagikan oleh-oleh dari Hasna langsung bergantian merampas surat yang ada ditangan Debi saat Debi berusaha mengelak dari Hasna. Raut wajah Ismi tak kalah membuat Hasna bingung. Dia pikir, surat dari Aditya yang sudah Debi temukan. Karena Hasna memang membawa surat serta bunga edelwis pemberian Aditya ke sana.

Rahasia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang