13 - Ketahuan

5.1K 526 22
                                    

Seharian Hasna menikmati liburannya bersama dengan Amar. Meski sedikit dongkol karena ternyata Yusuf juga ikut dalam perjalanan mereka. Yang membuat Hasna merasa tak nyaman adalah, saat mata Yusuf terlalu tajam menatapnya jika ia terlalu berdekatan dengan Amar. Diam dan gak banyak omong sih, tapi bener-bener bikin relung hati Hasna gak enak.

Ni orang maunya apa sih? Katanya gak mau punya hubungan sama aku. Tapi sekarang ngintil aja kayak kutil. Hasna menggerutu dalam hati saat Yusuf merebut minuman dari tangannya, dan langsung membawanya pergi ke tempat Amar menunggu.

Amar mengambil satu jus jeruk dari nampan yang dibawa Yusuf. Sementara Hasna mengambil jus stroberi yang berbeda dari dua gelas lainnya. Ia menyeruput jusnya sambil menatap Yusuf yang lebih banyak membuang muka darinya.

"Kak Amar, kalau di kampus Kak Amar, ambil formulirnya kapan?" tanya Hasna sambil melirik ke arah Yusuf.

"Udah gak pake formulir jaman sekarang ini. Hasna cukup masuk ke web kampus aja. Di sana sudah ada formulir yang bisa langsung kita isi untuk pendataan mahasiswa barunya."

"Oya?"

Yusuf mengangguk pasti, sambil mengipas-ngipas badannya dengan topi yang sejak tadi nangkring di kepalanya. Yusuf berdehem pelan. Seolah ingin memberi tahu bahwa ada orang di sekitar mereka.

Hasna kembali memalingkan mukanya. Membuang semua kekesalannya dalam hati. Sebuah pesan masuk ke ponsel Hasna. Yusuf meliriknya sekilas saat Hasna mulai tersenyum dan langsung membalas pesan yang masuk itu.

Ada rasa penasaran di hati Yusuf, hanya saja, gengsinya benar-benar besar saat ini. Sebenarnya, ia pun merasa aneh dengan sikapnya hari ini.

Seolah-olah ini bukan dirinya. Tak pernah sekalipun ia kepo pada urusan orang lain. Tak pernah sekalipun ia mencoba untuk masuk ke dalam suasana canggung seperti tadi. Tapi Hasna, sudah merubah semuanya.
Yusuf menyeruput jusnya cepat. Tak ada yang tersisa dalam gelasnya.

"Ayo pulang, aku sudah selesai!" ujarnya kemudian.

"Loh, punyaku masih banyak!" cegah Amar.

"Bawa pulang aja!"

"Mana mungkin Suf, malu ah, masa udah digelasin minta di packingin?"

"Ini udah kelamaan tau!"

"Salah siapa kamu ikut? ha, ha," gelak Amar.

Yusuf tersenyum, mengiyakan ucapan Amar. Benar, hari ini tak ada yang mengajaknya. Ia hanya tak ingin meninggalkan Hasna berdua saja dengan laki-laki yang bukan mahromnya. Padahal itu adalah hal yang paling tidak di sukainya.

*****

"Bund, emang mau berapa lama lagi sih kita di sini?" Hasna mengekor di kamar bundanya.

"Tumben kamu pingin cepet pulang? Biasanya juga paling betah."

Bundanya balik bertanya seraya melanjutkan pekerjaannya memasukkan baju-baju yang baru saja selesai dilipatnya ke dalam lemari.

"Itu kan karena Hasna belum tau sifat si Ucup!" gumamnya lirih.

"Kenapa?" bunda menaikkan suaranya.

"Hasna pingin kuliah di tempat Kak Amar aja!"

"Kenapa? Bukannya kamu antusias banget pas disuruh ngelanjutin di pesantrennya Yusuf?"

"Gak ah, Hasna pingin suasana baru juga, Bunda! Masa di pesantren mulu!"

"Kamu baru tiga tahun di pesantren. Lihat tuh Yusuf! Dia mulai SMP sudah di pesantren. Makanya dia beda sama kamu!"

Rahasia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang