"Weh, yang dapat pinangan dari kyai. Selamat, ya!"
Seseorang menepuk lengan Yusuf yang tengah menikmati malam di teras wisma. Pria bersarung khas santri itu mengambil tempat duduk di sampingnya. Ikut bersila lalu menatap ujung halaman.
"Hoax tuh!" sahut Yusuf sambil tersenyum.
"Rame tuh di belakang."
"Siapa?"
"Kabar perjodohan kalian lah. Mungkin sudah sampai juga ke asrama putri."
Senyum Yusuf hilang seketika. Jika kabar itu benar-benar sudah sampai ke asrama putri, bukan tidak mungkin Hasna akan bertanya kebenaran kabar itu padanya besok. Bisa mampus dia kalau gak bisa jawab.
"Dih, yang lagi tegang mau jadi wakil pengasuh. Ha, ha."
Ajis nama pria di sampingnya yang kini tengah terkekeh sambil menggodanya.
"Gak lucu, ah. Kyai tadi cuma nanya. Perumpamaan. Bukan meminang."
"Ya kalaupun meminang kenapa, Suf? Toh Ning Hida sudah siap untuk dinikahi sepertinya."
"5, Jis! Gak pernah aku membayangkan hal itu."
"Justru karena itu, gak usah dibayangkan! Langsung aja diterima pinangannya."
"Duh sudah dibilangin bukan pinangan. Lagian siapa sih yang hobi banget nyebarin berita gak bener itu? Perasaan tadi gak ada orang lain lagi di dhalem."
Yusuf masih sedikit kesal melihat Ajis yang masih saja terkekeh di sampingnya.
****
"Dari tadi yang ditulis diary mulu! Tugas yang dari ustad Yusuf udah belum?" tanya Ismi.
Hasna menutup diarynya lalu menggeleng."Astaghfirullah, Hasna. Gak malu apa kalau terus-terusan bikin masalah di depan ustad Yusuf?"
Ismi menggelar selimut di sampingnya, siap untuk tidur."Ismi, boleh tanya sesuatu gak?"
"Apa?"
"Ning Hida itu orangnya gimana sih?"
Ismi menggaruk dagunya pelan, memasang ekspresi berfikir dengan bola mata mengarah ke arah atas. Suasana koridor asrama yang sudah temaram, dan banyaknya para santri yang sudah terlelap dalam tidur, tak bisa membuatnya langsung menjawab pertanyaan Hasna.
"Jawab dong!" Hasna tampak tak sabar.
"Ya ... baik lah pastinya."
"Selain itu?"
"Cantik, kamu sudah pernah ketemu pas ngisi pematerian di aula kemarin."
Hasna mengangguk-anggukkan kepalanya. Benar, Ning Hida memang sangat cantik. Kulitnya putih terawat. Meski hidungnya tak sebangir Hasna, tapi tetap terlihat sempurna pada wajahnya yang tirus.
Pakaiannya selalu terlihat lebih lebar dari ukuran tubuh. Itu karena ia tak ingin lekuk tubuhnya terlihat oleh siapapun. Apalagi laki-laki yang bukan mahrom. Anggun dan sangat berbeda jauh dengan Hasna yang meskipun telah dibalut dengan pakaian syar'i, sikapnya masih tidak bisa dibilang anggun.
"Aku besok gak masuk aja," putus Hasna.
"Loh, kenapa?" Ismi yang semula sudah menutupi kakinya dengan selimut, urung merebahkan tubuh di atas alas tikarnya.
"Males, ih! Bilang aja aku sakit, gitu."
"Ish, hati-hati sama ucapan! Itu bisa jadi doa loh! Lagian besok itu waktunya simulasi digital. Kamu belum pernah denger killernya pak 'Wiji kan? Bisa gak lulus kamu semester ini kalau pertemuan pertama aja udah bolos."
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia [Terbit]
RomanceRasa yang dimiliki Hasna Mutia untuk Kakak Sepupunya Yusuf Muhammad, ternyata tak mendapat balasan seperti yang dia inginkan. Walau itu hanyalah presepsi yang dia simpulkan sendiri setelah melihat sikap Yusuf yang terkesan menghindarinya. Hingga per...