31 - Rahasia Yusuf

2.6K 408 30
                                    

Bismillah ...
Selamat membaca
------------------------------------

Yusuf berdiri di depan papan informasi. Ia tengah membaca deretan nama-nama mahasiswa dan mahasiswi yang mengikuti berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler. Sebenarnya dia tengah mencari satu nama di deretan nama-nama itu, Hasna mutia.

Alisnya bertaut saat mendapati nama itu berada pada kolom fotografi. Yang mana Koordinator kegiatannya adalah Aditya. Ponsel Yusuf bergetar, ada telepon masuk untuknya.

"Assalamu'alaikum," ucapnya setelah menggeser tombol berwarna hijau ke arah kanan.

"Kamu pulang bentar deh!" Suara di seberang.

"Kenapa?"

"Eyang habis jatuh. Oya, bawa Hasna juga!"

Belum sempat Yusuf bertanya apa penyebabnya dan bagaimana kondisi eyangnya, Amar yang menelepon sudah langsung menutup teleponnya. Cepat Yusuf mendatangi lokasi kampus bagian KPI. Meminta tolong mahasiswa yang bertugas menjadi operator radio kampus untuk memanggil nama Hasna.

Beberapa menit kemudian, Hasna dan Ismi datang sedikit tergopoh ke ruangan KPI. Sedikit bingung karena dia pikir yang memanggilnya adalah Aditya. Ternyata Yusuf.

"Kamu bisa minta ijin sendiri sama bu nyai?" tanya Yusuf to the point.

Kening Ana mengernyit. Sementara ada tanda tanya besar di benak Ismi mendengar pertanyaan Yusuf yang tiba-tiba saja pada Hasna. Begitu juga dengan beberapa anak KPI yang masih stay di ruangan itu.

"Ijin kemana?" tanya Hasna kemudian.

"Ke rumah."

"Buat apa?"

"Pokoknya ijin pulang aja, sekarang!"

"Mana bisa? Kan harus ada alasan yang jelas."

Yusuf tampak berfikir sejenak. Suasana hening seketika, hanya bunyi musik dari salah satu sholawat Firhas yang terdengar sayup di pengeras suara. Seolah semua orang yang di sana tengah memasang telinga untuk mendengar jawaban Yusuf.

"Hasna, eyang jatuh."

Hasna hampir saja terjerembab jatuh. Beruntung Ismi dengan sigap menangkap tubuhnya. Tak hanya Ismi, para mahasiswa yang ada di ruangan KPI mulai menarik kesimpulan tentang hubungan Hasna dan Yusuf.

****

Ismi mengantar Hasna menuju dhalem pengasuh. Dia tak banyak bertanya karena melihat Hasna yang masih tampak shock karena kabar dari Yusuf. Segala pertanyaan tentang siapa Yusuf bagi Hasna masih berputar di kepalanya. Antara bersaudara, bertetangga, atau memang ada hubungan khusus di antara keduanya.

Ning Hida keluar dari ruang tengah, sepertinya ia hendak pergi ke suatu tempat. Melihat penampilannya yang terbilang sangat rapi dan modis. Langkahnya terhenti saat melihat Hasna duduk bersimpuh di ruang tamu bersama Ismi. Kaki itu kemudian berbalik menuju mereka berdua.

"Kalian kenapa ke sini?"

Ning Hida sedikit melirik pada kartu prosedur ijin yang sudah tertanda tangani semua.

"Siapa yang mau minta ijin?" tanyanya lembut.

"Ini, Ning. Hasna mau minta ijin pulang." Ismi mencoba menjawab pertanyaan Ning Hida yang ikut bersimpuh di dekat Hasna.

"Kenapa? Apa ada masalah?" tanyanya lagi.

"Iya, emh ... eyangnya jatuh, katanya." Masih Ismi yang menjawab pertanyaan Ning Hida.

"Astaghfirullah, bener? Eyang ustadz Yusuf juga berarti?"

Pertanyaan Ning Hida sukses membuat Ismi tak bisa mengatupkan mata dan mulutnya. Terjawab sudah apa yang ada di pikirannya. Jadi Yusuf dan Hasna adalah saudara.

"Ustad Yusuf sudah tahu?" Ning Hida meminta kartu di tangan Ismi dengan mengulurkan tangannya.

"Sampun, Ning. Ustadz Yusuf tadi yang ngabarin."

Hasna masih menundukkan kepalanya. Menyembunyikan bening kristal yang sudah sejak tadi di tahannya. Meski hanya dua kali dalam setahun ia bertemu dengan sang eyang, kedekatannya dengan lelaki sepuh itu tak bisa dianggap remeh. Bahkan, saat eyang putrinya masih hidup, Hasna selalu meminta untuk bisa tidur bersama mereka setiap bertemu.

Hasna adalah cucu perempuan pertama bagi mereka. Cucu perempuan yang sangat mereka tunggu. Jadi wajar, jika kasih sayang mereka jauh lebih besar pada Hasna dari pada pada cucu-cucunya yang lain. Salma adalah cucu perempuan kedua di keluarga itu. Namun sayang, saat Salma lahir, eyang putri sudah lebih dulu berpulang.

"Oh." Ning Hida mengambil bolpoint dari tasnya dan langsung menorehkan tintanya di kolom ijin pengasuh.

"Ini. Oya, Hasna pulang sama siapa? Apa mau saya antar?" tanya Ning Hida penuh perhatian.

"Ndak usah, Ning. Kak Yusuf mungkin sudah nunggu di depan."

"Oh ya sudah kalau begitu. Hati-hati, ya!" Ning Hida mengelus pelan lengan Hasna.

Ismi mengajak Hasna undur diri. Mereka beringsut dengan lutut hingga ke pintu, lalu berjalan dengan mundur perlahan hingga sosok Ning Hida berjarak beberapa puluh langkah dengan mereka. Baru kemudian mereka berbalik dan bergegas menuju kantor pesantren untuk menukarkan kartu ijinnya.

"Ada banyak hal yang ingin aku tanyain sama kamu, tapi nanti saja. Kalau kamu sudah balik ke sini!" bisik Ismi di tengah perjalanan mereka menuju parkiran.

Yusuf sudah terlihat menunggu di samping mobilnya. Hasna melambaikan tangan pada Ismi yang hanya bisa mengantarnya hingga ke pintu gerbang. Selanjutnya Hasna harus menyerahkan kartu ijinnya terlebih dahulu pada petugas keamanan yang berjaga di luar gerbang. Baru kemudian ia menghampiri Yusuf.

Yusuf pun tampak menganggukkan kepala pada petugas keamanan yang berjaga. Seolah mereka sudah saling kenal. Tanpa bertanya tentang hubungan mereka berdua, petugas keamanan itu malah tersenyum sambil membalas anggukan kepala Yusuf.

****

"Emangnya eyang jatuh di mana? Terus kondisinya gimana sekarang?" cecar Hasna saat mereka sudah di dalam mobil.

"Aku juga gak tahu. Tadi Amar hanya telepon, minta kita pulang karena eyang jatuh."

"Kenapa Kak Yusuf gak coba tanya?"

"Udah diputus teleponnya sama Amar tadi."

"Ya udah, mana hape Kak Yusuf?"

"Buat apa?"

"Buat telepon orang rumah lah."
Yusuf tampak kikuk. Mana bisa ia menyerahkan hapenya pada Hasna.

"Udah, gak usah khawatir gitu. Ini juga udah perjalanan pulang 'kan?" Yusuf berusaha mencari alasan.

"Tapi kan masih sejaman lagi nyampeknya."
"Iya, sabar aja!"

"Kenapa sih? Cuma pinjem hape buat nelpon doang. Bukannya mau ngecek ada apa aja di dalamnya."

"Tau, tapi hape itu barang pribadi orang."

"Ah tau deh, terserah."

Hasna bersedekap. Ia melempar pandangan keluar jendela mobil yang terbuka.

"Pasti ada rahasianya, pasti dia nyimpen foto cewek lain, atau jangan-jangan dia chat an sama Ning Hida. Cih, mana ada privacy di antara suami istri? Dasar gak bisa setia. Buat apa nikah kalau masih main rahasia-rahasiaan coba." Hasna menggerutu kecil, sedangkan Yusuf hanya sesekali melirik Hasna dengan perasaan tak nyaman.

Pasti Hasna salah paham, batinnya sambil terus berusaha fokus pada jalan di depannya.

****

Mau mudik dulu, jadi jangan nagih dulu nggeh ☺️💚

Rahasia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang