40 - Hal Tak Terduga

3.4K 529 118
                                    


"Kak Amar beli es krim dulu, ya!" tawar Amar seraya bangkit dari duduknya.

"Gak mau, dihapus dulu foto Hasna di situ."

"Gak, ah. Buat kenang-kenangan aja. Nanti, Kak Amar, jadikan lock screen."

"Dih, apaan? Gak baik tahu, nyimpen foto istri orang."

"Haha, Kak Amar lebih milih nyimpen foto adik sepupu dibanding foto istri orang," elak Amar.

"Sama aja!"

"Beda, lah."

"Apa bedanya, coba?"

"Kak Amar, gak pernah nganggep Hasna, istri dari Yusuf!"

Raut wajah Amar begitu serius menatap Hasna. Tak ada senyum jail atau tatap mata menggoda Hasna di sana. Ia berdiri di tempatnya sambil menatap Hasna tanpa bergerak.

Satu persatu detik jam tangan di lengan Hasna terdengar begitu keras. Seolah ikut menghitung detak jantung pemiliknya yang berdetak sesuai irama. Menatap sedikit bingung pada wajah tampan kedua di keluarga besarnya itu.
Tangan Amar seketika mendarat di atas ubun-ubun Hasna. Mengelusnya sedikit gemas. Mungkin jika Hasna tak berjilbab, Amar akan langsung mengacak-acak rambutnya.
"Hasna, 'kan emang adik sepupu, Kak Amar!"
Menyentak gadis mungil itu dari pemikirannya yang sempat ke mana-mana tadi. Desisan kecil terdengar dari bibir Hasna lengkap dengan bibir yang sedikit tertekuk.

"Haha, emang tadi mikir apa?" kali ini Amar mulai menggoda.

"Tau, ah! Es krim Hasna harus yang besar pokoknya."

"Ah, siaaap!" Amar bergegas menuju mobilnya, lalu membukakan pintu depan mobil untuk Hasna.

****

Yusuf berdiri di teras dengan gelisah. Pasalnya, sudah hampir dhuhur tapi Hasna masih belum juga kembali. Sang ibu, Mira, sudah menjelaskan bahwa tadi Amar menelepon, meminta ijin untuk membawa Hasna berjalan-jalan sebentar di luar. Namun, justru karena Hasna pergi bersama Amar lah yang menjadi alasan Yusuf tidak tenang.

Jika Yusuf menelepon Amar, akan terlihat bahwa dirinya terlalu pencemburu. Karena Hasna sendiri masih saja tidak membawa hapenya saat keluar. Rasa bersalah yang tadi sempat muncul karena telah melontarkan kata-kata yang mungkin menyakiti Hasna, kini malah berubah menjadi kekesalan yang teramat besar.

Otaknya seolah-olah memutar rekaman suara hatinya berulang-ulang. Kenapa Hasna selalu mencari perhatian dari laki-laki lain? Kenapa Hasna tidak mencoba untuk berdebat dengan dirinya? Kenapa Hasna tidak mengejarnya ke kamar dan menanyakan apa keputusannya? Kenapa Hasna malah dengan gampangnya pergi bersama dengan laki-laki lain di setiap mereka ada masalah? Begitu seterusnya, hingga mobil Jazz berwarna kuning milik Amar memasuki pekarangan rumahnya.

Masalah satu belum selesai, sekarang malah nambah dengan masalah yang baru. Surat yang sudah dia kirim ke Hasna belum sempat dibahas, sekarang malah bertambah dengan datangnya Aditya. Hatinya makin kesal, saat waktu yang seharusnya digunakan untuk menjelaskan semuanya, malah digunakan untuk bersenang-senang dengan Amar.

Yusuf melipat dua tangannya di depan dada. Tatapanya terus menatap tajam pintu mobil Amar yang masih belum terbuka. Sementara di dalam mobil, Amar menunjuk Yusuf dengan dagunya sambil berkata, "Hasna sudah ditungguin, tuh!"

"Ish, pasti mau marah-marah lagi," jawab Hasna lirih sambil membuat seat belt-nya.

Amar tersenyum mendengar jawaban Hasna. Tangannya ikut membuka seat belt dan keluar dari mobil. Mata Hasna sedikit menyipit karena terik matahari yang cukup menyengat, pandangannya menghindar dari tatapan Yusuf.

Amar membuka bagasi mobilnya, mengeluarkan beberapa paper bag dan kantong plastik dari sana. Sementara Hasna, masih belum beranjak dari tempatnya. Ia malah menunggu Amar dan membantu membawakan sebagian barang-barang yang Amar bawa.

Rahasia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang