14 - Kita Harus Menikah

5.5K 580 59
                                    

Rame banget grupnya minta up si Ucup ini, dipikir cerita ini gak bakal ada yg minta up, karena tergilas sama Sequelnya Cinderella Pesantren..

Eeh..
Lama-lama bikin gak tega juga klo udah bilang..
Up
Up
Up
Up..

Oke lah..
Ini sya kasih, tapi jangan nagih terus ya
Minimal 2 minggu sekali lah.😛😛

*******

Seminggu sudah Hasna berada di rumah eyangnya. Malam itu mereka sudah siap membereskan beberapa barang yang akan menjadi buah tangan untuk mereka. Termasuk Hasna yang tengah berada di dalam kamarnya. Melipat satu persatu bajunya, lalu mengepaknya ke dalam koper.

Amar mengetuk pintu kamar Hasna yang tak tertutup. Hasna tersenyum saat melihat siapa yang berdiri di bingkai pintunya.

"Boleh masuk?" Tanya Amar.

"Bolehlah ...." Hasna menjawab namun tetap di tempatnya.

Amar masuk dengan ragu ke dalam kamar Hasna. Ini baru pertama kali buatnya masuk ke dalam kamar itu. Karena selain hanya berkunjung satu tahun sekali ke rumah eyangnya, dia juga tidak pernah kepo akan tempat-tempat yang memang bukan tempatnya. Salah satunya kamar yang di tempati Hasna.

Amar menyodorkan sebuah diary berwarna putih ke hadapan Hasna. Di sampulnya ada nama Hasna yang di lukis dengan cantik dan beragam warna. Mata Hasna langsung berbinar.

"Waah, bagus banget. Kak Amar bikin sendiri?" Tanyanya senang.

Amar tersenyum bahagia melihat ekspresi Hasna. Ia mengangguk.

"Mungkin bisa berguna buat Hasna pas di pondok," ujarnya kemudian.

"Jelas berguna. Hasna akan buat kata-kata yang bagus buat ngisi diary ini."

"Jangan hanya kata-kata, curhatan juga boleh." Amar berusaha menggoda.

"Ha, ha, Kak Amar bisa aja."

Amar melirik ponsel Hasna yang bergetar di sampingnya. Nama yang tertera juga membuatnya sedikit tertawa saat Hasna buru-buru menyembunyikan ponselnya karena tahu siapa yang menelepon. UCUP dengan emot lope lope di sampingnya.

"Jangan ketawa, ih!" Hasna merengut.

"Ha, ha, terima aja dulu. Dia kan calon suami Hasna."

Hasna makin merengut saat Amar menggodanya. Getar di ponsel Hasna berhenti sejenak, lalu kembali bergetar saat Hasna mencoba untuk memukul Amar dengan ponselnya. Masih panggilan yang sama.

"Halo!" Jawab Hasna cepat.

"Keluar." Suara Yusuf cukup tegas.

"Buat apa? Hasna lagi beres-beres."

"Keluar, baru aku kasih tau."

Telepon terputus. Hasna bersungut-sungut kesal sambil melempar ponselnya.

"Kenapa?" Tanya Amar mengulum senyum.

"Tau tuh, makin lama makin nyebelin. Belum juga yang semalem minta maaf, sekarang udah begini lagi."

"Emang dia bilang apa?"

"Disuruh keluar."

"Hasna?"

"Iya, lah, siapa lagi?"

"Ya udah, keluar dulu. Yuk! Kali aja Yusuf mau ngasih hadiah juga buat Hasna."

"Idih, ngarang."

Amar tertawa melihat ekspresi Hasna yang terlihat menggemaskan. Amar beranjak keluar sebelum Hasna. Sementara Hasna masih ngedumel sambil menyelesaikan kerjaannya.

Rahasia [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang