[8] Nenek

3.8K 373 9
                                    

Kriiiiing...

"Baik anak-anak, waktu pembelajaran kita telah selesai. Untuk tugas, kerjakan halaman 168, di kumpulkan besok. Terimakasih." Perintah guru mereka sebelum akhirnya keluar kelas.

Seluruh murid dalam kelas itu langsung gaduh memasukkan buku-bukunya kedalam tas. Tidak butuh satu menit, kelas langsung sepi.

Sebelum Aurel pergi, dia menghampiri Ava dan dengan santainya melemparkan tiga buku tugas. "Kerjain jangan lupa! Punya gue, Kyla, Dea."

Setelah Aurel pergi, Varrel menatap Ava penuh tanda tanya.

"Lo... disuruh kerjakan tugas-tugas mereka, lo mau aja gitu?"

Ava sempat mematung. Tapi segera memasukkan buku dan keluar kelas. Bisa saja nanti Varrel yang menambahi tugasnya.

Varrel menghela sabar. Lagi-lagi dia dianggap angin kentut.

<>

Ava menunduk, menatap kakinya yang berjalan pelan di atas aspal. Kedua tangannya dia genggamkan pada tali penghubung tas. Sepuluh menit telah berlalu semenjak dirinya melangkah keluar sekolah. Dia sama sekali tidak berniat memberhentikan taksi ataupun angkot sekarang. Ava hanya ingin tidak sampai rumah secepatnya. Menurutnya, rumah hanyalah tempat membuatnya gelisah, takut, sedih, apapun itu yang beraura negatif. Di sana dia tidak pernah mendapatkan kasih sayang, hanya mendapatkan kebencian.

Sekarang, Ava tahu harus kemana.

Makam neneknya.




Setelah membeli sekeranjang bunga, Ava memasuki TPU. Kakinya terus melangkah mendekati makam neneknya walau sempat terjatuh karena menabrak seseorang. Tapi dia tidak begitu peduli karena pikirannya telah dipenuhi dengan tujuannya saat ini.

Sebutir air mata menetes melihat makam neneknya yang terlihat tidak terawat. Keluarganya mana peduli dengan makam ini. Berkunjung sekalipun saja tidak pernah. Hanya Ava satu-satunya orang yang masih menyempatkan diri ke sini.

Ava terduduk lemas, tidak peduli lututnya kotor mengenai tanah. Isakan tangis keluar dari mulutnya. Perlahan tangannya mengusap gundukan tanah dihadapannya. Menyingkirkan beberapa tangkai sampah yang tidak berguna, menggantikannya dengan bunga bewarna indah yang Ava taburkan dengan gemetar.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Air mata mengucur deras membasahi pipinya. Tangannya yang hampir lemas, meraba ukiran kayu yang terpahat. Dia hanya bisa menangis jika sedang merindukan seseorang.

Nek... Nenek apa kabar di sana? Perempuan sebaik nenek pasti diterima disisi tuhan, amin. Kehidupan Ava di sini gak berubah kok nek. Sama kayak dulu sebelum nenek pergi. Masih dipanggil rongsokan. Ava tersenyum miris di tengah-tengah membatin.

Kenapa orang yang sayang sama Ava begitu cepat meninggalkan Ava? Jujur, Ava kesepian nek. Tapi kadang Ava berpikir, mungkin ini memang jalan takdir Ava. Tuhan mau ngasih Ava cobaan bertubi-tubi karena Tuhan percaya, Ava adalah orang yang tepat untuk mendapatkan itu semua. Mungkin ini adalah bekal untuk Ava menghadapi kekerasan dunia nanti, kan Ava perempuan kuat! Seperti yang pernah dulu nenek bilang, hihi. Ava terkekeh sembari mengontrol isakannya.

Maaf , Ava jadi nangis dihadapan nenek.

Salam buat tuhan ya nek, bilang ke tuhan permintaan maaf Ava karena Ava masih menjadi hambanya yang lemah. Ava sayang kok sama nenek, papa, mama, kakak, Lidya, semua orang yang pernah nyakitin Ava. Entah kenapa Ava tidak bisa membenci mereka.

Rintik-rintik hujan mulai memecah keheningan. Hujan turun begitu cepat seperti mewakilkan apa yang Ava rasakan.

Ava menghadapkan telapak tangannya ke arah langit. Merasakan setiap tetes air hujan yang turun bersamaan dengan air matanya.

"Hiks... Hiks... Hiks..." Isakannya semakin menjadi-jadi. Ava menutup kedua matanya menggunakan telapak tangan. Kepalanya makin merunduk setiap tangisan yang dia keluarkan.

Nek, doain Ava ya... Semoga Tuhan hadirkan seseorang yang bisa sayang sama Ava, yang bisa menemani Ava ketika sedih, yang bisa menjadi tempat keluh kesah Ava ketika rapuh, dan yang bisa menuntun Ava berubah untuk bisa menghadapi dunia yang kejam.

Zleb.

Ava merasa sekitarnya berubah tiba-tiba. Dirinya memang masih bisa mendengar suara derasnya hujan, namun dirinya sama sekali tidak merasakan ada air yang membasahi tubuhnya.

Semua terasa lenyap, hilang.

<>

Instagram: writerrz_

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang