[20] Rumit

2.7K 291 3
                                    

"Kenapa tadi lo gak dateng pas gue minta contekan hah!" Lidya menggenggam kerah seragam Ava erat, mendorong sang empu hingga terbentur dinding.

Ava memejamkan mata sambil meringis. Tadi dia juga sedang ulangan. Dia mencoba untuk tidak menjawab pesan Lidya yang menyuruhnya ke toilet untuk memberi contekkan. Sekali-kali dia juga ingin free, fokus mengerjakan soalnya sendiri. 

Entah nyali dari mana Ava berani senekat itu.

Bel pulang sekolah sudah sepuluh menit yang lalu berbunyi. Tadi sebelum Ava pulang dia menyempatkan ke toilet karena ada panggilan alam.

Eh sialnya saat keluar, Ava bertemu Lidya. Langsung saja kondisinya seperti ini.

"Jawab!" Desak Lidya. "Gara- gara lo, nilai gue jadi dua puluh tahu gak!"

"Ma-maaf, A-Ava tadi gak lihat HP," alibinya.

"Halah bohong! Lo kira gue gak tahu? Kalau——"

"A-Ava juga ada ulangan," jawab Ava cepat.

Lidya melotot. Oh... nyari maut anak ini!

"Udah berani balap nilai gue ya? Takut? Takut sama papa? Atau iri? Sama gue yang selalu dimanj——"

"Ava?" 

Tiba-tiba suara lelaki memutus amarah Lidya yang baru saja ingin ngelunjak. Tangan yang sudah melayang di udara siap menampar Ava, kini jadi mendaratkan di pundak Ava.

"Eh, kak Varrel," sapa Lidya malu-malu. Ekspresinya langsung berubah drastis, dari galak sampai kecentilan.

"Kalian ngapain di sini?" Varrel mengerutkan dahi.

"Ki...ta lagi... ngobrol kok, ya?" Lidya mulai memakai 'topeng'-nya——Dirangkulnya Ava bagai seorang sahabat. Meski dalam hati ingin muntah.

Ava tertegun, seumur hidup baru kali ini adiknya berani merangkulnya.

"Lo... Lidya kan ya?" Varrel menunjuk berusaha mengingat perawakan Lidya. 

Varrel cukup tahu karena Lidya adalah salah satu anak famous di sekolahnya. Dan juga, dia ingat karena cewek inilah yang membuatnya risih akibat spam chat-nya

"Iya!" cetus Lidya girang. Namanya diingat oleh pujaan hatinya!

"Lo siswi kelas sepuluh kan?" Tanya Varrel lagi.

"Iya!" Seru Lidya tambah gembira. Bukan hanya nama ternyata! Tapi doi-nya juga tahu kelasnya!

"Kok lo berani sih sama kakak kelas lo?" Kini Varrel menunjuk Ava yang menunduk dirangkulan Lidya.

"Eummm, ki-kita sahabatan! Iya kita sahabatan! Makanya dekat! Ya kan sahabat?" Lidya menoleh tersenyum ke arah Ava. Dia ingin terlihat baik di depan Varrel, agar lelaki itu bisa menyukai dirinya.

Merasa tidak ada jawaban, gigi Lidya bergemerutuk. Dia menendang kaki Ava. Jawab!

Ava yang merasa kakinya nyeri langsung mengangguk cepat.

Varrel tahu ada yang tidak beres. Dia langsung menggenggeam tangan Ava dan menariknya pergi. "Pulang, ayok."

Dan itu membuat kebahagiaan Lidya hancur. Dia memanggil Varrel berkali-kali, tapi lelaki itu tidak memedulikannya. Dasar si kampret Ava pengganggu!


"Lo diapain sama dia?" tanya Varrel pada Ava yang masih menunduk.

Ava diam, menggeleng pelan.

"Gue yakin tadi lo lagi gak baik-baik aja." 

Bosan menunggu jawaban, Varrel memberhentikan langkahnya. "Va, gue nanya serius."

Ava ikut memberhentikan langkahnya. "Yaudah sih, kalau gue tadi lagi gak baik-baik aja emang kenapa? Masalah buat lo?" ketusnya.

"Masih ada Lidya pem-bully lo setelah Aurel? Sini biar gue kasih pelajaran tuh anak―" Varrel yang sudah siap memutar badannya, langsung ditahan Ava.

"Gak, usah," ucap Ava penuh penekanan.

"Biar dia kapok Va, lo gak pantas diginiin terus."

"Gue bilang gak usah!" Lama-lama Ava bisa naik pitam juga nih.

"Y-ya okee, makasih dengan niat baik lo yang mau bantu gue. Tapi cara lo ini gak akan nyelesaiin masalah!" cetus Ava.

"Coba aja dulu, siapa tahu bisa."

"Lidya gak akan pernah sama dengan Aurel!" 

"Hah? Mereka berdua kan sama-sama pembull―"

"Pokoknya, gak usah jahatin Lidya dengan ide lo——"

"Gue gak berniat jahatin dia. Gue cuman pengen bilang ke Lidya, untuk berhenti rundung——"

"Lo kira berhentiin perundung semudah itu?" Ava berkata lirih namun sebenarnya itu sangat tajam. "Lo baik sama gue aja udah cukup."

"Lo gak tahu hidup gue! Jadi gak usah sok ikut campur!" Ava ingin pergi namun tangannya masih dicekal.

"Oke sorry. Tapi seenggaknya lo cerita sama gue ada apa dengan lo. Siapa tahu gue bisa bantu―"

"Gak usah terimakasih."

"Siapa tahu bisa lega?"

"Lo gak perlu dengar cerita hidup gue!"

"Kenapa git—"

"KARENA LO GAK AKAN NGERTI KEHIDUPAN RUMIT GUE!"

<>

Instagram: writerrz_

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang