[45] Matematika

2.2K 274 6
                                    

"Wih parah! Ini kakak kelas yang cantik itu kan?"

"Bisa-bisanya videonya sampai bocor!"

"Mampus nih kalau ketahuan kepsek!"

"Pak Somed lihat ini, habis genk mereka!"

"Yang videoin pinter juga."

"Padahal gue juga pernah nge bully Ava, untung gak ketahuan."



<>

Sehabis membeli minum di kantin, Ava dibuat bingung dengan tatapan orang-orang sekitarnya yang antusias menatap ponsel mereka sambil bergumam pada teman di sebelahnya. Entah mengatakan apa, Ava pun tidak tahu. Yang jelas hampir semua wajah mempetlihatkan keterkejutan. Dia juga sempat berpapasan dengan Aurel. Tapi ketika tatapan mereka beradu, Aurel malah menunduk mempercepat langkahnya. Perempuan itu memakai sudah tas sekolah padahal ini baru jam istirahat. Walaupun Ava bingung, tapi dia abaikan saja karena masih ada rasa kesal atas perbuatan Aurel semalam.

Sesampainya Ava di kelas, dia duduk di bangku dan menatap lelaki di sampingnya yang juga sedang fokus melihat ponsel.

"Orang-orang pada nonton apa sih?"

"Lo belum tau?" Varrel mengangkat alis.

Ava menggeleng.

"HP lo mana?"

"Ketinggalan."

Varrel memperlihatkan layar ponselnya dan menunjukkan sebuah video. Ternyata isi video itu adalah rentetan kejadian saat Ava dirundung Aurel, Kyla dan Dea di ujung lorong. Yang saat itu diam-diam Varrel rekam.

Saat video habis, Ava bertanya, "Terus kenapa sama videonya?"

"Gue posting, laporin ke pak Somed."

Fyi, Pak Somed adalah kepala sekolah mereka.

Ava langsung melotot kaget. Pasalnya dia takut hukuman Aurel akan bertambah berkali-kali lipat. "Kenapa lo berani?!"

"Cih, perihal anak tokek ngapain takut?" Varrel mengedikkan bahu acuh.

"Terus mereka gimana sekarang?"

"Di-drop out."

Ava tidak bisa menahan senyum miringnya. Hari ini adalah hari terbahagia di hidupnya!

Notif HP Varrel berbunyi, untuk setelahnya Varrel langsung murung menatap layar handphonenya.

Merasa peka, Ava bertanya kenapa.

"Bunda gue sakit," gumam Varrel lesu.

"Hah?" Ava agak shock.

"Bunda gue sakit, dan gue gak bisa mencukupi biaya rumah sakit," Varrel berkata jujur.

"Gue bisa bantu kok. Berapa yang lo butuhin?" Yang ada di pikiran Ava sekarang adalah kartu kreditnya. Dia yakin, nominal di dalam kartu itu akan mencukupi kebutuhan Varrel.

Seratus persen, jika Varrel di tawarkan pun dia tetap tidak akan menerima. "Maaf sebelumnya, tapi gue gak mau pake uang hasil bokap lo."

Bel berbunyi, pak Hendi terlanjur masuk kelas memotong obrolan mereka.

Pelajaran matematika bersama guru killer pun dimulai.

<>

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang