[32] Apartemen

3.2K 270 13
                                    

Ava mengernyit saat Keenan memarkirkan mobilnya di depan gedung yang menjulang tinggi. Bukankan seharusnya mereka berhenti di depan rumah?

"Turun." Suruhan Keenan berhasil membuat lamunan Ava terhenti.

Ava masih diam. Dia ragu akan ucapan Keenan. Kalau tiba-tiba kakaknya berbuat jahat bagaimana?

Keenan menghela napas kasar. "Setelah apa yang terjadi, lo masih berani pulang ke rumah?"

Ava berhasil tercenung.

"Udah makanya cepat turun! Turutin permintaan gue."

Mau tidak mau akhirnya Ava keluar juga. Mereka pun masuk ke dalam gedung atas suruhan Keenan. Barulah di situ Ava tahu bahwa gedung ini adalah Apartemen.

Keenan membawa Ava ke lantai sebelas dengan lift. Sepanjang jalan mereka hanya diam. Tidak ada yang berani membuka suara.

Setelah sampai, Keenan membuka pintu nomor 113, dan mereka masuk.

Kamar apartemen itu terlihat minimalis namun berkelas. Ada ruang tengah yang di lengkapi sofa dan TV,  dapur, dua pintu kamar, satu pintu kamar mandi dan balkon.

Tapi dari tadi pertanyaan Ava cuman satu. Sejak kapan Keenan punya apartemen?

"Lo bisa tidur di sini." Keenan membuka sebuah pintu, dan terlihatlah kamar dengan nuansa putih abu.

Ava ragu-ragu berjalan masuk. Di kamar ini ada kasur king size, beberapa poster futsal dan rumus-rumus matematika di dindingnya. Sepertinya ini kamar Keenan.

"Sementara, lo boleh nempatin apartemen gue dulu."

Ava langsung menoleh. Terus Keenan nanti tidur mana?

"Gue tidur di sofa," timpal Keenan mengerti raut wajah Ava sebelum akhirnya pintu tertutup.

Ava duduk di pinggir kasur. Suasana kini terasa asing baginya. Dari merawat Ava di rumah sakit, sampai rela meminjamkan Apartemennya, apakah benar ini semua perlakuan Keenan?

Tiba-tiba Ava menunduk lesu. Tak sengaja teringat dengan perkataan papanya, dia merasa tidak pantas saja menerima semua kebaikan ini dari kakak 'tiri'-nya.

Seketika perasan cemas muncul. Dia tidak yakin Keenan benar-benar sedang baik padanya! Kalau kakaknya berniat jahat bagaimana? Ditambah baru-baru ini Ava pernah mendengar berita tentang kakak yang memperkosa adiknya sendiri. Hih, amit-amit! Mending Ava kabur saja! Dia tidak akan semudah itu menaruh kepercayaan pada orang yang asing selama sepuluh tahun hidupnya!

Perlahan Ava membuka pintu untuk bernapas lega saat melihat ruang tengah apartemen sudah gelap. Itu berarti, kakaknya sudah tidur bukan?

Baiklah, kalau begitu akan Ava cek. Benar saja, Keenan sudah terlelap di sofa dengan selimutnya. Dia menarik napas dalam-dalam untuk menyiapkan nyali melangkah keluar kamar.

Saking cepatnya Ava ingin segera kabur, dia sampai lupa jalan. Tak sadar dirinya malah keluar melewati pintu belakang apartemen. Sekitar begitu sepi saat dia keluar. Gadis itu mempercepatkan langkah saat dirasa buluk kuduknya berdiri. Dia memeluk dirinya karena udara malam sungguh menyengat tubuhnya yang hanya memakai piyama tipis.

Dari jauh terlihat seorang lelaki paruh baya berjalan dengan oleng. Sepertinya lelaki itu sedang, mabuk?

Ava menunduk, berusaha menghilangkan pikiran yang tidak-tidak. Dia mengambil langkah seribu.

Saat lelaki itu berpapasan dengannya, tiba-tiba badannya langsung disergap.

Ava berusaha berteriak, namun pelukan pria ini terlalu keras sehingga membuat suaranya tercekat. Tidak butuh waktu lama, pria ini berhasil membuat perasaannya campur aduk. Perutnya mual mencium bau alkohol yang menyengat, di sisi lain juga dadanya terasa sesak. Dia pun tidak bisa memberontak. Tangan kekar pria ini membuat tenaganya terkuras. 

Dengan pandangan yang sayup pria itu memandang wajah Ava. Tatapannya jatuh kepada bibir ranum gadis itu. Tak bisa menahan hasratnya, dia langsung memajukan kepalanya.

Untungnya secepat kilat Ava mengalihkan pandangan, sehingga bibir pria itu mendarat pada lehernya. Seketika air mata mengucur deras membasahi pipinya.

Merasa belum puas dengan gairahnya, pria itu mendorong tubuh Ava hingga terdesak di tembok.

Krek!

Baju Ava di robek dengan ganas.

Ava yang sangat terkejut spontan melindungi dadanya dengan lengan. Dengan sesunggukkan, dia berusaha memberontak saat pria itu memeluk dan mengelus perutnya sensual. Tapi itu tidak mempan.

Sambil menghisap leher Ava, tangannya yang nakal merambat untuk membuka kaitan bra.

Bugh!

Dalam sekejap pria itu telah tersungkur di tanah.

Keenan yang membuat pria itu teler di tanah.

Tadi sebenarnya dia belum tidur. Mendengar suara pintu bergerak, Keenan tahu Ava sedang berusaha kabur. Dia pun menguntit langkah Ava, namun di tengah jalan sempat kehilangan jejak, makanya sekarang dia terlambat datang.

Keenan kembali mendaratkan bogeman hingga pria itu terdampar.

Tak butuh waktu lama pria itu langsung lari terbirit-birit.

Napas Ava naik turun tidak beraturan, meski akhirnya dia bisa sedikit bernapas lega. Dia tambah erat melingkupkan tangannya di dada. Udara malam yang dingin serasa menusuk kulitnya. Terlebih kondisinya hanya setengah baju.

Keenan menempelkan kedua tangannya ke tembok tepat samping telinga Ava.

"LO BISA GAK SIH NURUT SAMA GUE? SEKALI AJA! KURANG BAIK APA GUE UDAH NGASIH LO TEMPAT TINGGAL? UDAH NYELAMATIN LO DARI PAPA, GUE YANG BAWA LO KE RUMAH SAKIT, GUE JUGA YANG DONORIN DARAH GUE SUPAYA LO MASIH HIDUP!"

"Hiks, hiks, hiks..." Ava hanya bisa terisak mendapati kenyataan itu.

"Gue cuman minta lo untuk diam di kamar... Fokus pulihkan diri. Apa itu salah?"

Ava tak sanggup bicara. Dadanya sesak akibat sesunggukkan.

Melihat mata Ava terus mengeluarkan air mata, Keenan jadi merasa bersalah, dia... tidak tega.

Lelaki itu menunduk. Tak sengaja tatapannya jatuh pada tubuh Ava yang tak sepenuhnya tertutup. Astaga! Kenapa dia baru sadar?!

Keenan segera menghempaskan dirinya kebelakang. Berusaha menenangkan napasnya yang bergemuruh.

Beberapa detik kemudian Keenan melepas sweater-nya membuatnya bertelanjang dada. Dihempaskannya kain tebal itu pada Ava, lantas pergi setelah mengatakan sebuah kata.

"Pake!"

<>


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang