[11] Skakmat

3.4K 338 8
                                    

Setelah bel istirahat berbunyi, murid-murid langsung berhambur ke luar kelas. Ava yang tidak lapar, memilih membaca buku di bangkunya.

"Haduh laper nih," sindir Aurel.

"Iya nih, gue juga," Kyla tambah mengompori.

Ava menghela napas. Dasar kehidupan monoton!

Varrel menatap Aurel dan kedua temannya penuh tanda tanya. Tapi kebingungannya itu langsung terjawab ketika Aurel meneriaki nama Ava.

"Beliin gue pangsit! Ingat, GPL!"

Ava segera berdiri. Namun Varrel berhasil menggenggam tangannya.

"Beli sendiri!" ucap Varrel tajam menatap Aurel.

Aurel menganga tidak percaya. Ada ya anak baru yang berani melawannya?

Varrel menarik tangan Ava agar duduk kembali.

"Lo punya kaki juga kan?"

Aurel dibuat berdiri dari bangkunya merasa tertantang.

"Apa urusan lo!" Aurel langsung bersedekap.

"Tuhan ciptain tubuh sempurna buat apa kalau ujung-ujungnya cuman bisa nyuruh orang lain!"

"Emang kenapa? Masalah buat lo?"

Varrel mendengus.

"Ya masalah lah!" Terdengar decitan nyaring dari gesekan kursi karena Varrel berdiri tiba-tiba.

"Gue yang masih punya hati nurani bisa ngerasain kalau Ava tertekan!"

"Emang iya Va?" Aurel menatap Ava yang dari tadi seperti patung bernapas.

Aurel kembali menatap Varrel. "Enggak tuh. Dia diam, berarti nerima aja dong!"

"Ya itu karena lo gak punya hati!"

"Gue? Gak punya hati?" Aurel mengernyit. "Punya kok, nih!" dia membusungkan dadanya. "Mau nyicipin?"

"ANJ--"

Ava langsung menggenggam tangan Varrel yang ingin mengumpat. Wajahnya seolah memohon untuk Varrel memberhentikan semua ini. Dia hanya takut masalahnya akan membesar. Lagian dia tidak apa-apa kok.

Varrel dibuat tambah kesal melihat Ava yang telah keluar kelas menuruti permintaan Aurel.

Aurel dengan kedua rekannya tertawa puas. "Lo lihat kan? Dia itu nggak butuh pembelaan diri lo! Buktinya dia tetap berpihak pada gue tuh. Wleee."

Varrel mengepalkan tangan. Itu pasti karena lo yang ngancam bangsat!

<>

Sesuai perintah Aurel, selang beberapa menit Ava kembali ke kelas dengan kotak makanan. Dia berjalan ke meja Aurel dan menaruh kotak tersebut.

Aurel menahan tangan Ava agar tidak pergi terlebih dahulu. Dia menyerahkan sebuah buku.

"Nih. Tugas biologi gue. Lo kerjain sekarang, gue harus kumpul pas pulang sekolah soalnya."

Ava hanya bisa pasrah. Kembali ke bangkunya, membuka buku milik Aurel berniat ingin mengerjakan.


Tapi tiba-tiba Varrel merampas buku itu lantas melemparkannya ke meja Aurel.

Aurel melotot. Menatap dalang atas terlemparnya buku ini. "MAKSUD LO AP-"

"Kerjain sendiri." Varrel bersedekap menatap ke arah lain. Walau terlihat santai, tapi sebenarnya amarahnya sedang terbakar.

"Lo apa-apaan sih!" Aurel berdiri dari bangkunya.

"Lo yang apa-apaan! Lo gak punya otak apa sampai harus ngandalin orang lain?!" Varrel balas berdiri menatap Aurel sengit.

"Ah iya, gue baru ingat. Kan otak lo bodoh." Varrel memiringkan senyumnya dan kembali duduk santai.

"Eng-enggak kok! Gu-gue gak bodoh! Enak aja lo bilang gue bodoh! Lo kali yang bodoh!" Aurel memalingkan wajahnya sambil bersedekap. Mukanya menahan malu.

"Yaudah, kerjakanlah kalau emang gak bodoh."

Aurel menarik napas tertahan. Bisa di bilang dia skakmat.

<>

Instagram: writerrz_

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang