[53] Tragedi

2.9K 260 51
                                    

"Oke daah..." Rahel melambaikan tangan setelah turun dari motor. "Makasih untuk hari ini."

"Sama-sama, nitip salam buat adik lo ya, semoga cepat sembuh," ucap Varrel sambil balas melambaikan tangan.

"Thanks ya." Lalu hilang dibalik pintu masuk rumah sakit.

Varrel menekan pedal gasnya untuk menjalankan motornya. Malam ini dia hanya mengajak Rahel untuk jalan-jalan ke mall, setelah dia tahu kalau temannya itu sedang terpuruk karena terus merawat adiknya di rumah sakit, yang terkena kanker.


Di tengah jalan, Varrel mendadak memberhentikan motornya. Matanya memicing, dari kejauhan dia melihat punggung perempuan yang memakai seragam SMA Aventha.

Malam-malam begini, memang ada yang baru pulang sekolah? tanya Varrel dalam hati. Dia memajukan motornya agar terlihat lebih jelas. "Ava!"

Buru-buru Varrel turun dari motor.

"AVA!" teriaknya. Tapi gadis dalam pandangannya itu tidak kunjung menggubris.

Yang tambah membuat Varrel heran lagi, gadis itu tiba-tiba berjalan memasuki gedung yang sudah lama tidak beroprasi.

Langkah Varrel sudah terangkat ingin mengejar, tapi tiba-tiba seorang satpam menghadangnya.

"Maaf mas, motornya tolong diparkiran dengan benar."

Varrel mengaduh. "Tapi pak saya harus buru-buru—"

"TIDAK ADA TAPI-TAPIAN! JIKA MOTOR ANDA MASIH SEPERTI INI LEBIH DARI SATU MENIT, AKAN DIKENAKAN DENDA DAN SURAT TILANG!" Lah, satpamnya jadi galak.

"Iya-iya pak, bawel amat."

Varrel segera memarkir motornya dengan benar.

"Nah, udah kan pak?"

Satpam itu mengangguk

Varrel berlari menuju gedung yang tadi dimasuki Ava. Saat masuk dia tidak menemukan apa-apa, dia kehilangan jejak. Lantai itu hanya lenggang. Malah dia merinding menatap sekitarnya yang begitu menyeramkan saat gelapnya malam.

Tapi Varrel bisa melihat ada bekas kaki yang melangkah menuju tangga. Dia pun mengikuti jejak itu.

Sepanjang perjalanan dia terus mempercepat langkahnya karena jantungnya berpacu. Perasaan tidak enak melihat Ava masuk kemari.

Butuh perjuangan sampai di lantai paling atas karena sekarang Varrel ngos-ngosan. Dia menyeka dahi, kini dia sudah sampai di rooftop. Matanya menyapu sekitar untuk sedetik kemudian melotot.

Lelaki itu berlari secepat mungkin. Berusaha tidak mengeluarkan suara dari derap langkahnya. Keringat dingin bercucuran. Hanya langkahnya saat ini yang bisa menentukan nyawa seseorang.

Saat satu detik lagi kaki Ava sepenuhnya menginjak udara...

Varrel berhasil menariknya hingga terduduk.

"LO GILA YA!" Napas Varrel bergemuruh.

Ava membuka mata terkejut.

"KAYAK GINI GAK AKAN NYELESAIIN MASALAH!" Varrel mencengkram bahu Ava kuat-kuat. Tatapan tajamnya ikut rapuh melihat Ava seperti ini.

Tapi Ava tidak kalah rapuhnya. Kondisinya amburadul dengan rambut berantakan dan baju yang kusut. Wajahnya sembab akibat terus mengeluarkan air mata. "Setidaknya setelah gue meninggal gue akan jadi lebih berguna dan gak nyusahin..."

"GIMANA CERITANYA ORANG MATI BISA JADI BERGUNA BEGO! MALAH YANG ADA LO NGEREPOTIN ORANG-ORANG! APA LO GAK MIKIRIN PERASAAN KEHILANGAN KELUARGA LO? APA LO GAK MIKIRIN REPOTNYA ORANG-ORANG HARUS BERESIN MAYAT LO? APA LO GAK MIKIRIN PUSINGNYA REPORTER MELIPUT KASUS LO? SADAR! KAYAK GINI GAK AKAN MENYELESAIKAN MASALAH!"

PelukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang