4. Pertemuan kedua

14.5K 239 0
                                    

Alex menatap langit-langit kamarnya. Membayangkan kejadian tadi pagi. Harusnya ia tidak bersikap seperti anak kecil. Setelah diingat-ingat perempuan bernama Grace itu memang sudah menjelaskan kalau tidak boleh ada kissmark saat berhubungan dengan Maya. Sebelum Grace memberitahunya, temannya juga sudah memberi info di telepon.

Sebenarnya itu permintaan lumrah, beberapa perempuan yang ditidurinya juga meminta hal yang sama. Minimal pesannya tidak boleh ada kissmark di tempat yang terlihat.

Hanya saja tadi Alex sudah sangat menikmati permainan itu. Menyebalkan sekali harus diinterupsi. Dan Ia, seorang Alex, di dorong? Ha. lucu sekali. Seakan Alex sedang bertindak kurang ajar. Padahal jelas sekali pelacur itu juga menikmati permainannya.

Tapi sebenarnya ada yang berbeda dari wanita itu. Ia terlihat seperti liar, profesional, namun juga polos dalam waktu yang bersamaan. Alex masih mengingat sensasi saat lidah wanita itu menari di mulutnya. Bukan permainan yang buruk. Rekomendasi temannya itu benar-benar tepat.

Sial. Alex ingin seks untuk menghilangkan penatnya, tapi penatnya justru bertambah karena wanita itu. Alex penasaran bagaimana rasanya berada di dalamnya. Seperti apa basahnya. Seperti apa hangatnya. Ah sial sial sial. Alex butuh tisu.

******

Miya terbangun jam 6 pagi saat mendengar suara bell pintu. Rupanya Miya kesiangan. Pasti karena kelelahan. Ryan sudah tidak ada di sampingnya dan pintu kamarnya dalam kondisi terbuka. Miya bangun, minum air putih dan menuju pintu depan. Dari jendela Miya mengecek siapa yang memencet bell. Miya segera membukakan pintu.

"Bi Ratih!" Miya senang sekali melihat perempuan setengah baya di hadapannya.

Bi Ratih menyambut pelukan Miya, "Non Miya apa kabar? Maaf ya Bibi kelamaan di kampung."

"Ga papa kok, Bi. Anak Bi Ratih gimana kondisinya?"

Bi Ratih ragu-ragu menjawab, "Sudah sembuh, Non."

Miya yakin, pasti Bi Ratih bohong. Wajahnya masih penuh kekhawatiran begitu. "Bibi yakin? Bi Ratih ga papa kok kalo masih mau jagain anak Bibi. Kerjaan rumah masih bisa Miya  handle."

Bi Ratih memandang lurus ke belakang Miya. Rupanya Ryan menyusul Miya ke depan. "Eh, Bi ratih sudah kembali? Ayo masuk, Bi."

"Sebentar dulu Mas, Miya masih belum yakin.", Miya menahan suaminya. "Bi Ratih, yakin mau kerja lagi? kalau mau balik lagi ke kampung Miya anterin ke terminal ya?"

Bi Ratih melihat Ryan sesekali. "Bibi udah bisa kerja lagi ko Non. Non Miya tenang aja. Anak Bibi udah sembuh."

Miya mendesah, Bi Ratih memang keras kepala.

"Ya udah, Bibi ke kamar saja istirahat dulu , ya. Tadi abis naik bis malam, kan? Pasti capek. Miya bikinin teh manis hangat untuk Bi Ratih." Miya bergegas ke dapur.

Miya membuatkan teh hangat dengan sedikit gula, Bi Ratih mungkin punya diabetes. Miya bangun kesiangan, sarapan juga belum sempat dibuat. Apa yang bisa disuguhkan untuk Bi Ratih? Miya mencari sesuatu di lemari makanan. Masih ada roti tawar. Ya sudah, deh. Untuk ganjel perut aja, pikir Miya.

Miya berjalan menuju kamar Bi Ratih dan mendengar suara Ryan di dalam. Pasti Ryan sedang ngobrol sama Bi Ratih. Obrolannya paling seputar anak Bi Ratih. Suara Ryan terdengar makin jelas.

"Anak Bibi sudah sembuh." tuh kan, batin Miya. Ryan juga sama pedulinya dengan Miya.

"Itu yang harus Bibi katakan. Saya tidak mau Miya stress kepikiran sama anak Bibi. Miya bisa sakit." Suara Ryan terdengar jelas.

Miya memasuki kamar Bi Ratih dengan bingung "Maksudnya gimana mas? Mas nyuruh Bi Ratih bohong?" Miya menatap satu persatu kedua orang di hadapannya. Bi Ratih menunduk dalam-dalam.

"Bukan sayang," Ryan menjelaskan. "Aku nyuruh bibi supaya bisa meyakinkan kamu kalau anak Bibi udah sembuh. Soalnya tadi pas Bibi bilang anaknya sudah sembuh, kamu masih saja khawatir. Aku juga jadi ikut khawatir takut kamu stress."

Ryan benar, Miya memang suka khawatir berlebihan. "Ya sudah, ini tehnya diminum ya bi. Terus Miya cuma punya roti. Tadi Miya bangun kesiangan jadi belum sempet nyiapin sarapan. Abis ini Miya mau siapin sarapan."

"Sayang, Mas udah pesen makanan. Kamu ga usah masak, ya. Dengerin Mas kali ini. Kamu sekarang ke kamar aja. Mandi. Nanti kalau makanannya sudah sampai Mas panggil kamu."

Sepertinya mood Mas Ryan sedang buruk. "Iya, Mas. Miya mandi dulu ya."

Miya mandi lalu makan bersama dengan Ryan dan Bi Ratih. Miya sangat lega karena Bi Ratih sudah datang. Beban Miya sudah berkurang. Bi Ratih sangat telaten. Ia bisa mengurus rumah sekaligus menjaga Ibu Mertuanya dengan baik.

Ryan berangkat jam 7 seperti biasa dan belum ada pesan masuk dari Grace. Miya melihat agenda di ponselnya. Ulang tahun Ibunya seminggu lagi, tapi Miya belum menyiapkan kado. Mungkin Miya bisa mencari kado sebentar.

Miya menghampiri Bi Ratih yang sedang mencuci piring.

"Bi, Miya berangkat kerja dulu ya."

Bi Ratih sepertinya tidak mendengarnya karena sedang fokus mencuci piring. Miya tidak berniat mengganggu jadi Miya mengambil tas dan kunci mobilnya, dan pergi.

Miya mengunjungi toko Jewelry di sebuah mall. Miya membeli 1 buah kalung perak yang cantik untuk Ibunya. Miya segera ke basement dan menghampiri mobil tempatnya di parkir. Dan ia mengenali seseorang yang berdiri di seberang mobilnya. Mr. Alex.

Kadang-kadang Miya memang suka tidak sengaja bertemu pria yang pernah tidur bersamanya. Tapi Miya selalu menggunakan riasan berbeda saat di luar dan saat sedang 'bekerja'. Mr. Alex tidak akan mengenalinya. Jadi Miya juga merasa tidak perlu repot-repot menyapa.

Miya meraba saku jeansnya, mencari kunci mobilnya. Dimana ya? apa ia masukkan ke kantong belanja? Memegang handphone, dompet, dan kantong belanjaan saja membuat Miya kerepotan.

Tak sengaja kantong belanja berisi kalung itu terlepas dari tangan Miya. Dan tempat kalung berbentuk bundar menggelinding begitu saja dan berhenti.

Miya menghampiri calon kado untuk ibunya itu. Miya mendengar suara keras dan terjatuh. Seseorang terdengar memanggil nama Maya.

______________________________
Jangan lupa masukkan ke koleksi agar kalian dapat notifikasi saat ada bab baru. Berikan vote jika kalian menyukai ceritanya. Lalu berikan kritik, saran dan apresiasi agar aku selalu semangat untuk menulis. Terima kasih. Enjoy in Wattpad. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang