(S2) 8. Penyatuan

4.6K 161 17
                                    

"Tolong, Bu. Jangan penjarakan saya." Dimas memohon pada Miya.

"Kalau dibiarkan nanti kamu mencuri milik orang lain lagi." Ujar Miya kesal. "Saya mempercayai kamu, Dimas. Kenapa kamu tega?"

Dimas berlinang air mata. Miya paling tidak bisa melihat laki-laki menangis. "Jangan penjarakan saya, Bu. Saya punya anak yang baru lahir."

"Kenapa kamu mencuri?" Tanya Miya.

"Anak saya masih tertahan di rumah sakit, Bu. Saya belum membayar biaya persalinannya. Saya tidak tega melihat istri saya bersedih."

"Kenapa kamu tidak coba bicara dengan saya?"

"Saya malu, Bu. Masa harus meminjam uang Ibu? Apalagi jumlahnya cukup besar."

"Jadi kamu tidak malu mencuri uang saya?" Tukas Miya.

Dimas menangis lagi. "Maafkan saya, Bu."

Miya bertanya pada polisi, "Kebakaran itu murni korsleting listrik kan, Pak?"

Polisi di hadapannya mengangguk. "Betul, Bu Miya. Dari hasil penelusuran kami, kebakaran terjadi akibat hubungan arus pendek."

Tuhan betul-betul membenciku, pikir Miya. Miya bingung harus bagaimana lagi. Dia sudah pernah mencoba bekerja dari satu perusahaan ke perusahaan lain. Tapi tidak ada satu pun yang bisa membuatnya tenang bekerja. Perusahaan A, ternyata milik pria yang pernah tidur dengannya. Orang itu berusaha mendekati Miya lagi dengan iming-iming saham. Rekannya di Perusahaan B ternyata orang yang pernah tidur dengannya. Orang itu juga berusaha mendekati Miya dan mengancam akan menyebarkan masa lalunya. Perusahaan C, entah bagaimana semua orang menggosipinya dan Miya dipecat demi ketentraman lingkungan kantor. Sekarang Miya memilih membuka usaha, dan inilah yang terjadi.

Miya memilih membebaskan Dimas dan memberinya sejumlah uang untuk membayar hutang rumah sakit istri dan anaknya. Mengabaikan Dimas yang berterima kasih berkali-kali, Miya meninggalkan kantor polisi dan termenung di dalam mobil. Miya harus memikirkan rencana selanjutnya.

"Kenapa kau membebaskan orang itu, Miya?" Suara Alex mengagetkan Miya.

"Kau masih di sini?" Tanya Miya.

Alex meluruskan kakinya. "Sepertinya kau cukup stress hingga tidak sadar aku mengikutimu sejak tadi."

"Memangnya kau tidak ke kantor?"

"Libur. Aku ada urusan penting hari ini."

"Urusan penting apa?"

Alex tersenyum nakal. "Kau."

Miya menghela napasnya. "Jangan menggodaku, Alex. Aku sedang banyak pikiran."

Alex memperbaiki duduknya dan mulai serius. "Maka bagi pikiranmu padaku. Pasti masalahmu akan terpecahkan."

Miya hendak menjawab namun Alex memotongnya. "Sebelum itu, ada yang ingin kutanyakan. Kau benar-benar sudah bercerai, kan?" Selidik Alex.

Miya mengangguk. "Mas Ryan menghilang dan tidak pernah terlihat lagi. Setelah 3 bulan Mas Ryan mengabaikan sidang perceraian, hakim mengabulkan gugatanku."

Alex mengangguk-angguk mengerti. "Berarti mereka semua tidak pernah mengganggumu lagi,kan?

"Iya. Rumah yang dulu ditinggali Grace juga sudah di jual. Entah di mana mereka sekarang."

"Jangan dicari."

"Aku tidak berniat mencarinya,kok."

"Bagus. Jadi apa rencanamu setelah ini?"

Miya terdiam sejenak. "Entahlah. Tuhan tidak suka melihat aku membuka usaha dari uang hasil melacur."

"Kurasa Tuhan tidak protes jika kau membuka usaha dengan modal pinjaman. Mau pinjam uangku?" Alex menawarkan.

Miya menggeleng cepat. "Tidak. Aku tidak mau uangmu."

Alex menggenggam tangan Miya. "Pilihanmu membuka restoran itu sudah tepat, Miya. Aku yakin restoranmu bisa berkembang. Kau tidak boleh berhenti begitu saja."

Miya memikirkan kata-kata Alex dengan serius. "Ku rasa kau benar."

"Jadi , 200 juta cukup?" Alex kembali menawarkan.

"Sudah ku bilang aku tidak mau uangmu." Miya menarik tangannya. "Aku bisa meminjam uang Bank dan menggadaikan rumah."

Alex cemberut. "Bisa sih. Padahal aku akan senang sekali jika bisa menjadikanmu jaminan." Alex terkekeh memikirkannya. "Seperti : aku akan meminjamkanmu uang, sebagai gantinya kau menjadi milikku."

Miya memukul kepala Alex dengan kotak tissue. "Ingat istri."

"Aduh." Alex mengelus kepalanya. "Istri?"

"Rara."

Alex mengamati wajah Miya. "Kau cemburu?"

Miya membuang muka. "Aku tidak cemburu. Aku hanya sedang mengingatkanmu agar kembali ke jalan yang benar."

"Miya, kau sadar tidak? Awal pertemuan kita dulu , aku selalu kesal padamu. Kenapa dipertemuan kita saat ini malah kau yang selalu kesal?" Goda Alex lagi. Miya hanya terdiam.

"Rara bukan istriku. Bukan juga kekasihku." Akhirnya Alex menjelaskan

Miya menoleh , "Benarkah?"

"Kenapa kau terlihat sangat senang?"

Miya merasakan wajahnya memanas. Apa sejelas itu? , pikir Miya.

"Aku senang." Ujar Alex akhirnya. "Aku tau kau juga menyukaiku kan?"

"Alex, duniamu-" Miya tidak bisa melanjutkan ucapannya karena Alex menutup mulutnya dengan kotak tissue.

"Sudah kubilang aku muak mendengarnya. Jangan lagi ada duniamu duniaku. Aku berjanji akan membuat dunia kita sesempurna yang kau harapkan. Mau jadi kekasihku?" Alex menatap Miya dengan serius.

Miya merasakan matanya memanas, sepertinya Ia hampir menangis. Padahal sudah lama Miya tidak menangis. Miya membuka mulutnya hendak menjawab namun kotak tissue kembali menutup mulutnya.

"Oke. Jangan dijawab. Ku putuskan mulai hari ini kau adalah kekasihku, Miya. Aku tidak mau ditolak dua kali."

Dengan jengkel Miya menepis kotak tissue itu dan mencium Alex. "Aku hendak menjawab iya, Bodoh."

Alex terlihat sangat terkejut dan berseri-seri. "Benarkah? Kalau begitu ayo ulangi. Miya , kau mau jadi-" Miya menutup mulut Alex dengan kotak tissue.

"Ya. Alex. Mari berpacaran."

Alex memeluk Miya. "Akhirnya." Alex berbisik di telinga Miya. "Kau mau ke hotel? Atau ke apartemenku?"

________________________________

Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang