(S2) 15. Lamaran

1.9K 116 9
                                    

Miya tidak menyangka sama sekali akan bertemu dengan Pak Rudi, masih trauma akan hal yang Ia alami dulu, Miya sontak berdiri dan mundur. Melihat wajah Pak Rudi, Miya langsung merasakan seakan puluhan tangan menjamahnya.

"Maaf, saya mengagetkan kamu, ya? Saya pikir saya salah orang tadi, makanya saya coba perhatikan lebih dekat. Ternyata memang kamu." Ujar Pak Rudi.

Miya hanya terdiam. Tidak tau harus beraksi seperti apa. Melihat Miya yang diam saja, Pak Rudi mulai berbicara lagi. "Saya dengar, kamu sudah berhenti dari dunia itu. Tapi, kenapa kamu bisa mengenal keluarga Kusumaningrat? Ku kira Adhinata adalah orang yang sangat bersih."

Takut mengotori nama baik keluarga Rara, Miya buru-buru menjelaskan. "Aku datang sebagai tamu bersama seseorang."

"Oh ya? Siapa?"

Miya bingung menjawabnya. Apakah baik menyebut nama Alex? "Sepertinya Pak Rudi tidak mengenalnya." Akhirnya hanya itu jawaban Miya.

Miya menegang saat Pak Rudi meremas bokongnya. "Saya kecewa loh kamu berhenti, saya rindu. Kamu tidak rindu, saya?"

Miya mundur selangkah. "Saya sudah berhenti, Pak. Tolong lebih sopan pada saya." Miya berusaha berani, walau ia hampir kesulitan berdiri sekarang.

"Kamu terlihat lebih cantik sekarang." Pak Rudi mengambil seutas rambut Miya "Saya menghormati keputusanmu yang sudah berhenti dari dunia itu. Tapi kalau suatu saat kamu membutuhkan uang, kamu bisa hubungi saya, ya." Pak Rudi mengedipkan sebelah matanya.

"Pak Rudi bisa saja." Suara Alex membuat Miya menoleh. Alex menghampiri mereka bersama Rara. Alex merangkul pinggul Miya dan tersenyum pada Pak Rudi. Jantung Miya tidak berirama dengan baik, mengkhawatirkan masa lalunya bisa di ketahui Rara.

"Alex?" Pak Rudi melihat Alex dan Miya bergantian.

"Apa kabar, Pak?" Sapa Alex.

"Kamu pasangan Miya malam ini?" Tanya Pak Rudi.

"Ya, saya rasa akan menyenangkan jika membawa kekasih ke pesta." Alex memberi penekanan pada kata kekasih.

Pak Rudi tertawa. "Wah wah, Alex Widiantoro, kamu benar-benar pintar mencari pasangan pesta." Beralih pada Miya, Pak Rudi berkata, "Kamu harus pandai melayaninya, dia terkenal royal pada lawan mainnya."

"Tentu saja. Apalagi pada wanita yang kucintai." Ujar Alex.

Pak Rudi tertawa lagi. "Benar. benar. Miya memang wanita yang mudah dicintai, bukan begitu Miya? Saya senang sepertinya kamu masih aktif, saya boleh minta kontak pribadi kamu? Sudah bertahun-tahun kita tidak-"

Gemas karena Pak Rudi terlihat belum mengerti, Alex memotong kata-kata Pak Rudi. "Saya bisa cemburu, Pak Rudi. Calon istri saya tidak perlu menyimpan nomor Bapak, bukan?"

Miya merasa dunia akan runtuh. Apa Alex sudah gila? Miya mencubit paha belakang Alex, memberi tanda agar Alex segera tersadar. Alih-alih membatalkan kata-katanya, Alex malah merangkulnya lebih dekat.

Pak Rudi terlihat bingung. "Saya tidak mengerti situasinya."

"Situasinya tepat seperti yang saya katakan." Kali ini Alex menjawabnya dengan dingin.

Pak Rudi terdiam beberapa saat kemudian tertawa lagi. "Aduh, Alex, kamu sensitif sekali. Maaf, saya kurang peka. Baiklah, saya juga bukan tipe yang suka mengambil milik orang lain. Wah, sepertinya makanan yang kau bawa itu enak sekali. Dimana kau mengambilnya? Saya mau mencari makanan dulu, ya. Sampai nanti."

Miya terhuyung saat Pak Rudi pergi meninggalkan mereka. "Kau tidak apa-apa?" Tanya Alex.

"Iya. Tidak apa-apa." Miya duduk dan menyadari Rara masih bersama mereka.

"Aku tidak menyangka, Pak Rudi semesum itu." Ucap Rara. "Kau benar-benar tidak apa-apa? Kau pucat sekali."

Miya merasa lega karena sepertinya Rara tidak mengerti. Miya mengangguk, "Iya, Ra. Terima kasih sudah mengkhawatirkanku."

"Perihal pernikahan, maaf aku baru tau, semoga lancar ya sampai harinya. Kalian sudah menentukan tanggal? Apa aku diundang?" Miya tau Rara menutupi rasa sedihnya.

"Tidak, kami bahkan belum membicarakan pernikahan sama sekali." Jawab Miya buru-buru.

"Ayo kita menikah." Ucap Alex tiba-tiba.

Miya melihat raut wajah Alex. Dia terlihat sangat marah. Miya menggenggam tangan Alex. "Alex, tenanglah. Pak Rudi kan sudah pergi."

"Kau mengabaikan lamaranku?" Alex menggertakan giginya.

"Alex, kau hanya sedang kesal. Jangan mengambil keputusan karena emosi. Tenanglah." Dari kejadian ini saja Miya paham, nama baik Alex sudah dipertaruhkan. Menikahi mantan pelacur? Yang benar saja.

Memahami situasi, Rara mundur. "Em, Miya, Alex, aku kembali dulu ya." Miya menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Aku akan menikahimu, dan tidak akan ada lagi pria yang bisa mengganggumu." Nada bicara dominan yang Miya kenal. Alex tidak akan membatalkan keputusannya.

"Alex, ini bukan keputusan yang baik."

"Kenapa kau mau berpacaran denganku kalau tidak mau menikah denganku?" Kali ini kemarahan Alex ditujukan untuknya.

Miya mengelus-elus punggung tangan Alex. Berharap bisa meredakan kemarahannya. "Pelan-pelan, Alex. Bukan tidak mau. Kita harus memperbaiki banyak hal dulu."

"Banyak hal bisa lebih mudah diperbaiki saat kau sudah resmi jadi istriku."

"Pikirkan Ayahmu, Alex. Menikah bukan hanya urusan dua orang tapi dua keluarga."

Alex terduduk frustasi. Matanya berkaca-kaca. "Kenapa kau selalu melawanku, Miya? Tidak bisa kah kau percaya saja padaku? Aku bingung bahkan di situasi ini, kau tidak memihakku. Aku ingin berjuang melindungimu, tapi kau bahkan tidak mempermudah jalanku."

Miya merasa seperti teriris melihat Alex seperti itu. Miya hanya bisa memeluknya. "Maaf, maafkan aku menyusahkanmu. Aku juga ingin aman bersamamu, tapi aku tidak bisa melihat kau mengorbankan dirimu sendiri."

"Aku bisa melindungimu, Miya. Percayalah padaku."

"Aku percaya padamu, Alex. Sungguh. Kita bicarakan lagi saat kau sudah lebih tenang, ya." Miya mengecup kening Alex. Dan memeluknya lagi.

"Aku ingin melindungimu, Aku bisa melindungimu."

******


Hari ini Miya hanya berdiam diri di rumahnya. Sudah satu bulan ia tidak bertemu Alex. Mereka sesekali melakukan panggilan suara, Alex rupanya sibuk mengurus perusahaannya. Dan pembangunan restoran Miya sudah hampir rampung jadi Miya pun sibuk mengurus beberapa hal. Sejak saat itu, mereka belum pernah lagi membahas pernikahan.

Miya merapihkan rumahnya dan menggoreng nuggets  untuk menu makan siangnya. Tinggal sendirian membuat Miya malas masak. Ia hanya membuat menu sederhana atau hal instan seperti saat ini.

Miya menghentikan aktivitasnya karena merasa mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. Ia mendengarkan dan pintunya kembali diketuk. Melangkah cepat karena ia sudah sangat merindukan Alex, namun bukan Alex yang berada di depan pintunya.

"Selamat siang, Miya." Ayah Alex menyapanya.

__ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __ __

Kalau berkenan, author mau buka QnA. Kalian bebas tanya apa aja di kolom komentar. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang