19. Dimana Ryan?

4K 142 1
                                    

Miya sedang berada di rumah Grace, jantung Miya sudah membaik, dan perasaan menyiksa itu sudah lenyap sama sekali. Hanya kepala Miya yang sedikit pusing. Grace memasuki kamar.

"Kau sudah lebih baik?" Wajah Grace terlihat khawatir.

"Ya. Terima kasih, Grace."

Grace mengelap keringat dari dahi Miya. "Ini salahku. Aku harusnya tau sesuatu terjadi padamu."

"Tidak apa-apa Grace. Salahku juga yang tidak mencurigai minuman sialan itu. Dia pasti menaruh obat perangsang di sana."

Grace terlihat murung.

"Grace, bisakah kau membantuku berhenti? Aku ingin berhenti dari pekerjaan ini." Miya masih berharap.

Grace bangkit dan keluar ruangan begitu saja.

Beberapa menit Miya tidak tau apa yang harus dia lakukan. Akhirnya Miya memutuskan untuk bangun. Miya harus membahas ini lagi.

Miya mencari Grace, dan mendengar suara dari Papa dari ruang kerjanya.

"Aku sudah bilang, jangan sampai Miya sakit." Terdengar suara tamparan.

"Apa kau juga sekasar ini pada kekasihmu itu?" Suara Grace terdengar sangat sinis.

Miya teringat permintaan Alex untuk menyelidiki apakah Grace tau suaminya selingkuh. Jadi, Grace sudah tau.

"Jangan sarkasme di hadapanku!" terdengar suara benturan keras.

Miya harus tau apa yang terjadi. Miya membuka pintu dan melihat Grace di lantai. Ada darah keluar dari hidungnya.

"Apa yang kau lakukan? Kau memukul istrimu sendiri?!" Miya sangat marah.

"Tidak apa sayang, Papa hanya memberinya pelajaran karena tidak mengurusmu dengan baik." Papa tertawa mengejek.

"Dia sudah mengurusku dengan baik! Kau yang harus diberi pelajaran. Suamiku satu kali pun tidak pernah memukulku. Bagaimana mungkin kau melakukan ini pada istrimu sendiri?"

Papa justru tertawa semakin keras. Orang ini gila, pikir Miya. Miya mengambil kursi dan membangunkan Grace. Membantu Grace duduk.

"Ck ck ck. Persahabatan kalian sangat mengharukan. Aku tidak kuat melihatnya." Papa terlihat sedih. Kemudian kembali tertawa terbahak-bahak sambil meninggalkan ruangan.

"Kenapa kau menikah dengan orang sepertinya sih." Miya menggerutu. Miya mengambil tisu hendak membersihkan hidung Grace.

"Biar aku saja." Grace mengambil tisu dan membersihkan hidung sendiri.

Beberapa menit hanya ada keheningan di antara Miya dan Grace. Terdengar suara langkah kaki. Papa kembali dengan wajah yang berbeda. Ia terlihat marah dan kalut.

"Miya di mana Ryan?" Papa jelas menahan emosinya.

Apa aku membuat kesalahan?

"Kenapa kau mencari suamiku?"

Papa menghampirinya dan berdiri sangat dekat. Rasa takut menyelimutinya. "Jangan buat aku mengulang-ulang pertanyaannya, Miya."

"Pa, aku sudah melakukan apa yang kau minta kenapa kau masih mengganggu suamiku?" Miya tidak tau apa yang terjadi. Miya memandang Grace. Kebingungan yang sama terlihat di wajahnya.

"Aku hanya ingin tau dia di mana." Tangan papa terlihat mengepal.

"Dia sedang bekerja. Seperti biasa." Miya kesal dengan dirinya sendiri karena mudah diintimidasi.

Wajah Papa justru semakin kesal. dan, frustasi? "Yah, aku yang bodoh karena bertanya padamu." Papa terlihat melihat sesuatu di ponselnya. Kemudian pergi begitu saja. Miya mendengar suara mobil keluar dari garasi.

Sebenarnya ada apa ini? Miya benar-benar bingung. Tidak memedulikan Grace yang masih kebingungan, Miya mengambil kunci dan pergi. Miya tidak bisa membiarkan orang itu merusak rumah tangganya. Miya harus menghentikannya.

Telepon masuk dari Alex.

"Miya, kau dimana?" Suara Alex terdengar seperti habis berlari.

"Alex, tolong. Sepertinya Papa mau melakukan sesuatu pada suamiku."

"Miya, suamimu baik-baik saja."

"Bagaimana kau bisa yakin?"

"Karena suamimu bersamaku."

Miya menghentikan mobilnya. "Kenapa Mas Ryan bersamamu? Apa sesuatu terjadi padanya?"

"Sudah ku bilang, suamimu baik-baik saja. Aku akan mengirimkan alamat, kau ke sini sekarang juga." Teleponnya di tutup.

Miya menuju alamat yang diberikan Alex. Ternyata sebuah apartemen. Miya melihat Alex menunggu di lobby.

"Kenapa kau menunggu di sini?" Miya bertanya.

Alex menunjukkan kantong plastik dari minimarket. "Aku habis dari minimarket. Sekalian saja menunggumu di sini." Alex tersenyum pada petugas jaga. "Akses masuk ke sini agak susah. Aku khawatir kau kesulitan."

Alex menggandeng tangan Miya. Seluruh akses menggunakan kartu. Rumit juga. Alex menekan angka 17 di lift. Dan membuka pintu nomor 1701.

"Jadi, di mana suamiku?" Miya memasuki ruangan, langit-langitnya cukup tinggi dibandingkan beberapa apartemen yang biasa Miya masuki.

"Nanti saja membahas itu. Bersantailah dulu." Alex terlihat berjalan mondar-mandir.

"Kau kenapa?" Di mata Miya, Alex terlihat seperti pinguin yang kebingungan.

Alex membuka kulkas. "Begini, aku belum pernah mengundang orang sebelumnya. Jadi aku agak kurang paham bagaimana caranya menjamu tamu."

Miya melihat sekeliling. Ruangannya luas. Ditambah lagi, tidak banyak barang di ruangan ini. Terlihat kosong. "Biar kulayani diriku sendiri. Kau duduklah."

"Apa ini hal yang wajar? Tamu melayani dirinya sendiri?" Miya ingin tertawa melihat Alex yang semakin kebingungan.

"Ya. Ini hal yang wajar jika tamunya adalah teman yang cukup dekat."

Alex terlihat berpikir, kemudian duduk di sofa. Seperti anak manis. Miya tertawa dalam hati. Alex lucu sekali.

Miya membuka kulkas, berkaleng-kaleng bir. Miya masih sedikit pusing, minum bir bukan pilihan yang bagus. Miya mengambil sebotol soda.

Tidak sulit mencari gelas. Miya mengambil 2 gelas dan meletakkannya di meja. Miya menuang soda ke masing-masing gelas.

"Apa kau lapar?" Alex meneguk sodanya.

"Tidak." Miya melihat bungkus minimarket yang tadi di bawa Alex. Terlihat Mie Instan di dalamnya.

"Kenapa kamu makan mie instan? dapurnya cukup lengkap. Bahkan ada oven. Kau bisa membuat banyak menu di sana."

Alex cemberut. "Apa yang salah dengan mie instan? Mienya enak. Pembuatannya mudah. Lagipula ini makanan internasional. Kau tidak tau kalau merek ini sudah ada hampir di tiap negara? Waktu aku ke Milan, mie ini di jual di sana."

"Ya.. ya.. terserah kau sajalah."

Miya mengingat kembali tujuannya ke sini. "Jadi, di mana suamiku?"

"Begini, berjanjilah padaku, kau akan tetap tenang. Oke?"

"Mendengar kau berkata begitu, aku jadi tidak tenang, Alex."

Alex terlihat bingung, dan kali ini tidak lucu lagi. "Apa yang kau sembunyikan?"

"Bukan, tidak ada yang ku sembunyikan. Inikan aku mau kasih tau." Alex memegang tangan Miya dan menuntunnya ke kamar.

"Aku sedang tidak mood untuk melakukan itu, Alex."

"Apa? Ya ampun, apa kau harus berpikir ke situ?" Alex mendudukkan Miya di kasur. "Aku membawamu ke sini, karena ini satu-satunya ruangan yang ada televisinya."

Miya melihat suaminya berada di layar.

______________________________
Follow aku. Berikan vote jika kalian menyukai ceritanya. Lalu berikan kritik, saran dan apresiasi di kolom komentar agar aku selalu semangat untuk menulis. Terima kasih. Enjoy in Wattpad. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang