25. Tegar itu tidak mudah

2.9K 137 4
                                    

Sejak pagi Miya sudah terlihat sibuk. Dia membersihkan seluruh ruangan dengan seksama. Membersihkan dapur. Mencuci piring. Dan semakin sibuk saat Alex mengabarkan padanya Om Dani akan datang.

"Om mu akan datang hari ini? Haruskah kubuatkan sesuatu untuknya?", Miya membuka lemari pendingin dan mengamati isinya.

Alex memandang Miya dengan khawatir. Merangkulnya dan mendudukkannya di sofa. "Bagaimana perasaanmu?"

"Aku baik-baik saja." Miya menjawab dengan lancar. Terlalu lancar sampai Alex merasa Miya terlalu sering mengucapkannya.

"Benarkah?"

"Ya."

"Bagaimana perasaanmu? Yang sesungguhnya.", Alex menolak jawaban yang seperti robot itu.

Miya memalingkan wajahnya. Alex benar-benar tidak suka. "Miya, jangan palingkan wajahmu. Apa sulitnya mengeluarkan isi hatimu?"

Kali ini Miya menatapnya. Dan Alex merasa seperti ditusuk. Mata jernih itu berkaca-kaca dalam kemarahan. Jelas sekali kemarahan itu ditujukan untuknya. Yang Alex tidak mengerti adalah mengapa.

"Kau menyebalkan." , Suara Miya bergetar. "Harusnya kau tidak memaksaku, Alex. Aku sudah jawab, aku baik-baik saja."

"Jelas sekali kau tidak baik-baik saja, Miya."

Miya memandangnya frustasi. "Kau kan bisa pura-pura tidak tahu. Kau bisa abaikan aku."

Alex semakin tidak mengerti. "Kenapa? Kenapa aku harus pura-pura tidak tahu? Dan kenapa juga kau pura-pura baik-baik saja padahal sebenarnya tidak?"

"Karena aku harus melindungi diriku sendiri, Alex. Aku sedang berusaha kuat, dan itu tidak mudah."

"Miya, kau tidak harus sekeras kepala ini. Aku tau kau kuat. Aku tau kau tegar. Tapi di sini ada aku, kau bisa melepaskan isi hatimu, dan itu bisa membantu mengurangi bebanmu."

"Tidak, Alex." Kali ini Miya terlihat putus asa. Air matanya siap tumpah.

Tapi Alex tidak mau menyerah. Alex yakin Ia tidak melakukan kesalahan. "Kenapa tidak?" Alex memancingnya lebih jauh.

Miya tidak bisa menahan air matanya lagi. "Kau tidak paham. Saat ini kau memang ada di sini. Tapi bagaimana dengan besok? Bagaimana dengan lusa? Setelah video itu lenyap, kau tidak akan ada di sisiku. Aku harus melindungi diriku sendiri. Bagaimana aku bisa kuat kalau aku mulai terbiasa menggantungkan diri padamu? Bagaimana bisa aku tegar kalau saat ini aku bahkan mulai terbiasa bersandar padamu. Kau hanya orang yang singgah, aku tidak mau keberadaanmu yang sebentar ini membuatku lemah."

Alex ingin menjawab bahwa Alex bersedia terus berada di sisinya. Miya bisa bersandar kapan pun padanya. Miya bisa menggantungkan diri padanya. Tapi kata-kata itu tidak bisa terucap. Alex tidak yakin apa Ia bisa bertanggung jawab pada ucapannya. Miya benar. Alex paham sekarang. Ini mungkin masalah sepele bagi Alex, tapi tidak untuk Miya yang berjuang untuk bisa setegar itu.

"Maaf, maafkan aku.", Alex sangat menyesal.

"Ya. Aku tau maksudmu baik, Alex."

Alex dan Miya berdiam cukup lama. Canggung sekali.

"Kau mau kopi?" Alex membuka percakapan.

Miya hanya menunduk dan suaranya terdengar pelan. "Aku dipenuhi kekhawatiran saat ini. Bagaimana jika kesepakatannya gagal. Bagaimana jika videonya tidak bisa kita dapatkan. Bagaimana jika aku tidak bisa melepaskan diri dari mereka. Bagaimana jika orang tuaku tahu." Miya mendongak, "Tapi kita pasti berhasil kan?"

"Ya, pasti berhasil.", Alex sangat yakin.

"Setelah ini berakhir pun, aku masih harus mencari pekerjaan. Mungkin banyak orang yang mengenaliku sebagai Miya si pelacur. Itu tidak akan mudah."

Benar, itu tidak akan mudah. Alex mengakui.

"Tapi aku pasti bisa melaluinya kan?", Miya mencari-cari jawaban dari wajahnya.

"Tentu saja. Aku percaya kau bisa."

Alex berbohong jika Alex percaya sepenuhnya. Miya memang tegar, tapi  Alex takut kenyataan bisa membuat Miya lebih hancur dari ini. Dikatai pelacur saat melacur pasti lebih mudah dibanding dicaci maki saat mulai membangun hidup baru. Bagaimana jika ada orang yang menghina dan bertindak tidak pantas ditempat kerjanya nanti? Perlakuan teman kerjanya juga pasti akan buruk saat mengetahui profesi Miya sebelumnya. Alex harus membantu , Alex akan membuat jalan yang lebih mudah. Wanita di hadapannya sudah cukup menderita. Lalu Alex menyadari ia sedang membuat rencana untuk ikut campur lagi. Sebenarnya sampai mana Ia akan tercebur dalam kehidupan wanita ini?

"Terima kasih sudah jujur padaku, Miya.", Akhirnya hanya itu yang bisa Alex katakan. "Aku yakin, semua akan berakhir baik." Benar. Aku mohon, Tuhan. Berilah akhir yang baik untuk wanita malang di hadapanku.

Alex memesan makanan untuk bertiga. Alex tidak mau Miya repot-repot memasak untuk pamannya. Om Dani datang beberapa jam kemudian. Miya terlihat canggung di awal tapi kemudian langsung akrab. Om Dani dan Miya memang memiliki sifat yang cocok.

"Kenapa kau meletakkan TV di kamar mu, sih? Kenapa tidak di ruang tamu? Sempit sekali di sini." Om Dani menggerutu.

"Karena aku tidak pernah punya tamu. Di sini aku bisa menonton berita sambil tiduran."

Om Dani dan Alex memang sama-sama tidak menyukai ruangan sempit. Sebenarnya kamar Alex cukup luas, jika hanya ada Alex sendirian. Berdua dengan Miya adalah hal yang sangat bisa Alex terima. Tapi bertiga, membuat ruangan ini terasa sesak.

"Kalau om tidak mau di sini, om pindahkan saja sendiri TV-nya." Alex menantang.

Om Dani menatapnya tak percaya, "Kau, dong. Kau kan tuan rumah."

"Malas."

Alex menyadari Miya hendak bicara. Tapi Alex memelototinya. "Tidak."

"Ah, begini rupanya berada di ruangan yang sama dengan sejoli yang sedang kasmaran." Om Dani terkekeh.

Alex menyalakan Televisi. Dan Ryan terlihat tidak sadarkan diri.

_____________________________

Jangan lupa follow aku dan masukkan ceritaku ke koleksi agar kalian dapat notifikasi saat ada bab baru. Berikan vote jika kalian menyukai ceritanya. Lalu berikan kritik, saran dan apresiasi di kolom komentar agar aku selalu semangat untuk menulis. Terima kasih. Enjoy in Wattpad. 😊

Poor SecretsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang