⚠ D u A P u L u H E m P a T ⚠

209 27 5
                                    

Amicia memutuskan untuk menginap di rumah sakit. Sudah 4 hari lamanya Harry tidak sadarkan diri, ia tidak tahu harus membutuhkan waktu selama itu.

Amicia masih menggenggam tangan Harry erat. Darren dan kakeknya tidak pernah menjenguk lagi usai hari pertama, pria itu hanya mengajarinya untuk menggunakan telepon genggam apabila ada sesuatu terjadi. Sesaat Amicia penasaran apa yang membuat ketiganya seolah dipisahkan oleh tembok yang besar.

"Dokter, kapan ia akan sadar?"

"Kami tidak tau pasti, Nyonya. Tetaplah berdoa dan beri ia dukungan."

"Dia bisa mendengarku?"

Dokter itu hanya tersenyum, lalu pergi setelah urusannya selesai. Sepertinya itu jawaban 'iya'.

Amicia kembali ke arah Harry dan mulai menenggelamkan wajahnya ke kepalan tangan mereka. Ia mengecup tangan Harry pelan, lalu melirik iseng ke arahnya. Sangat menyedihkan bagaimana pria itu tidak dapat merasakan sentuhannya.

"Harry, aku mencintaimu..." Amicia bangkit dan berbisik di telinganya. "Apa kau mencintaiku?" Sembari mengusap-usap punggung tangannya.

Tidak ada jawaban.

Amicia menggigit bibir bawahnya dan kembali duduk, ia seperti orang bodoh yang memanfaatkan keadaan.

Krieet...

"Permisi, Nyonya Styles. Ada tamu di depan."

"S-siapa?" Amicia berbalik cepat.

"Teman Tuan Styles."

Dahi Amicia berkerut, sesaat ia menerka-nerka siapa yang berani menyebut Harry sebagai temannya.

Ia bangkit cepat dan segera membuka pintunya.

Matanya terbelalak, menemukan Dickinson berdiri di depan sana.

"Karma itu nyata?" Surprise-nya seolah menyenangkan.

Ini tidak baik, berita akan menghancurkan segalanya apabila ia ketahuan berbincang dengan Dickinson lagi.

Amicia mengerutkan alisnya geram. "Apa maumu, brengsek..." Desis Amicia mematikan, ia tidak peduli apabila orang-orang sedang membaca raut wajahnya. Segala yang telah dilakukan pria ini adalah menjijikan, Amicia tidak dapat berhenti memikirkan hal itu.

Dickinson tersenyum. "Aku takkan mengincarmu lagi, tenang saja. Aku hanya ingin berbicara dengannya soal masalah penting. Harry pasti sangat ingin mengetahui hal ini..."

"Jangan bercanda. Kau tau dia sedang koma, bukan?" Amicia menaikkan satu alisnya sarkas seolah berusaha menguatkan ungkapan bahwa pria di hadapannya ini memang bodoh. Ia tidak takut karena pria itu takkan berbuat macam-macam di sini.

Pria itu terkekeh pelan. "Suruh ia menemuiku kalau sudah sadar. Meski aku tidak yakin begitu..."

"Keparat..."

"Pelankan suaramu, nanti ada yang dengar... Kau hanya bisa mengacaukan keadaan suamimu, nama kalian sangat buruk di koran pagi ini. Aku penasaran dimana Harry memungutmu..." Pria itu melirik sebelum berpaling. "Sampai jumpa."

Amicia menahan tekanan di balik bola matanya ketika Dickinson mengatakan bahwa ia menghancurkan hidup Harry, ia langsung menutup pintunya cepat. Apa maksudnya? Apa yang ditulis oleh koran pagi ini?

Tubuhnya merosot ke lantai, lalu lengannya beralih memeluk lutut. Amicia tidak berdaya, takkan pernah ia bayangkan apabila ia akan kehilangan Harry sekarang juga. Seluruh penghuni Eroda akan membencinya dan tidak ada lagi tempat baginya untuk bersembunyi.

Setidaknya ia ingin terjebak bersama seseorang.

"Harry, kembalilah..."

***

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang