T i G a P u L u H D e L a P a N

118 24 3
                                    

Harry berdiri di luar ruangan sembari menunggu kegiatan check up istrinya. Kepalanya menengok ke arah pintu yang sedikit terbuka, suaranya terdengar begitu sunyi di dalam sana. Tiba-tiba saja wajah Amicia muncul dari balik pintu, jantung Harry hampir saja copot terbukti dari tangan kanannya yang langsung menekan dada.

Wanita itu tersenyum.

"Shit... Jadi bagaimana?" Harry berusaha terlihat tenang.

"Semuanya baik-baik saja, aku akan pergi ke tempat yang sama seperti kemarin." Jawab wanita itu.

Harry tidak suka, Amicia menghabiskan larangan Harry dengan sedikit lebih bersemangat. Terakhir kali ia meminta agar pria itu untuk mengijinkannya berpergian hingga usia kandungannya mencapai 7 bulan, setelahnya ia berjanji akan tinggal di rumah hingga hari persalinannya tiba.

Wanita itu tersenyum sungkan. "Errr... Boleh aku minta uang lagi?"

"Ya, berapa yang kau butuhkan?"

"Seribu dollar?"

Ia segera mengeluarkannya dari saku, akhir-akhir ini wanita itu sering meminta uang padanya. Meski menurut Harry tidak dalam nominal besar namun itu sudah termasuk besar dalam hitungan Amicia, anehnya Harry tidak tahu uang itu untuk apa. Ia merasa brengsek sudah berani berasumsi di hadapan istrinya yang sedang hamil.

"Terima kasih!"

Harry melirikkan matanya seiring sosok itu lewat begitu saja, wanita itu sudah berdandan rapi sejak awal. Meski bukan pakaian yang mengundang mata namun hati kecil Harry sedikit cemas.

Wanita itu melambaikan tangan ke arahnya, Harry hanya membalasnya dengan mengangkat tangan rendah.

"Ada apa dengan wajahmu?" Mrs. Rudolf sudah berdiri di dekatnya sembari bersedekap tangan, menyandarkan punggung pada bingkai pintu. Tinggi wanita itu hanya beberapa senti di bawahnya. Harry melirik ke dalam isi kamar sejenak, hanya ada Maddi yang sedang membereskan ruangan.

Ia menghela nafas. "Perasaanku tidak enak."

"Refreshing itu baik untuk mental selagi suaminya yang dingin ini tidak ingin terlihat di keramaian." Sindir Mrs. Rudolf.

Harry menyunggingkan sudut bibirnya sembari terkekeh, namun kini justru raut wajah Mrs. Rudolf yang berubah.

"Aku baru saja mengambil sampel darahnya..."

Harry menoleh cepat. "Bagaimana kau mampu melakukannya?" Matanya menyipit, pria itu tahu istrinya sangat anti dengan yang namanya jarum suntik.

"Aku bermain tutup mata, lalu menusuk nadinya cusss..." Harry memutar kedua bola matanya, setuju bahwa dua orang ini memang agak aneh. "Istrimu menderita anemia."

Harry segera memberi tatapan mematikan. "Oh, tidak..."

"Tak apa, tidak sedikit orang juga mengalami hipertensi. Meski anemia sedikit jauh lebih buruk..." Mrs. Rudolf melanjutkan, berharap pria itu bisa sedikit tenang.

Keringat dingin mengucur di telapak tangannya. "Begitu, ya?"

"Benar..."

"Ughh, aku tidak mendengar kabar menyenangkan dari nada bicaramu." Harry mengeluh sinis.

"Ayolah, Harry... Bukankah kau suami yang baik dan aku dokter profesional?" Mrs. Rudolf habis kesabaran tidak kunjung mendapat pertanyaan dari pasiennya. "Bodoh, aku akan memberi prosedur dan saran untukmu semenjak wanita itu tidak suka minum obat. Dia wanita yang pembangkang, tapi aku yakin kau bisa mengatasinya."

***

Jam telah menunjukkan pukul empat, wanita itu membungkuk kecil pada kusir pribadinya lalu berbalik cepat dengan agak terburu-buru.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang