E m P a T P u L u H S a T u

148 21 8
                                    

Flashback on...

Gemercik air menjernihkan suasana ditemani hembusan angin yang tenang. Hanya ada suara serangga dan kicauan burung berterbangan di udara.

Rasanya seperti baru kali ini keduanya berpiknik bersama Carla- ayam kesayangan Harry yang sudah pria itu anggap sebagai wujud lain dari ibunya sendiri. Keduanya saling berpangku di atas karpet yang sudah dihiasi oleh berbagai toples makanan ringan.

"Apa yang akan kau lakukan jika aku sudah tiada?" Amicia bertanya, mengamit jari-jari pria itu yang mengitari perutnya.

"Aku akan mengakhiri hidupku karena tidak ada gunanya hidup tanpamu." Jawab Harry spontan, namun wanita itu menggeleng.

"Tidak, kau akan melihat anak-anakmu besar untukku."

"Aku tidak yakin bisa membesarkan kedua anakku dengan kasih sayang sepertimu..." Pria itu terlalu jujur dengan sifat pesimis yang ia miliki. Inilah penyebab utama Harry seringkali melakukan percobaan bunuh diri.

"Aku akan selalu berada di sampingmu."

"Kaulah alasanku terhindar dari hal-hal buruk yang selama ini merundungku."

"Lalu siapa yang menjagamu saat aku belum memilikiku?" Amicia berbalik dan mengunci tatapan matanya. "Itu ibumu. Ibumu yang sudah tiada."

Harry tersihir. "Kau benar..."

"Maukah kau berjanji untuk tidak pernah mengakhiri hidupmu?"

Harry tersenyum tipis, apabila ini adalah sebuah wasiat maka perbincangan memilukan ini sangat membuatnya ingin mengiyakan permintaan Amicia.

Kepalanya mengangguk mantap. "Aku berjanji."

... Flashback off

Harry terlalu syok menyadari bahwa istrinya sudah meninggal tanpa sempat melihat sosoknya. Mungkin Harry adalah makhluk paling berdosa sehingga Tuhan tidak pernah memberinya kesempatan untuk menepati sebuah janji.

"... Tidak." Ujarnya enggan menerima.

Bocah di hadapannya hanya bisa mematung, memperhatikan tatapan matanya yang mendadak kosong dengan kobaran api amarah di dalam sana. Nafas pria itu memberat, firasatnya mulai memburuk. Tangan kecilnya berinisiatif hendak meraih, namun pria itu justru menepisnya kuat.

"Pembohong." Tatapan benci yang sama kembali terpancar.

Sejurus kemudian sosok itu pergi dan menaiki kudanya sigap seolah tidak terjadi apa-apa.

Pria itu tahu ia harus kemana, tapi Ian tahu pria itu takkan pergi ke sana. Harry selalu berpura-pura tenang di saat hatinya sedang berkecamuk hebat. Hal itu ditandai ketika sosoknya menghentakkan kaki kuat ke perut kudanya, hewan itu pun meringkik panik dan melaju kencang meninggalkan debu-debu tebal di jalan.

Tidak mau ketinggalan, Ian segera mengambil sepedanya cekatan. Hanya ada satu orang yang mampu menyelamatkan semuanya hari ini, yaitu dirinya. Ian tidak mau tahu, pria itu harus pergi ke pemakaman istrinya sekarang juga.

Dengan kaki kecilnya Ian terus berusaha mengejar- hingga ia melewati sebuah peternakan kuda. Melihat makhluk berukuran kecil itu sedang makan di luar pagar, tanpa ijin Ian segera menunggangi kuda itu dan meninggalkan sepedanya di pinggir jalan.

"HEI, PENCURI!"

Teriakan itu semakin membuatnya kalang kabut. Nafasnya berhembus cepat hingga ia tidak dapat merasakan bau-bau alami dari hijaunya rumput di desa, hanya ada nafas kegetiran yang memaksakan dirinya untuk tetap fokus ke depan.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang