D u A P u L u H E n A M

136 22 3
                                    

Ini pasti mimpi terliar Amicia, mencintai musuhnya sendiri dan hendak melawan prasangka buruk dari masyarakat. Bayangkan apa yang akan ditulis usai keduanya membuat banyak sekali kejadian mengejutkan. Apakah ia sudah bisa disebut gadis nakal? Ia sangat kegirangan akan ide ini, keduanya akan menghabiskan waktu bersama di suatu tempat, tapi hal itu juga membuat Amicia sedikit cemas.

Sejurus kemudian ia merasakan sebuah kain mengitari lehernya, Amicia menoleh ke belakang cepat. Rupanya Harry, pria itu menggantungkan sebuah mantel berwarna krem di pundaknya.

"Harry, kau bersikap sangat lembut padaku."

Pria itu mengkibas-kibas jas hitam kesukaannya. "Benarkah?"

Amicia mengangguk, tiba-tiba saja ia penasaran. "Apa...kau juga melakukannya pada Alyona?"

Harry memberi wajah tidak suka. "Tidak, kurasa karena aku tidak pernah menyukainya."

"Apa yang kau lakukan padanya?" Tanya Amicia cemas, bukan cemburu.

"Aku tidak pernah memukulnya." Papar Harry.

Itu fakta, namun di samping itu Harry pernah mencekiknya. Entah bagaimana reaksi Amicia jika tahu.

"Syukurlah kalau begitu... Dia sudah tobat."

Harry nyaris tergelak mendengar kata 'tobat', Amicia terdengar seperti seorang pendeta. Harry mengenakan jas panjangnya dan gadis itu menghampirinya.

"Dia berhubungan dengan Ashton sekarang, jadi kau tidak perlu khawatir. Aku milikmu."

Harry menatap manik birunya yang teduh, ia selalu menyukai warna matanya yang terkena cahaya matahari. Jendela besar di sini berfungsi dengan baik.

Seperti biasa, Harry mulai menangkup sisi wajah Amicia dan mencium pipinya.

"Ayo."

***

"Kukira kita akan merencanakannya terlebih dahulu? Kita bahkan belum mengemasi baju-baju. Kau punya foto tempatnya?"

"Itu kawasan sepi di dataran yang agak tinggi. Kita akan berbelanja sebelum tiba di sana." Harry sungguh tidak berbohong ia akan mengabaikan semua orang. Tapi sama saja bohong kalau itu lagi-lagi tempat terpencil. Yah, setidaknya Amicia belum siap untuk tampil menohok di khalayak ramai. Mereka melaju hanya dengan seekor kuda, tidak membawa apapun selain diri sendiri— dan ayam kesayangan Harry yang ditaruh di sebuah kandang kecil.

"Jadi, apa sebenarnya tempat ini?"

"Villa pribadiku."

"Wow..." Amicia tidak akan pernah menyangka akan mendapat hidup semewah ini. "Terima kasih, Harry." Gadis itu mendongak ke belakang. Ia dapat melihat lirikan mata hijaunya dari bawah sana dan tulang-tulang wajahnya yang terpahat sempurna. Amicia memandangnya sesaat, sebelum kembali menoleh ke depan.

Jantungnya hampir copot melihat beberapa orang menoleh ke arahnya, mereka sudah dekat dengan sebuah butik tradisional. Harry berhenti di sana lalu turun sebelum menawarkan tangannya kepada Amicia.

Gadis itu menerima sambutan tangannya cepat tidak mau membuang waktu. Meski gugup Amicia mampu mengatasi gelagatnya dengan sedikit menegakkan tubuh. Harry tampak begitu santai dan acuh seperti biasa.

Usai tiba di dalam Amicia pergi ke deretan baju perempuan lalu memilah-milah pakaian yang sekiranya ia suka. Gawat, ia masih sungkan untuk membeli baju-baju dengan uang Harry. Berapa banyak yang harus ia beli?

Amicia kembali pada Harry dengan tiga pasang baju santai di lengan kirinya. "Berapa banyak yang harus kubeli?"

"Kau boleh beli semuanya." Hal itu mengundang tatapan terkejut dari orang-orang.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang