E n A m B e L a S

145 29 7
                                    

"Ponsel ini barang dari luar?"

"Ya."

Amicia membolak-balikkan ponsel lipat itu seperti baru saja melihat benda aneh. "Pantas aku tidak pernah melihat ponsel seperti ini di Eroda..."

Udara malam berhembus menyejukkan suasana, keduanya memakai mantel tebal hanya untuk bisa berbincang sembari melihat pemandangan di atas balkon kamar.

"Di luar pulau ini kebanyakan ponsel sudah tidak memakai keyboard timbul."

"M-maksudnya?" Amicia tampak terkejut akan fakta tersebut.

"Seluruh ponsel di luar sana sebesar telapak tanganmu dan hanya dipenuhi dengan layar."

"Lalu bagaimana kau memencetnya kalau hanya ada layar di sana?" Gadis itu bertanya seolah hendak menyangkal.

"Itu yang dinamakan layar sentuh."

Amicia kemudian menjatuhkan rahangnya terpukau. "Wow..."

Harry sedikit gugup dan hanya bisa tersenyum dalam hati melihat reaksi jujurnya yang tidak berlebihan. Mata indahnya membulat kagum dan agak melamun seolah sedang membayangkan, tak lama gadis itu kembali bertanya. "Kau tidak punya satu pun yang seperti itu?"

"Aku punya satu yang ada gambar apel di belakangnya, tapi aku tidak dapat menggunakannya di sini."

"Kenapa?" Nada naik pada setiap akhirnya seolah menandakan bahwa gadis itu akan terus bertanya. Amicia cenderung ambisius meski belum tentu mengerti apa yang sudah dijelaskan.

"Sinyalnya kurang memadai, kita tidak dapat menggunakan ponsel yang terlalu canggih di sini."

"Harry, tapi itu artinya kau tahu seberapa maju dunia luar tapi kenapa kau..."

Pria itu menatap lurus ke depan. "Saat kau pergi ke tempat yang jauh, kau akan sadar dimana tempat asalmu." Lantas menoleh ke arahnya. "Bukan begitu?"

Harry berubah hangat semenjak dirinya menyelamatkan nyawa pria itu, sebelumnya Amicia tidak mengerti semudah itu ia mengambil hati Harry, ia sangat bersyukur.

"Ya..."

Harry kembali melihat ke arah depan. Sesuatu yang tidak mungkin terucap kembali terlontar usai perbincangan soal kampung halaman.

"Kau ingin menemui ibumu?"

Amicia sontak menoleh cepat. "Benarkah?!"

"Aku sedang bertanya tapi... Ya."

Wajahnya berkerut histeris dan ia segera menutupi mulut dengan kedua tangan. "Ohh-- aku tidak tau harus berkata apa..."

"Kau bisa ucapkan terima kasih."

Amicia spontan mengatupkan bibirnya dan meletakkan tangannya anteng di atas paha. "T-terima kasih." Sembari agak menundukkan kepalanya sungkan mengingat sentakan nyaring yang telah ia berikan.

Harry tampak menggenggam pinggiran kursinya erat, garis-garis wajahnya menekan. "Kau...ingin mengendarai kuda lagi?"

Amicia terpaku hebat hingga tidak dapat berkedip. "Ap-- astaga... Apa kau benar-benar Harry?" Gadis itu memandangnya dengan tatapan mencemaskan.

Hal itu membuat Harry kesal. "Tentu saja...aku Dickinson."

"AHHAHA!" Gadis itu tergelak hingga melontarkan kepalanya ke belakang, sudah lama ia tidak tertawa lepas seperti ini. Harry yang bersungut pun tidak jadi kesal karena melihat aura kekuningan di sebelahnya.

"Aku juga akan ikut." Kalimat mustahil lainnya terdengar, membuat Amicia berhenti tertawa. Senyum manisnya memudar berganti dengan gigitan di bibir.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang