L i M a B e L a S

149 28 3
                                    

"Aku ingin ambil taruhanmu sekarang."

Deg.

Jantungnya serasa jatuh ke perut, lalu berdegup kencang seperti alunan lampu disko.

Amicia menatap kedua mata pria itu bergantian. "H-Harry..." Manik hijau itu menggelap. Mereka beradu pandang sejenak.

"Hmm?" Gumaman rendah itu keluar dari mulutnya, sengaja dibuat serak agar menarik perhatian.

Sesuatu dalam diri Amicia bereaksi, bahkan ia tidak sadar Harry sudah sedekat ini dengan wajahnya. Bibirnya berkomat-kamit tidak karuan. "K-kau ..."

"Bisakah bibirmu diam sebentar?" Protesnya sambil terus memperhatikan wajah gadis itu.

"Apa maumu?"

"Kau."

Amicia terkesiap saat merasakan tangan pria itu merengkuh pinggangnya, menariknya semakin mendekat.

"H-Harry...!" Tanpa perlawanan, dengan bodohnya ia hanya menggerutu seperti orang yang disengaja— atau mungkin ia memang demikian...

"Tutup matamu."

Amicia membelalaki mata hijau itu sekali lagi, namun pada akhirnya ia sadar bahwa ia sudah berjanji. Ia mulai memejamkan kedua matanya dengan nafas tak beraturan.

Kini hembusan nafas mereka saling menerpa kulit wajah satu sama lain, Harry mulai berbisik di depan wajahnya.

"Aku ingin bercumbu denganmu." Entah bagaimana pernyataan Harry tidak begitu mengejutkan. "Kau ingin aku menghitungnya?" Pria yang telah membuang sisi angkuhnya itu menawarkan diri.

Amicia sudah tidak dapat berkonsentrasi, sudut rahangnya membeku dan tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Bila mengatakan 'iya' maka akan terdengar seperti menyetujui, sementara bila mengatakan 'tidak' ia akan terdengar seperti tidak sabaran.

Pria itu benar-benar tidak menunggu ia menenangkan diri sejenak. Tangan Harry terulur menangkup sisi wajahnya, lalu meraup bibir merah muda itu lembut dengan sedikit menarik tengkuknya.

Seperti lega telah berhasil melakukannya, pria itu menderukan nafas di sela-sela ciuman mereka, lalu kembali menarik nafas ketika melahap bibir itu lagi dengan sedikit mendominasi.

Amicia yang memejamkan matanya segera mencari pegangan untuk bertahan, satu-satunya yang paling dekat adalah kain kemeja yang bersembunyi di balik jubah pria itu. Tangannya mencengkeram kuat dan kaki-kakinya seolah melemas ketika merasakan lidah Harry berusaha masuk ke dalam rongga mulutnya.

Amicia nyaris kehilangan akal dan tidak bisa bernafas. "H-Harry...mmhhh..." Pria itu kembali menabrakkan bibirnya lembut dan menekan.

Harry tahu gadis ini masih amatiran, ia ingin memancing sesuatu di dalam diri Amicia. "Jangan pasrah..."

Amicia tak sempat memahami perkataan Harry, namun nafasnya kembali tercekat kala pria itu memasukkan lidahnya dan bermain di dalam rongga mulutnya.

Nafas Amicia terengah, sesekali ia mendesah kecil saat lidah Harry menyapu langit-langit mulutnya. Hal itu semakin membuat Harry gencar dan ingin sedikit bermain kasar. Ia meremas pinggang Amicia dan semakin masuk ke dalam ciumannya.

Meski gadis itu tidak membalas Harry masih mendapatkan perasaan yang luar biasa.

Harry memutuskan untuk berhenti saat menyadari bahwa gadis itu sudah tidak dapat menahan rasa gelisah. Ada sedikit cairan bening di pelupuk matanya, Harry menatap dua manik biru yang kini menurutnya justru menggairahkan.

"Bagaimana?" Pertanyaan itu keluar dari mulutnya selicin es.

Amicia masih syok merenungi apa yang baru saja ia terima, tiba-tiba saja inderanya kembali menajam. Ia masih memiliki tangan besar pria itu di pinggangnya. Nafasnya memburu, pria itu belum bergerak dan terus memandanginya dengan pupil membesar. Jantungnya bertalu-talu hingga membuat ia kewalahan, seluruh tubuhnya mendadak berubah menjadi mesin rusak.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang