D e L a P a N

193 37 4
                                    

Kali ini seorang wanita datang ke kediaman mereka. Amicia sungguh terkejut, rupanya Harry telah menyewa seorang pelayan untuk melayaninya. Wanita itu cukup tua, mungkin seumuran dengan ibunya. Dan ibunya masih sangat muda ketika melahirkan dirinya...

"Untuk apa Harry memanggilmu?" Tanya gadis itu sembari memakan rotinya di meja, menikmati pagi selagi pria itu masih tertidur pulas.

"Mengemasi barang-barangmu, nona."

Amicia menjatuhkan rotinya. "D-dia mengusirku...?"

Wanita itu tampak sangat iba ketika harus melihat ekspresi majikannya. "Ohh, tidak nona... Bukankah kalian akan berlibur?"

Amicia sontak menaikkan kedua alisnya. "B-berlibur?!" Gadis itu berubah dengan sangat cepat. Pria itu tidak mengatakan apa-apa padanya kemarin. Kemungkinan besar Mr. Dickinson akan hadir di sana- rupanya Harry bersungguh-sungguh.

"Benar, kalian akan disambut dengan sangat baik, nona. Tuan Harry tidak pernah pergi ke acara sosial sebelumnya."

"Sama sekali?" Kedua mata gadis itu membulat antusias.

Wanita itu mengangguk miris, seolah membenarkan keterkejutannya.

Amicia melengkungkan bibirnya sedih. Ada apa dengan Harry?

"Anu... Maukah kau menceritakanku sedikit tentangnya?"

...

Pria itu turun dengan masih berbalut bathrobe ungunya seperti biasa. Langkahnya terhenti ketika ia melihat dua insan itu tengah berbicara satu sama lain. Perbincangan keduanya pecah ketika pelayan itu melihat sosoknya. Ia segera bangkit dari kursinya dan Harry datang menghampiri mereka dengan wajah yang kurang mengenakkan seolah tahu bahwa dirinya dibicarakan.

Ia hanya berdiri di sana sembari melirik ke arah sang istri lewat sudut matanya, lalu berganti tajam ke arah wanita di sampingnya.

"Kau tidak bekerja?"

Amicia masih canggung dengan perbincangan mereka barusan.

"I-iya, tuan! Saya akan segera menyiapkannya." Wanita itu tampak ketakutan, berlari kecil sembari menggendong kopernya yang masih kosong. Pergi ke kamar untuk menyiapkan barang-barang Amicia.

"K-kau tidak perlu berbicara seperti itu..."

Harry menoleh. "Aku membayarnya untuk bekerja."

"Bagaimana denganmu? Kau menyiapkan baju-bajumu sendiri?"

"Ya."

"Itu tidak adil... Aku juga bisa menyiapkan baju-bajuku sendiri." Amicia menggembungkan wajahnya kesal. Ia tidak suka melihat perempuan disuruh.

Memang ia tidak pernah pergi menginap jauh dari kampung halaman, namun memasukkan baju-baju ke dalam tas raksasa itu terdengar seperti pekerjaan yang sangat mudah.

Pria itu tampak tidak bergerak sedikitpun dari tempatnya.

Keduanya seolah menyadari bahwa akan berhenti di sebuah titik.

"Apa yang kalian bicarakan?"

Jantungnya seolah jatuh ke perut. Amicia menatap ke dalam mata hijaunya yang menyelidik. "B-bukan apa-apa." Ia masih menolak untuk memalingkan wajah- karena itu hanya akan membuatnya terlihat seperti berbohong.

Sejurus kemudian Harry berjalan ke arah kursi di depannya. Ia tampak diam sembari menekuri lantai dari atas mejanya yang transparan.

Harry memiliki banyak emosi di dalam matanya yang sehijau batu emerald. Indah namun dipenuhi dengan rahasia- juga menakutkan. Setiap harinya selalu berakhir dengan pertengkaran, lalu bangun seolah tidak terjadi apa-apa. Apakah Amicia juga harus mengikuti siklus hidupnya yang tidak normal? Jujur saja, ia masih merasa bersalah sekaligus kesal dengan pertengkaran mereka kemarin, namun apa yang pria itu lakukan sekarang? Melamun tanpa ada ekspresi apapun di wajahnya.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang