T i G a P u L u H D u A

114 21 2
                                    

6 minggu kemudian

Amicia semakin jarang tersenyum semenjak Harry bersikap semena-mena atas tubuhnya. Pria itu tidak sepenuhnya berubah kaku, namun ada saat-saat tertentu ketika Amicia tidak ingin menuruti perintahnya dan ia akan berubah diam seperti kulkas berjalan. Sejujurnya ia masih menyukai ketika pria itu tidur sembari mengusap perutnya, hanya saja akhir-akhir ini ia lebih memilih untuk bungkam.

Sebagian besar waktunya hanya dihabiskan untuk beristirahat dan tidur di dalam kamar, ia merasa seperti narapidana.

Amicia turun ketika mendengar suara berisik di bawah, ia mendatangi Maddi yang sedang menyiapkan minum di dapurnya.

"Maddi, dimana Mrs. Rudolf?"

"Kau akan segera menemuinya, ia sedang menyiapkan beberapa peralatan di kamar."

Amicia menghembuskan nafas panjang secara tidak sengaja. Harry pergi entah kemana dan ia harus menjalani USG pertamanya tanpa kehadiran seorang suami. Entah mengapa hati kecilnya percaya bahwa alasan pria itu pergi adalah karena hari ini merupakan hari penentuan kondisi janinnya.

"Maddi, aku ingin menceritakan sesuatu..."

Wanita itu mengelap tangannya dengan kain kering cepat, ia dapat melihat kegelisahan di mata majikannya.

"Apa itu, nyonya?" Maddi yang khawatir segera mendekat ke arahnya.

"B-bisa jangan panggil aku 'nyonya'? Aku lebih suka kalau kau memanggil namaku..." Amicia sungkan apabila harus memandang kedudukan bersama seorang wanita tua.

"Kalian berdua mirip." Wanita itu tersenyum.

"Tidak... Ada perbedaan pikiran antara kami berdua akhir-akhir ini, aku tidak merasa bahagia..." Melihat itu Maddi semakin mendekatkan diri.

"Kau ingin menceritakannya padaku?" Wanita berambut ginger itu kembali ke dalam mode fokus mendengarkan.

"Aku...aku tidak tau." Rintihan kecil terdengar dari mulutnya. "Kurasa ia terlalu mengkhawatirkanku dibandingkan bayiku, dan itu membuat hatiku sakit..."

Maddi langsung mengerti apa yang sedang terjadi di antara mereka, dalam saat seperti ini ia tidak boleh menunjukkan kepanikan.

"Begini, Amicia... Kupikir Harry syok menghadapi status barunya, dibutuhkan lebih dari sekedar tanggung jawab untuk menjadi seorang ayah. Apalagi pria itu tidak pernah mendapat perlakuan dari ayah kandungnya..." Ujarnya sedikit melamun- melihat bagaimana tekad Harry menghampirinya pada waktu itu membuatnya yakin bahwa pria itu tidak sedang main-main dengan perasaannya. "Dia sangat mencintaimu."

Amicia menunduk ketika kembali mengingat masa lalu pria itu, seseorang harus menariknya kembali dari masa lalu. Hanya saja dengan perlakuan pria itu padanya sekarang ia merasa sangat tidak berdaya.

"Terima kasih Maddi." Amicia memutuskan untuk mengakhiri konsultasi singkatnya.

"Aku akan mengantarmu untuk menemui bayimu, kau siap?"

Amicia mengangguk mantap.

***

Ting!

Pria berambut ikal itu menggeser gelas aluminiumnya dengan siku hingga bertabrakan dengan gelas lain miliknya.

Kelopak matanya terasa berat dan nafasnya kian membara- Harry pasti sudah merasa asing akan dirinya sendiri dengan beberapa shot whisky. Ada aroma khas kayu oak yang merupakan barrel tempat minuman itu disimpan. Ada beberapa gelas yang terasa seperti sitrus dan rempah-rempah, namun ia lebih banyak merasakan aroma jahe di gelas-gelas terakhir.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang