D u A P u L u H S e M b i L a N

118 24 8
                                    

"Dimana Maddi?" Tanya Amicia, karena wanita itu tidak berada di satu kereta dengannya.

"Dia hanya akan menjadi sustermu, bukan pelayan pribadi. Sudah kukatakan, aku tidak suka seseorang tinggal di rumahku."

"Kecuali aku." Tambah Amicia.

"Ya, kecuali kau."

Gadis itu mengeratkan rengkuhannya di sekitar pinggang Harry sementara kepalanya bersandar di pundak pria itu. "Kau tau? Aku punya sahabat, dia seorang wanita yang kuat dan sedang mengandung anak pertamanya."

"Benarkah?"

"Ya, terakhir kali kutanya ia hamil 6 bulan tapi perutnya sudah besar sekali. Dia memiliki suami yang sangat penyayang."

"Kedengarannya indah."

"Diana menentang orang tuanya untuk menikahi pria itu, sebelumnya aku tidak tau kekuatan cinta dapat menorehkan takdir. Sekarang aku tau takdirku."

Harry mengernyit terenyuh mendengar kalimat yang dikatakan Amicia.

"Harry, kau mau anak perempuan atau laki-laki?"

"Kita tidak bisa memilih." Harry terkekeh pelan.

"Mungkin kau bisa membawanya dalam doa."

"Aku tidak masalah dengan keduanya..."

"Aku mencintaimu, Harry." Amicia berujar, menatap ke matanya.

Harry mengintai warna laut di hadapannya secara seksama, lalu mulai maju dan mencium bibirnya lembut. "Aku mencintaimu."

Amicia tersenyum. "Bagaimana kalau kita langsung ke rumah Mom?"

"Kau tidak ingin beristirahat?"

"Aku akan beristirahat di sana."

"Baiklah..."

***

"Kakek, ini sudah tiga minggu dan Harry belum juga kembali..." Eluh Darren untuk kesekian kali.

"Kalau begitu kau harus mencarinya."

"Tidak usah! Anak itu pasti akan kembali, kalian tidak ingat hanya rumah itu yang menyimpan memori Carla?" Nancy selaku nenek Harry berujar membantah kata-kata si tua bangka itu seperti biasa.

"Harry sudah menemukan cintanya, mungkin bocah itu sudah lupa dengan ibunya..." Balas Ron yakin.

"Kau hanya memikirkan uang. Kita bahkan tidak kekurangan satu apapun mengapa kau mengkhawatirkan keberadaannya?" Nancy memang sangat tidak suka kalau ada perdebatan mengenai Harry di rumah.

Darren menghela nafas gusar. "Aku lelah harus bolak-balik pergi ke rumahnya. Aku akan menginap di sana."

"Jangan, sayang. Lebih baik kau urus istri dan anakmu di rumah." Cegah Nancy.

Ron menutupi wajahnya frustasi, ia pun tak suka apabila Nancy selalu ikut campur ketika dirinya sedang berbicara dengan cucunya.

Darren lagi-lagi menghela nafas gusar. "Baiklah, sebaiknya aku hanya akan mengirimnya surat untuk segera kembali bekerja."

Wajah Nancy berkerut jengah. "Daripada memikirkan Harry, aku justru heran apa yang sudah gadis itu lakukan hingga Harry berani membahayakan nyawanya..."

Tanpa Harry sadari masih ada orang yang memperhatikannya dalam diam.

***

Pandangan orang-orang tak lepas seiring keduanya berjalan melewati gang. Mungkin beberapa sudah membaca berita aib mereka di koran sementara beberapa lainnya mengagumi seperti biasa.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang