S e M b i L A n

197 35 1
                                    

Seluruh mata tertuju padanya ketika Amicia mulai melangkah keluar tenda. Ia menyisir rambutnya yang kusut dengan tangan kanannya, menutupi sebagian wajahnya dengan cara memeluk jas besar Harry. Semua orang pasti telah berprasangka buruk...

Tak lama pria itu keluar dengan membawa selimut serta barang kecil lainnya yang ia tanggalkan di satu tangannya. Mata orang-orang semakin membelalak ketika melihat penampilan Harry yang berantakan hanya dengan kemeja putihnya yang dilingkis sampai bawah siku.

Pria itu berjalan tanpa menghiraukan tatapan yang sedang mengikuti mereka. Amicia yang panik karena ditinggal segera berlari mendekat.

"J-jangan jauh-jauh! Nanti mereka heran..." Amicia harus mengatakannya.

Pria itu masih berjalan santai. "Kau tidak perlu mengikutiku."

"Aku tidak mengenal siapa-siapa..." Gadis itu masih berbisik, seolah takut kalau ada yang menguping.

"Kukira kau 'Joy' si ramah dengan siapa saja yang memiliki banyak teman."

"Mereka berbeda...!"

"Aku ingin menunggu di dalam kereta sampai mereka semua siap."

"Aku juga."

"Sudah kubilang ..."

"Aku istrimu." Amicia berkata sambil menundukkan wajahnya, mencubit kemeja pria itu seperti sedang menggandeng tangannya.

Pria itu melirik dengan bibirnya yang sedikit terbua, lalu kembali menatap lurus ke depan.

Setelah beberapa jam kemudian akhirnya seluruh kereta telah siap untuk berangkat.

Amicia memainkan renda-renda transparan yang ada di roknya, ia kembali teringat dengan kejadian kemarin malam... Perlukah ia menceritakannya pada Harry? Akan jadi masalah kalau hal ini pada akhirnya diketahui dan pria itu justru menganggap bahwa ia sengaja menyembunyikannya. Apalagi ia tidak tahu apakah Dickinson akan benar-benar menemui Harry di sana nanti.

Amicia menggenggam ujung roknya kuat, seharusnya pria itu paham.

"Hei, aku ingin bercerita..."

Harry melirik malas dari sudut matanya.

"Aku setuju Mr. Dickinson adalah orang terburuk di dunia!"

"Siapa mengatakan bahwa ia orang terburuk?"

Amicia menoleh, memang benar Harry tidak mengatakannya.

"... Tapi perilakumu padanya--" Amicia menelan ludahnya, lalu kembali menatap ke bawah. "Kemarin malam aku bertemu dengan putranya..." Ia tampak tidak peduli kalau pria itu sama sekali tidak tertarik dengan kisahnya. "Sebelumnya aku tidak tahu kalau itu anak Mr. Dickinson, ia menjatuhkanku dengan bualan minta maafnya, lalu kau tau?! Ia mengajakku tidur di tendanya!" Amicia memberi nada syok di sana, seolah ingin membuktikan perasaannya. "Aku... Merasa seperti gadis murahan... Caranya melihatku— ia adalah orang terburuk..." Mata birunya tenggelam ke arah tangan-tangan terlentang yang duduk di pangkuannya. "... Lebih buruk darimu." Aku-nya lirih sembari menoleh terus terang.

Mata hijau itu memperhatikan. Nyaris hampir terbawa suasana kalau saja ia sempat kehilangan kesadarannya.

"Usaha yang bagus..." Namun ia membuang wajahnya tampak tidak suka dengan cerita gadis itu.

Amicia membelalak cepat. "A-apa maksudmu?" Ia tidak terima.

Jangan-jangan Harry menganggap ia mengada-ngada hanya karena ingin segera diakui?

Pria itu hanya diam sembari melipat dua tangannya. Jangan lagi, batin Amicia.

Gadis itu memutuskan untuk berhenti. "Baiklah, terserah kau..." Ia mengakhiri.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang