⚠ S e B e L a S ⚠

270 34 5
                                    

⚠MATURE CONTENT EXIST⚠

"Lihat, ada anak cengeng!" Tangan gadis itu menunjuk ke arah seorang anak kecil yang sedang berjongkok di bawah pohon. Dua teman laki-lakinya datang dan ikut menyaksikan.

"Wah, aku tidak tahu orang bisu juga mengeluarkan suara saat sedang menangis..." Balas satu yang berambut hitam.

"Hei, kau tahu ayahnya selingkuh?"

Gadis pirang itu berbalik cepat ke arah anak laki-laki yang berdiri di belakangnya. Matanya memancarkan keantusiasan dan ia menutup mulutnya terkejut meski tidak tahu pasti apa arti selingkuh.

"Apa itu selingkuh?"

Anak laki-laki yang sedikit lebih tinggi dibandingkan mereka itu menghela nafas. "Ayahnya dekat dengan wanita lain, meninggalkan ibunya."

"Ya ampun!" Ujarnya syok, langsung menoleh cepat ke arah anak yang masih tersungkur di akar pohonnya. "Ian pasti akan mengikuti jejak ayahnya!"

"Tentu saja, tapi siapa yang mau dengannya?" Balas anak laki-laki yang sama pendeknya.

"Mungkin Lux mau." Sergah anak yang lebih tua.

"H-HEI?! Aku tidak mau sama orang bisu!"

"HAHAHA!" Keduanya tertawa.

Gadis itu menginjakkan kakinya kesal ke tanah, berjalan ke arah anak laki-laki itu.

Grab!

Ia menarik kerah bajunya. "Dengar ya! Jangan harap kau bisa hidup enak, tidak ada perempuan yang mau denganmu. Kau itu bisu!"

"IAN...!" Suara jejak kaki yang tergesa-gesa menyusul di belakang mereka.

"M-Mrs Adams!" Spontan ia segera menarik tangannya kembali. Diliriknya wajah anak laki-laki itu sejenak, ia sangat benci dengan putra tunggal Mr. Dickinson entah mengapa.

Tangan wanita itu menangkup wajahnya. "Kau tidak apa?"

Anak laki-laki itu sudah tidak lagi menangis, kini tidak ada ekspresi apapun di sana. Tangan gadis itu mengepal melihat perlakuan Mrs. Adams padanya, terlebih ketika mata birunya melirik seperti seseorang yang tidak mengalami satu hal pun.

Anak itu tidak menangis karena kedua orang tuanya, ia menangis karena seseorang yang baru satu kali ia temui justru melihatnya dengan sorot mata ketakutan. Itu mengerikan, bagaimana seseorang bisa takut padanya hanya karena sesuatu yang tidak ia perbuat.

Ia sungguh mengutuk hidupnya.

Dengan tegas wanita itu mulai berkata. "Ian Dickinson, mulai hari ini aku yang mengambil tanggung jawabmu."

***

Mata biru itu terbuka secara perlahan. Tubuhnya remuk dan pasokan oksigen seolah direnggut begitu saja dari paru-parunya.

Ruangan berdebu.

Kejadiannya terasa begitu cepat, ia sudah dua kali pingsan semenjak pria itu memukulnya di basement terakhir kali. Yang ia ingat hanyalah pria itu berusaha membuka kancing bajunya saat ia berhasil membaringkannya di sebuah ranjang yang sudah lapuk. Pakaiannya masih belum tersentuh kecuali satu kancing terbuka, sepertinya pria itu tidak ingin bermain dalam keadaan tidak sadar.

... Dimana dia?

Matanya melirik ke segala penjuru basement yang sempit. Jantungnya seolah jatuh ke perut ketika ia mendengar bunyi gemercik aneh yang beritme di belakangnya.

"Hmm... Bokongmu bagus juga, sayang."

Nafasnya memburu dalam sekejap, ia masih berusaha tenang sembari memejamkan mata. Ia tidak ingin pria itu tahu kalau ia sudah sadar, namun guncangan di sebelah kasur membuat nafasnya terdengar semakin keras.

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang