T i G a

245 41 1
                                    

"Sungguh dia mengatakan itu padamu?"

Dari nada bicaranya di ujung telepon sudah jelas bahwa gadis itu tengah mengerutkan alisnya tidak percaya. Terdengar seperti sesuatu tidak berguna yang tidak mungkin dikatakan oleh Mr. Styles, pikir Alyona.

"Aku bersumpah! Hatiku seolah remuk, aku tidak yakin apa aku masih bisa berpura-pura... Aku membencinya."

Alyona terdengar begitu syok hingga harus meraup banyak udara di sekitarnya. "Tidak! Jangan kau hancurkan rencana ini! Kita sudah selangkah menuju kebenaran."

"Entah apa aku bisa berhadapan dengannya tanpa berniat meninju wajahnya..."

"Dengar, lebih baik kau kemari lebih awal sehingga kita dapat berdiskusi.
Apa kau tau biaya telpon itu mahal?!" Alyona berteriak nyaring di ujung telpon.

"Shit... Iya-iya aku tutup, dahh!!" Ia membanting gagang teleponnya dengan sedikit emosi. Entahlah, segalanya tampak berubah dan tidak seperti biasanya. Ia hanya ingin kembali ke kehidupan normalnya...

***

"Cara itu tidak berhasil?" Amicia pergi sebentar untuk menghampiri Diana, berharap bahwa ia dapat meluapkan segala kegelisahan di dalam 'pelukan ibunya'.

"Floch! Kau bilang aku masih tetap cantik meski memakai eyeshadow biru." Diana berseru ke arah suaminya yang sedang memasak di dapur.

"Y-yahh... Sebenarnya itu adalah salah satu cara untuk melihat apakah seseorang benar-benar mencintaimu." Balasnya ikut berseru.

"J-jadi selama ini itu hanya lelucon?"

"Bukan seperti itu, sayang."

"Kau membohongiku!"

"Itu artinya aku tetap mencintaimu meski kau mengenakan eyeshadow biru..." Sosoknya muncul di balik pintu.

Pipi Diana memerah, ia memalingkan wajahnya. "Maafkan aku, Amicia..."

Gadis itu menggeleng.

"Kemarilah." Ia menepuk pahanya, Amicia menurut dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan Diana. Ia menyisir surai rambut gadis itu, berusaha menenangkan.

"Kalau begitu dia pria yang bodoh..."

Amicia mengatupkan bibirnya berusaha untuk tidak tersenyum, ia sangat setuju.

"Kau tau? Secara tidak langsung kau telah mengajariku bagaimana caranya mengasuh anak." Ujar Diana.

Amicia menaikkan alisnya. "Benarkah?"

"Hu'um..." Diana mengangguk.

Amicia mengingat-ngingat kembali momen dimana Diana baru saja mengandung. Bibirnya tertarik ke atas mengulum senyum tipis. "Anakmu pasti akan sangat beruntung. Tidak perlu rumah yang besar apabila mereka memiliki orang tua yang mampu membawa kebahagiaan tanpa harta maupun sepeser uang."

Diana tersenyum. "Kau pasti juga merasakan demikian. Tidak memerlukan sosok ayah untuk mendapatkan kesempurnaan dalam keluarga." Bisiknya lembut, tidak ingin menyakiti hati temannya.

Senyum Amicia menipis, menerawang ke dalam angan yang lebih transparan. "Kau benar... Aku berhutang kebahagiaan pada ibuku."

"Bukankah menyenangkan memiliki keluarga?"

Amicia melamun sejenak. "Entahlah..."

***

"Bukankah menyenangkan memiliki keluarga?"

Mengapa hal itu membingungkannya? Ia sudah bertekad untuk menghabiskan waktunya sebagai perawan tua yang bahagia.

Namun benarkah? Ia bahkan tidak sedang bahagia...

Once Upon A Time In Eroda [H.S.]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang