Part 4

38 8 0
                                    

Pukul 06.00 Agapita sudah rapih. Setelah rapih, dia mengambil sling bagnya dan memasukan beberapa lembar uang ke dalam dompetnya dan memasukan obatnya. Tak lupa juga memasukkan powerbank dan juga lipbalm nya. Setelah siap, Agapita turun untuk sarapan bersama ayahnya. Sejujurnya di rumah ini mereka memiliki pembantu yang akan datang pagi hari dan pulang sore hari. Pembantu mereka tidak tau tentang Agapita yang selalu di tampar oleh ayahnya.

"Pagi ayah," ucap Agapita menyapa ayahnya yang tumben sekali masih ada di rumah.

"Mau kemana kamu pagi-pagi sudah rapih?" tanya ayahnya sambil menatap intens putrinya itu.

"Pita mau ke makam bunda Yah. Ngak akan lama kok," ucap Agapita takut-takut ayahnya itu marah.

"Pulangnya ke rumah bibi kamu. Ayah bakal keluar kota selama 1 bulan," ucap Ayahnya lalu pergi begitu saja.

Agapita masih beruntung karena ayahnya setidaknya masih berbicara dengan nya. Walaupun terkadang ayahnya melakukan kekerasan padanya. Setidaknya pula, ayahnya memberitahu jika dirinya akan keluar kota selama 1 bulan. Jadi dia tidak khawatir dengan keadaan ayahnya.

Agapita segera menghabiskan sarapannya. Setelah selesai, dia menyingkirkannya lalu mencucinya.

"Bi, nanti sore ngak usah masak banyak ya. Pita bakal pulang agak telat," ucap Agapita pada asisten rumah tangganya itu.

"Baik non. Nona ngak papa ditinggal tuan selama 1 bulan?" tanya asisten rumah tangganya itu sambil menatap cemas Agapita.

"Ngak papa kok bi. Agapita kan udah terbiasa ditinggal di rumah sendiri. Yaudah bi, Pita keluar dulu ya mau ke makam bunda. Duluan ya bi," pamit Agapita kepada asisten rumah tangganya itu.

Agapita pun langsung keluar dari rumahnya dan mulai berjalan. Cuaca hari ini cukup cerah dan suasana pagi membuatnya makin bahagia. Bahagianya cukup sedernaha. Hanya karena cuaca cerah, dia sudah bahagia. Jarak antara makam dan rumahnya mungkin 1km. Tapi itu tidak membuatnya lelah. Karena dia akan bertemu ibunya.

30 menit berjalan akhirnya dia sampai di makam, Agapita pun segera masuk ke dalam makam dan mencari makam ibunya.

"Selamat pagi bunda. Agapita dateng buat bunda lagi nih. Maaf bunda Agapita lama datengnya. Hiks, Agapita pengen cerita banyak sama bunda," ucap Agapita sambil mencabuti rumput liar yang ada di makam ibunya.

"Bunda tau ngak, Pita udah dewasa gini tapi masih tetep aja cengeng. Pita punya temen cowok yang kehidupannya sama banget kayak Pita. Dia punya keluarga lengkap tapi berantakan. Pita punya keluarga tapi ngak pernah ngerasain pelukan bunda. Sama kan bunda nasib kita berdua. Kami berdua temenan baik bun. Jujur ya, Pita pengen nyusul bunda ke sana," ucap Agapita bercerita kepada makam ibunya tersebut sambil menangis.

"Bunda selalu dateng ke mimpi Pita bilang kalau Pita ngak boleh nyusul bunda dulu. Pita masih bertahan karena bunda selalu bilang kayak gitu. Mungkin kalau bunda ngak bilang kayak gitu, Pita hari ini udah nyusul bunda," cerita Agapita pada ibunya sambil menaburkan bunga.

"Pita cengeng banget ya bun? Tapi ini Pita anak satu-satunya bunda. Walaupun ayah selalu nyalahin Pita, tapi seengaknya ayah selalu ngasih tau kalau dia mau pergi. Kayaknya cuman temen-temen sama paman dan bibi deh yang peduli sama Pita. Ayah? Kadang peduli kadang enggak. Suka binggung Pita sama ayah. Yaudah segitu aja bunda Pita ceritanya. Pita pamit dulu bunda. Selamat pagi," ucap Pita lalu berdiri. Dia berjalan untuk ke gerbang kuburan. Setelah sampai di depan gerbang, Agapita mengeluarkan ponselnya dan menelfon Alardo.

"Do, lo dimana?" tanya Agapita.

"Gue dibelakang lo maemunah," ucap Alardo yang datang dari belakang Pita. Pita pun langsung mematikan ponselnya.

Agapita sempat terkejut karena banyak luka lebam di area wajah Alardo. Agapita menduga bahwa Alardo membalas perlakuan adik tirinya kemarin.

"Lo berantem lagi sama adik lo? Itu gue baru obatin terus kenapa malah makin banyak?" tanya Agapita sambil berkacak pinggang.

"Jadi gini, kemarin gue ke rumah bokap gue. Eh malah ketemu si jalang sama anaknya. Nah anaknya yang duluan. Padahal nih ya, bokap gue udah tau kalau tu cewek yang bikin nyokap gue ngak bisa jalan. Curiga gue kalau dia melet bokap gue," ucap Alardo sambil memicingkan matanya curiga.

"Heh, ngak baik lo curigaan gitu. Sekarang lo mau ngajak gue kemana?" tanya Agapita dengan antusias.

"Tumben lo semangat. Bokap lo ada di rumah atau pergi? Tapi gue duga bokap lo pergi deh. Jadi lo seneng gitu kan?" tanya Alardo sambil menatap curiga Agapita.

"Iya, bokap gue pergi ke luar kota 1 bulan. Gue habis ini nginep di rumah paman sama bibi gue. Paling 1 minggu doang terus balik," jelas Agapita.

"Kok ngak sebulan? Kan bokap lo keluar kotanya sebulan. Lo bakal sendiri di rumah gitu?" tanya Alardo dengan cemas kepada Agapita.

"Tenang, ada bibi juga dari pagi sampe sore. Gue udah terbiasa kok di rumah sendiri. Ayo sekarang perginya," ajak Agapita dengan bersemangat.

"Yaudah ayo. Nih pake helm nya," ucap Alardo sambil memberikan sebuah helm kepada Agapita.

"Eh, tapi mau kemana lo? Yakali ngak punya tujuan. Mau kelilingin kota doang? Ngabisin waktu Do. Sebutin dulu tujuan lo," ucap Agapita kepada Alardo.

"Eum, bokap lo jam segini udah pergi?" tanya Alardo kepada Agapita.

Agapita mengetuk dahinya berpikir. Ini sudah pukul 7.30 yang artinya ayahnya mungkin sudah berangkat ke kantor atau langsung pergi ke luar kota.

"Kayaknya udah sih. Emang kenapa?" tanya Agapita kepada Alardo.

"Ok, sekarang ajak gue ke rumah lo buat obatin luka gue ini. Terus lo gorengin telur dadar buatan lo itu karena gue belum sarapan. Nanti jam 11 kita berangkat ke dufan. Baliknya kita liat sunset di pantai. Gimana? Mau? Itung-itung lah buat refreshing otak. Jenuh gue dirumah mulu," jelas Alardo kepada Agapita.

Agapita berfikir sejenak. Boleh juga apa yang dikatakan Alardo. Dirinya sudah lama tidak pergi ke tempat seperti itu.

"Aw, mau deh gue. Jadi sekarang balik dulu terus nanti bari ke dufan?" tanya Agapita memastikan ucapan Alardo.

"Iya Pita. Capek gue dirumah baku hantam mulu sama si Adolf. Lagian gue juga diminta sih buat ke kantor bokap hari ini. Tapi gue males," ucap Alardo.

Agapita yang mendengar itu membelalakan matanya. Bisa-bisanya Alardo tidak memenuhi panggilan ayahnya.

"Lo kok ngak kesana. Malah datengin gue?" tanya Agapita sambil menatap Alardo serius.

"Gue habis berantem sama bokap gue kemarin. Capek Pit gue ngasih tau tentang istrinya itu. Jelas banget dia yang udah nabrak nyokap gue. Masih aja dinikahin. Salah gue emang waktu itu. Bodohnya gue dulu malah nerima dia jadi ibu gue ke dua. Tapi, setelah kecelakaan waktu itu, beruntung gue masih selamat. Tapi nyokap gue yang kena. Nyesel gue waktu itu nerima dia," jelas Alardo pada Agapita.

Agapita pun mengusap bahu Alardo berusaha untuk menenangkan sahabatnya itu. Dahulu Alardo pernah setuju jika ayahnya menikahi wanita itu. Saat itu ayahnya sudah berpisah dengan ibunya. Dengan mudah Alardo mengiyakan jika ayahnya akan menikahinya. Setelah mengetahui kebusukannya, Alardo menyesal saat itu mengiyakan pernikahan ayahnya.

"Udah Do. Ini ngak sepenuhnya salah lo. Lo kalau mau cerita di rumah gue aja yuk. Ngak baik cerita di depan kuburan," ucap Agapita mengajak Alardo.

"Eh, iya juga. Yaudah ayo naik. Lama amat sih lo," ucap Alardo.

"Dih, orang lo yang ngomel mulu dari tadi," ucap Agapita lalu memakai helm pemberian Alardo tadi dan segera naik ke motor Alardo.

"Meh, nyalahin terus. Udah kan? Ayo berangkat," ucap Alardo lalu mulai melajukan motornya untuk ke rumah Agapita.

***

Tbc.
Gimana part ini? Jangan lupa vote, share, comment juga.
See you next part.

I'm not perfect [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang