Seorang remaja lelaki pada pukul 21.38 pergi ke rumah ayahnya yang lampunya terlihat masih menyala. Dia yakin semua orang yang ada di sana belum tertidur. Dia hanya bisa menghembuskan napasnya pasrah karena dia yakin, dia akan terus berdebat dengan adik tirinya itu. Siapa lagi jika bukan Adolf.
Sebelum memasuki rumah, Alardo menghembuskan napasnya pasrah. Setelah siap, dia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah. Saat di dalam rumah, dia melihat ayahnya dan keluarga barunya itu sedang menikmati malamnya yang begitu indah.
"Kenapa malam sekali kamu kesini? Bukannya ayah minta tadi pagi?" tanya ayahnya itu kepada Alardo.
Lihat, apa yang sudah Alardo duga. Dia pasti akan mendapat wejangan dari ayahnya itu. Padahal dia baru saja masuk ke dalam rumah.
"Alardo keluar main dulu sama Pita. Tapi kan, yang penting Alardo kesini," ucap Alardo kepada ayahnya itu.
"Kamu kenapa sekarang jadi gini? Kenapa ngak tepat waktu gini? Gara-gara Pita kamu jadi gini? Apa didikan ibu kamu?" tanya ayahnya itu kepada Alardo.
"Iya Al. Dulu waktu kamu tinggal sama mama kamu ngak gini. Tapi setelah tinggal sama bunda kamu, kamu sekarang jadi gini," ucap ibu tirinya itu kepada Alardo.
Alardo sudah menduga ini akan terjadi. Jadi, percuma saja dia datang kemari. Tidak ada gunanya dia datang kemari jika ujung-ujungnya hanya berdebat dengan ayahnya itu. Ditambah kadang ibu tirinya yang ikut campur dengan urusan ayahnya dan dirinya.
"Yah, Al juga butuh refreshing. Ayah tau juga kan Pita anaknya baik. Buat tante, saya muak sama tante yang sok baik dengan saya. Ngak cukup apa tante celakain bunda saya? Ngak cukup tante udah rebut ayah saya? Saya masih bisa sabar tante buat hal ini. Tapi kalau sampai saya bisa temukan kebenarannya, tante bisa-bisa mendekam dalam penjara," ucap Alardo sambil tersenyum smirk.
"Tutup mulut lo itu. Mau ngancem lo hah? Ngak guna juga ancaman lo itu," ucap Adolf membela ibunya itu sambil bangkit dari duduknya dan menghampiri Alardo. Namun di tahan oleh ayahnya.
"Al, kamu ke ruang kerja ayah duluan. Capek ayah denger kalian debat mulu," ucap ayahnya memerintah anak pertamanya.
"Ayah capek kan? Apalagi Al yang ngerasa capek banget debat sama ayah. Baku hantam sama Adolf. Padahal Al ngak salah," ucap Alardo lalu berjalan ke lantai 2 untuk ke ruang kerja ayahnya.
"Lo bisa-bisanya ngomong kaya git—" ucapan Adolf terpotong karena ayahnya menatap tajam dirinya.
Ayah pun memilih untuk segera berjalan menuju ke ruang kerjanya. Sedangkan di ruang kumpul itu, anak dan ibu saling tatap.
"Kamu denger ngak sih sama yang dibilang Al tadi? Dia bilang tentang kebenaran. Apa Al tau semuanya? Tapi kan bunda udah hapus semuanya," ucap ibunya itu kepada anaknya.
"Adolf ngak ikut-ikutan masalah bunda. Suruh siapa bunda dulu nikah sama bapaknya Al dengan cara tabrak mobil ibunya pakai suruhan orang lagi. Adolf ngak ikut campur," ucap anaknya itu lalu bangkit dari duduknya dan menuju ke dapur.
"Sial, anak itu tadi bilang kalau dia bisa temukan kebenarannya gue yang repot. Tapi, gue kan udah hapus semua bukti dan ngak ada yang tersisa. Gimana bisa anak itu nyari kebenarannya? Tadi dia sebut nama Pita. Gue yakin si Pita ini yang bantu dia. Liat aja, gue bakal ngelakuin hal yang lebih ke Pita," ucap ibu Adolf sambil tersenyum memikirkan rencana yang telah dia pilih.
***
Seorang anak remaja laki-laki tengah duduk berhadapan dengan ayahnya. Setelah berdebat dengannya, akhirnya ayahnya datang juga untuk menemuinya."Ayah mau apa lagi dari Al?" tanya Alardo pada ayahnya itu.
Ayahnya pun mengeluarkan berkas lalu diberikan pada Alardo. Alardo pun membaca berkas yang diberikan olehnya. Ada rasa senang dan khawatir akan isi berkas itu.
"Ayah serius ngasih perusahaan ayah ke Al?" tanya Alardo pada ayahnya itu.
"Buat apa juga ayah bercanda. Kamu bakal megang perusahaan pertama ayah. Ini perusahaan utama. Buat cabangnya nanti, ayah kasih ke Adolf," jelas ayahnya itu.
Alardo merasa senang karena ayahnya mempercayainya. Namun, ada rasa khawatir jika Adolf dan ibunya tau tentang ini. Dia khawatir jika mereka berdua nanti akan melakukan hal yang tidak-tidak demi mendapatkan perusahaan utama ayahnya.
"Kamu sekarang tinggal tanda tangan aja Al. Atau mau ngomong sama ibu kamu juga dulu boleh," ucap ayahnya itu pada anaknya.
Alardo meletakkan berkas yang diberikan ayahnya itu dimeja. Dia tidak ingin membuat keputusan yang salah. Dia akan meminta pendapat kepada orang-orang yang memgetahui masalah keluarganya. Jika dia pikirkan, mungkin ibunya bisa dalam bahaya jika ibu Adolf mengetahui hal ini karena ibu Adolf tidak terima.
"Ngak deh Yah. Kenapa ayah ngak nawarin ke Adolf dulu? Kenapa ayah nanya ke Alardo dulu? Sedangkan di rumah ini Adolf selalu ada di deket ayah," tanya Alardo pada ayahnya itu.
Ayahnya itu menghembuskan napasnya pasrah. "Ayah belum terlalu percaya kalau Adolf suatu saat bisa mimpin perusahaan utama sedangkan sikap dia kadang masih urak-urakan," ucap ayahnya itu menjelaskan isi pikirannya kepada putranya itu.
"Ayah sadar sama sikap anak ayah itu. Kenapa ayah ngak sadar sama sikap ibunya? Alias istri ayah? Ayah masih belum sadar juga kalau dia yang udah bikin bunda celaka. Ayah masih belum sadar juga?" tanya Alardo pada ayahnya itu.
"Cukup Al. Bunda kamu waktu itu kecelakaan dan kamu tau yang menyetir truk itu seorang pria. Ngak mungkin lah ibunya Adolf," ucap ayahnya itu tak terima kepada anaknya.
Adolf menghembuskan napasnya kasar. Apa ayahnya tidak berfikir jika lelaki itu suruhan dari ibu Adolf. Bagaimana bisa ayahnya tidak menyelidiki itu semua.
"Ayah butuh bukti kan? Ok, Al usahain Al bakal dapet buktinya. Al bakal kasih ke ayah," ucap Alardo pada ayahnya itu lalu keluar dari ruang kerja ayahnya.
Alardo memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Namun, saat di pintu depan, Alardo berpapasan dengan Adolf.
"Lo ngomongin apa sama bokap?" tanya Adolf sambil bersedekap dan badannya menyender di dinding.
"Kepo lo," ucap Alardo kembali berjalan. Namun, tangannya dicekal oleh Adolf.
"Lepasin bangsat," ucap Alardo sambil melepaskan cekalan Adolf.
"Lo ngomong apa aja sama bokap?" tanya Adolf lagi saat cekalan tangan Alardo terlepas.
"Lo kalau mau tau. Tanya aja sama bokap. Ngapain lo nanya gue? Ngak ada kerjaan banget sih lo jadi orang," ucap Alardo sambil membenarkan jaketnya dan melangkahkan kakinya keluar dari rumah ayahnya itu.
Dia tidak bisa memberitahu apa yang dia bicarakan dengan ayahnya tadi kepada Adolf. Karena dia belum mengambil keputusan. Bukannya dia tidak ingin hak miliknya di ambil oleh Adolf. Tetapi dia tidak ingin mengecewakan ibu dan ayahnya suatu hari nanti.
***
Tbc.
Gimana part ini?
Jangan lupa vote, share, comment.
See you next part.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not perfect [END]
Teen Fiction[PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] [JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT KALAU BACA] Agapita Feodora Hercilla, gadis yang tidak pernah merasakan kasih sayang ibunya sejak dia lahir. Bahkan ayahnya selalu menyalahkannya tentang kematian ibunya. Hanya paman dan bibi...