Agapita dan Alardo berdiri di sebuah rumah yang diketahui memiliki rekaman kecelakaan 5 tahun lalu. Alardo berharap banyak pada sang pemilik rumah. Ini adalah salah satu harapannya untuk menyadarkan ayahnya tentang busuknya istrinya itu.
"Beneran ini rumahnya?" tanya Pita yang berada di sebelah Alardo.
"Kalau gue liat alamatnya, iya beneran ini. Tapi kok sepi ya," ucap Alardo sambil memastikan alamat yang diberikan kemarin oleh sang pemilik rumah.
"Ini yang punya rumah apa kagak ada di rumah semua? Sepi banget," tanya Pita balik kepada Alardo.
Pletek...
Sebuah jitakan dilayangkan kepada Pita oleh Alardo. Hey, dia bertanya kepada Pita. Bisa-bisanya Pita malah bertanya balik kepada dirinya."Pit, gue kan nanya ke lo. Lo ngapain nanya balik ke gue. Kalau gue tau gue kasih tau anjir. Jangan bikin emosi. Ini masih siang bolong," ucap Alardo pada Pita.
Pita yang mendengar itu menekuk wajahnya kesal. Pita berbalik arah dan menemukan seorang remaja yang sedang lewat.
"Kak, boleh tanya?" tanya Pita sambil menghampiri remaja yang lewat di depannya.
"Boleh. Ada apa ya?" tanya remaja itu kepada Pita.
"Kakak kenal yang punya rumah ini?" tanya Pita tanpa basa-basi kepada remaja itu.
"Ouh, dia tetangga saya. Memang rumah mereka akan sepi saat siang seperti ini. Semua pemilik rumah pergi bekerja dan anak mereka akan pulang nanti sekitar jam 5 biasanya. Jika kalian ingin berkunjung, bisa nanti malam," jawab sang remaja yang ditanya oleh Pita.
"Ouh begitu. Terimakasih banyak kak," jawab Agapita berterimakasih lalu kembali menghampiri Alardo.
"Do, rumahnya sepi. Semuanya kerja. Terus anaknya bakal balik jam 5 nanti. Kalau mau kesini, nanti malem. Gue temenin deh sama Dara. Mau?" tawar Pita pada Alardo.
Alardo menghembuskan napasnya pasrah. Kali ini dia harus menunggu. Tapi tidak apa-apa asalkan ayahnya tau semua kebenarannya.
"Ok. Nanti malem gue ke rumah lo. Kira-kira jam 8an. Gue mau ke rumah bokap gue dulu buat ngobrol tentang berkas yang dia kasih ke gue," ucap Alardo lalu berjalan ke arah motornya untuk mengantar Agapita pulang ke rumah.
***
"Pita, lo ninggalin gue di rumah sendiri? Kan tujuan gue kesini mau nemenin lo. Kok lo yang pergi? Entar kalau tiba-tiba ada mbak kuyang terus bilang 'mbak, pesen satenya 100 tusuk' gue lari kemana bambang. Terus entar pas gue tidur ada yang nyeret kaki gue dan gue ilang di nikahin mas gendruwo anak gue entar jadi buto ijo gimana? Terus kalau misalkan—" ucapan kekhawatiran Dara di potong oleh Pita karena Pita membekap mulut gadis itu.
"Diem. Parnoan amat lo. Mbak kuyang ngak akan bilang pesen sate kali. Itu mbak kunti yang bilang. Lo kalau di nikahin gendruwo gue ngak peduli. Mau anak lo jadi babi ngepet, mau jadi kuyang, mau jadi buto ijo saya tidak peduli. Gue udah bilang ke Al tadi. Lo boleh ikut," ucap Agapita jengah mendengar celotehan Dara sejak tadi.
"MEMBAGONGKAN SEKALI KAMU NAK. KENAPA NGAK BILANG DARI TADI HAH?" tanya Dara pada sepupunya itu sambil berteriak. Agapita seketika menutup telinganya itu karena teriakan melengking dari sepupunya.
"Ya habisnya lo dari tadi ngoceh mulu bambang. Jadi gue diem. Nah, sekarang udah gue kasih tau kan. Kenapa lo masih anteng duduk disana? Kenapa ngak ganti baju. Lo mau pakai piyama gitu hah?" tanya Pita sambil berkacak pinggang di hadapan sepupunya itu.
Adara yang mendengar itupun langsung segera bangkit dari duduknya dan membuka lemari Pita untuk meminjam pakaian sepupunya itu. Toh setiap mereka menginap di rumah satu sama lain, mereka saling meminjam pakaian.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm not perfect [END]
Dla nastolatków[PLAGIAT DILARANG MENDEKAT] [JANGAN LUPA VOTE DAN COMMENT KALAU BACA] Agapita Feodora Hercilla, gadis yang tidak pernah merasakan kasih sayang ibunya sejak dia lahir. Bahkan ayahnya selalu menyalahkannya tentang kematian ibunya. Hanya paman dan bibi...