Part 8

20 8 0
                                    

Pagi telah tiba. Kicauan burung terdengar di mana-mana. Sinar matahari telah bersinar. Kini 2 sepupu tengah bersiap untuk berangkat ke sekolah mereka masing-masing.

"Lo yakin nanti balik ngak ke sini lagi?" tanya Adara pada sepupunya itu.

"Ngak deh Dar. Gue ngak mau repotin bokap sama nyokap lo," jelas Agapita sambil berdiri di depan cermin dan membenarkan dasinya.

"Ngak ngerepotin kok Pit. Daripada lo di rumah sendiri. Terus nanti ada yang noel lo dari belakang. Terus nanti muncul cewek rambut panjang. Terus dia ngap lo gimana? Terus lo di bawa sama—" ucapan Adara terpotong karena Agapita membekap mulut Adara.

"Parnoan lo mah. Atau lo mau nemenin gue? Sabi juga tuh," tawar Agapita pada Adara.

"Nanti gue bilang sama emak gue. Kalau boleh gue bakal nginep sama lo," ucap Adara sambil tersenyum kepada Agapita.

"Siap lah," ucap Agapita sambil memberi hormat kepada Adara.

Tok... Tok... Tok...
Pintu kamar Adara diketuk halus oleh seseorang. Agapita pun langsung membuka pintu tersebut dan terlihatlah ibu Adara di ambang pintu.

"Ada apa tante?" tanya Agapita pada ibu Adara.

"Ayo turun buat sarapan. Ini udah jam setengah tujuh lebih. Nanti kalian telat," ucap ibu Adara pada Agapita sambil tersenyum di akhir katanya.

"Siap tante. Bentar lagi kok turun. Nungguin Dara dulu," jawab Agapita sambil tersenyum.

"Ok deh. Tante turun ke bawah dulu ya," ucap ibu Adara sambil melangkahkan kakinya ke arah tangga untuk kembali ke lantai dasar.

Agapita pun kembali menutup pintu kamar Adara dan melihat kondisi sepupunya itu yang sedang bersiap dan tidak beres-beres sejak tadi.

"Dara, lo itu ngapain sih ngak beres-beres dari tadi?" tanya Agapita pada sepupunya itu sambil bersedekap dan menyenderkan punggungnya di tembok.

Sedangkan Adara masih sibuk memperbaiki dasinya yang sejak tadi tidak benar dan malah urak-urakan. Diapun menghembuskan napasnya kasar.

"Huwaaa, Pita bantuin gue benerin dasi," ucap Adara pada Agapita sambil berjalan mendekat ke arah Adara dengan dasi yang ada di tangannya.

"Jadi lo dari tadi benerin dasi gitu? Astaga Dara. Lo kagak bisa pakai dasi hah?" tanya Agapita pada sepupunya itu sambil memakaikan dasi pada Adara.

"Kagak bisa. Paling gue pakai peniti biasanya," ucap Adara sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Adara sejak dulu memang tidak bisa pakai dasi. Jarang sekali dia memakai dasi ke sekolah terkecuali ada pemeriksaan seperti ini. Jika ingin memakai dasi, dia meminta bantuan ibunya maupun menyatukan dasinya menggunakan peniti. Kata Adara, yang penting pakai daripada di hukum.

"Padahal gampang gini Dar. Dah siap kan ini. Ambil tas lo. Tante udah minta turun," ucap Agapita pada Adara.

Adara pun segera mengambil tasnya dan segera keluar dari kamarnya dengan Agapita. Mereka nerdua pun langsung turun ke lantai dasar untu sarapan. Saat di ruang makan, mereka berdua sudah melihat ayah dan ibu Adara berada di meja makan.

"Tumben lama amat," ucap ibu Adara.

"Biasanya juga lama mak. Anakmu ini juga harus bersiap secantik mungkin," ucap Adara pada ibunya.

"Udah jangan banyak ngomong. Sekarang duduk terus sarapan. Adara kamu antar Agapita sampai sekolah nanti," ucap ayahnya itu pada Adara.

Mereka berempat pun segera menghabiskan makanan mereka. Setelah selesai makan, Adara dan Agapita menyingkirkan piring mereka lalu kembali ke meja makan.

"Mak, Dara nginep di rumah Pita ya," ucap Adara pada ibunya.

"Boleh. Ayah kamu serius 1 bulan Pit keluar kotanya?" tanya ibu Adara pada Agapita.

"Iya tante. Agapita juga ngak tau kapan dia pulang," ucap Agapita sedih.

"Keponakan om ngak boleh sedih gitu dong. Kan ada Adara yang bakal nemenin Pita," ucap ayah Adara sambil mengusap bahu Agapita.

Agapita mengangguk dan tersenyum simpul mendengar ucapan om nya itu. Dia senang masih memiliki orang yang peduli dengan dirinya.

"Sekarang kalian ke sekolah. Dara, anter Pita ke sekolahannya terus jemput nanti," ucap ibu Adara pada anaknya itu.

"Siap mak," jawab Adara lalu menarik sepupunya itu keluar rumah.

Adara dan Agapita pun segera masuk ke dalam mobil Adara. Adara mengantar Agapita terlebih dahulu. Jarak antara sekolahnya dan Agapita tidak terlalu jauh. Jadi, dia tidak akan telat nanti. 28 menit Adara mengendarai mobilnya, akhirnya sampai di dekat SMA Cakrawala. Adara menghentikan mobilnya tidak jauh dari gerbang SMA Cakrawala.

Saat Agapita ingin turun, dia melihat Charemon alias sahabatnya itu datang bersama adik tiri Alardo. Siapa lagi jika bukan Adolf Evandar. Agapita tentu saja terkejut melihat Emon yang bersama dengan Adolf.

"Lo kenapa kagak jadi turun?" tanya Adara heran menatap sepupunya itu.

"Liat tuh. Si Adolf emang deket sama si Emon?" tanya Agapita sambil menunjuk ke arah Charemon dan Adolf.

Adara pun melihat ke arah yang di tunjuk oleh Agapita. Dia tahu tentang gadis itu. Gadis itu adalah Cahremon Egeria. Sahabat baik dari Agapita. Dia baru kali ini melihat Adolf bersama dengan Emon.

"Lah, gue aja baru tau. Dia emang deket ya sama si Adolf?" tanya balik Adara.

Agapita yang mendengar itu langsung saja melayangkan jitakan pada sepupunya itu. Hey dia pikir dirinya tahu tentang kedekatan antara Emon dan Adolf. Jika dirinya tahu, mungkin dia tidak akan bertanya pada sepupunya itu.

"Sakit bego," ucap Adara mengaduh kesakitan karena jitakan yang dilayangkan oleh Agapita.

"Gue nanya bukannya di jawab kenapa malah nanya balik hah? Gue juga kan kagak tau. Gue nanya ke lo kan siapa tau lo tau," ucap Agapita pada Adara.

"Ya mana gue tau Pita. Nih ya, di sekolah si Adolf emang di kenal sebagai playboy nya SMA Pelita. Dia sering gonta-ganti cewek. Cewek udah dijadiin kayak barang buat dia. Walaupun playboy, banyak yang suka sama dia. Gue malahan jijik sama cowok playboy yang tetep aja banyak di kejar cewek," ucap Adara menjelaskan pada Agapita.

Agapita yang mendengar itu mengangguk paham. Dia tidak ingin sahabatnya itu sakit hati untuk kesekian kalinya. Dia harus memberitahu tentang Adolf. Bukannya Agapita ingin merusak hubungan orang. Tetapi, dia tidak ingin sahabatnya itu terluka nanti.

"Gue harus kasih tau Emon tentang Adolf. Gue sering denger dari Alardo emang Adolf itu kadang brutal kalau marah. Gue ngak mau Adolf lampiasin amarahnya ke Emon," ucap Agapita pada Adara.

"Pita sayang. Lo nanti dikira rusak hubungan orang. Kalau lo mau ngasih tau Emon, kasih taunya setelah 3 hari dia emang jalanin hubungan. Ini hubungan mereka baru mulai. Ibaratnya baru tumbuh jadi benih. Lo udah mau jadi hama aja buat si Emon," ucap Adara pada sepupunya itu.

"Gue harus nunggu sahabat gue kenapa-napa gitu baru kasih tau yang bener? Gue tau, gue bakal bikin hati sahabat gue hancur, Dar. Tapi lebih baik buat hati dia hancur sekarang daripada dia terluka secara fisik dan hatinya hancur oleh orang yang dia sayang. Apa ngak double itu sakit nya? Pasti sakit Dar. Gue udah ngerasain semuanya," ucap Agapita sambil tersenyum hambar pada Adara.

Adara yang mendengar penjelasan Agapita langsung memeluk sepupunya itu. Dia tau, betapa tersiksanya sepupunya itu. Adara berharap, akan ada orang yang datang dalam kehidupan Agapita dan memberi warna pada kehidupan gelap Agapita.

"Gue berdoa buat lo Pit. Semoga suatu hari nanti, ada orang yang dateng ke kehidupan lo dan bikin hidup lo jadi bewarna lagi. Semoga doa gue dikabulin sama Tuhan Pit. Gue sayang sama lo. Gue mau hidup lo lebih bewarna," ucap Adara berbisik di sebelah telinga Agapita.

***
Tbc.

Gimana part ini? Jangan lupa vote, share, comment, dan tambahkan ke perpustakaan biar ngak ketinggalan notifnya.

See you next part.

I'm not perfect [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang