Part 18

20 7 0
                                    

"Pit, inget ngak sih dulu lo jatoh di ni aspal sambil nangis?" tanya Alardo kepada Pita sambil memakan es krim yang tadi dia beli bersama Pita. Taman yang sering mereka kunjungi adalah taman yang menyimpan banyak kenangan sewaktu mereka masih kecil.

"Inget gue. Ngak usah lo kasih tau juga gue inget," jawab Pita sambil mendengus kesal.

Alardo terkekeh pelan. Dulu sewaktu kecil, setelah mereka pulang dari sekolah, ibu Alardo selalu membawa mereka kemari. Walaupun hanya sebentar.

"Gue inget waktu lo jatoh di ni aspal, bibir duluan yang jatoh. Berujung bibir lo dower gitu," ucap Alardo kepada Pita sambil tertawa mengingat masa kecil mereka yang begitu bahagia.

Pita cemberut mendengar itu. Memang benar apa yang dikatakan Alardo. Saat itu mereka berdua sedang lari-larian dan tali sepatu Pita lepas. Berujung anak kecil perempuan yang cantik ini jatuh. Sungguh suram jika diingat kembali.

"Al, lo inget ngak sih. Dulu waktu kita sd selalu ke sini dulu sebelum balik ke rumah sampai sekarang. Dulu waktu kelas 5, gue pernah bilang ke lo sambil naik ayunan. Gue bilang pengen cepet-cepet dewasa. Kayaknya enak jadi dewasa. Kemana-mana bebas tanpa pengawasa siapapun. Tapi kenyataannya? Ngak enak sama sekali," ucap Pita sambil tersenyum simpul dan menatap anak-anak yang sedang bermain ayunan.

Alardo mengikuti arah pandang Pita yang sedang melihat anak kecil yang sedang bermain ayunan. Dia ingat ucapan Pita waktu itu. Bahkan dia sendiri juga menyetujuinya. Dahulu waktu mereka masih kecil, sering berangan untuk dewasa lebih cepat. Melihat orang dewasa yang kesana kemari tanpa pengawasan, bisa bermain sepuasnya, bisa melakuakan apa saja yang mereka inginkan. Tentu saja Pita dan Alardo tergoda saat itu.

Namun kenyataannya? Hidup menjadi dewasa tidak enak sama sekali. Mereka harus menghadapi masalah dan harus menyelesaikannya, mereka mengetahui apa yang seharusnya mereka tidak ketahui. Ingin rasanya mereka kembali mejadi anak kecil kembali.

"Gue inget. Pernah kita dulu bilang kayak gitu. Tapi kenyataannya, jadi dewasa ngak enak. Pengen balik ke rahim emak rasanya," ucap Alardo sambil memasukan es krim yang ada di dalam cup ke mulutnya.

"Walaupun kita mau balik jadi bayi lagi itu ngak bisa lah Al. Mungkin bakal ada orang yang sikapnya sama kayak kita di kehidupan selanjutnya dengan wajah yang berbeda. Percaya ngak sih lo sama reinkarnasi?" tanya Pita kepada Alardo yang ada di sebelahnya sambil menatap lelaki itu dan memakan es krim yang ada di dalam cup yang dia pegang.

"Gue ngak percaya soal itu. Sumpah, gue capek tau jadi kek gini terus. Ada ngak sih alat yang bisa balikin tubuh kita jadi bayi?" tanya Alardo ngaco kepada Pita.

Pletek...
Sebuah jitakan dilayangkan oleh Pita kepada Alardo. Alardo ini sangat aneh baginya.

"Jangan ngadi-ngadi deh. Ngak mungkin ada lah Al. Toh kita juga hidup disini untuk dijalani. Bukan untuk disesali. Jalani aja sesuai takdir yang udah di tentukan sama Tuhan. Kita sebagai manusia hanya bisa menjalaninya dengan ikhlas," jelas Pita kepada Alardo panjang lebar.

Alardo tersenyum simpul mendengar wejangan yang diberikan oleh Agapita. Memang benar apa yang diucapkan oleh sahabat kecilnya itu. Hidup harus dijalani walaupun banyak lika-liku di dalam perjalan hidup itu.

"Pinter amat sih lo neng. Belajar dari mana? Bisa bikin kata-kata yang menyentuh hati?" tanya Alardo sambil mencubit pipi Pita.

"Dari kehidupan yang udah gue jalani. Selama gue hidup, banyak pelajaran yang udah gue dapet," ucap Pita menjawab pertanyaan Alardo dengan senyum manisnya di akhir kata.

Alardo tesenyum melihat Pita yang juga tersenyum. Dia senang jika Pita tersenyum setiap saat. Selama ayah Pita belum kembali, Alardo akan membuat hidup Pita menjadi lebih bewarna.

"Pit, lo ngak risih di omongin terus sama anak angkatan? Tentang rumor kalau kita ada hubungan?" tanya Alardo begitu saja pada Pita.

"Enggak kok. Lagian emang kita ngak ada apa-apa Al. Lagian gue ngak peduli juga sama omongan mereka," jawab Pita sambil menghabiskan es krim nya.

"Kalau lo risih, bilang aja ke gue," jawab Alardo sambil menatap gadis yang ada di sampingnya.

"Sans. Ngak risih kok gue. Gue mana ada sih peduliin omongan orang. Pulang yuk, dah sore," ajak Pita kepada Alardo.

Alardo mengangguk lalu segera mengantarkan Pita untuk kembali ke rumahnya.

***
"Nih kameranya. Soal lacak, gue belum gue coba. Baru besok gue mulai," ucap Elang sambil memberikan kamera kecil kepada Alardo. Mereka berdua sedang berada di sebuah cafe.

"Sesuai sama yang gue mau?" tanya Alardo sambil membolak-balikan kamera kecil itu di tangannya sambil menyeruput jus alpukat.

"Iya bambang. Kalau lo mau lebih, gue masih ada 3 lagi di rumah. Besok gue kasih," ucap Elang kepada Alardo.

Alardo mengangguk paham. Mungkin 2 kamera cukup untuk dia letakkan di rumah ayahnya dan dapat mengetahui apa rencana ibu tirinya.

"Gue mau satu lagi aja Lang. Sekalian sambungin sama hp gue," ucap Alardo sambil menyodorkan ponselnya pada Elang.

"Gue kasih ke Dara aja gitu? Biar besok dia kasih ke Pita terus kasih ke lo. Kebetulan entar malem gue ketemu Dara. Kameranya tinggal gue tambahin beberapa. Malem nanti siap. Mau gue titipin?" tawar Elang kepada Alardo.

"Jangan anjir. Kamera ini cuman lo yang tau sama gue. Jangan ada orang lain yang tau," ucap Alardo kepada Elang.

"Lah, kenapa emangnya? Apa sih yang mau lo lakuin sama nih kamera?" tanya Elang sambil menatap Alardo heran.

"Gue mau tau apa rencana nyokap tiri gue. Gue ngak percaya sama ucapan Adolf soal rencana nyokapnya. Jadi, gue pake kamera ini buat ngebuktiin ucapan dia," jawab Alardo atas pertanyaan Elang.

Mata Elang yang tadi fokus menghubungkan kamera yang dia buat ke ponsel Alardo langsung di alihkan dan menatap wajah Alardo heran. Tunggu, dia tidak salah dengar kan tadi? Ibu Adolf membuat rencana dan Alardo bilang ibu tirinya? Jadi... Alardo dan Adolf adalah saudara tiri? Terkejut dia mendengar penuturan Alardo tadi.

"Ha? Apa? Gimana? Lo sama Adolf saudaraan?" tanya Elang menatap Alardo tidak percaya.

Alardo mengangguk sambil meletakkan gelas nya di meja. "Lebih tepatnya saudara tiri," jawab Alardo jujur.

"Hah? Kok bisa sih? Siapa aja yang tau kalau lo sama Adolf saudara tiri?" tanya Elang kepo kepada Alardo.

"Pita, Dara, sama lo doang. Temen-temen gue ngak tau. Bentar deh, lo tadi bilang ke gue kalau mau ketemu Dara? Lo pacaran sama tu anak?" tanya Alardo menatap curiga Elang.

"Proses bro. Menuju menjadi sepasang kekasih. Lo sama Pita yakin cuman sahabatan doang?" goda Elang sambil menaik turunkan alisnya kepada Alardo.

"Iya lah. Lo kira apaan emang? Dia udah kayak adik bagi gue. Mak gue aja lebih peduli dia daripada anaknya," jawab Alardo jujur.

"Kasian ya. Anak kandung yang di anak tirikan," ucap Elang sambil tertawa. Alardo kesal sendiri. Lebih baik dia tadi tidak cerita pada Elang.

***

Tbc.

Gimana part ini? Jangan lupa vote, share, comment juga ya.

Ramaikan part ini yok.

See you next part.

I'm not perfect [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang