Part 19

20 7 0
                                    

Kring...
Jam walker milik Pita berdering tepat pukul 6 pagi. Gadis yang masih tertidur langsung terbangun dan mematikan jamnya itu. Dia duduk lalu menyenderkam punggungnya di tembok. Dia meregangkan badannya yang terasa pegal sambil mengumpulkan nyawanya. Hari ini rumahnya terasa sepi karena sepupunya tidak menginap di sini. Ayahnya masih belum pulang dan entah kapan dia pulang.

Agapita bangkit dari duduknya dan melangkahkan kakinya untuk mengambil seragam sekolahnya. Setelah dia mengambil seragamnya, dia pergi melangkahkan kakinya untuk mandi. 10 menit melakukan ritual mandinya, akhirnya Pita selesai dengan tangan yang menggosok-gosok rambutnya.

Pita duduk di depan meja riasnya sambil mengeringkan rambutnya menggunakan hairdryer. Pita mendengar suara pintu rumahnya terbuka. Dahinya berkerut karena heran. Tumben sekali asisten rumah tangganya sudah datang sepagi ini. Biasanya nanti saat pukul 6.21 . Setelah rambutnya kering, Pita segera bangkit dari duduknya untuk melihat siapa yang membuka pintu. Yang memiliki kunci rumah hanya dirinya, ayahnya, asisten rumah tangganya, dan Dara.

"Siapa itu?" tanya Pita sambil menuruni tangga dan memyalakan saklar lampu yang ada di dekat area tangga.

Pita terus berjalan dan melihat seorang laki-laki duduk di ruang tamu. Pita terus mendekat ke arah lelaki itu. Pite terkejut saat melihat lelaki itu. Ayahnya telah kembali.

"Ayah..." gumam Pita sambil melihat punggung ayahnya.

Ayah Pita yang mendengar suara panggilan anaknya, langsung menoleh ke arah Pita. Dia bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah Pita. Pita sudah was-was di tempatnya. Takut-takut jika ayahnya menamparnya tiba-tiba seperti yang dia lakukan seperti biasa. Dia tidak akan bisa berangkat ke sekolah dengan bekas tamparan ayahnya itu.

Ayahnya terus mendekat. Sekarang Pita telah berhadapan dengan ayahnya yang ada di hadapannya. Pita meneguk salivanya kasar.

Grep...
Ayah Pita memeluk Pita dengan erat. Pita heran kenapa ayahnya tiba-tiba memeluknya. Dengan pasti dan perlahan, Pita membalas pelukan ayahnya itu. Dia sama sekali tidak mencium bau alkohol di tubuh ayahnya. Dipastikan ayahnya sadar seutuhnya memeluk dirinya.

"Maafin ayah selama ini. Maaf sudah mengabaikanmu dan menyalahkan mu atas kematian ibumu. Maaf karena tidak mengurus mu dengan benar. Ayah minta maaf," ucap ayahnya itu di telinga Pita sambil memeluk Pita dengan erat.

Pita menangis mendengar suara ayahnya yang terus meminta maaf. Selama 16 tahun dia hidup, akhirnya ayahnya sadar akan kesalahannya.

"Hiks, ayah ngak usah minta maaf sama Pita. Pita seneng kok akhirnya ayah ngak nyalahin Pita lagi. Pita seneng karena ayah udah mau maafin Pita karena penyebab kematian bunda adalah Pita. Pita seharusnya yang minta maaf sama ayah," ucap Pita sambil terisak di pelukan ayahnya.

Ayah Pita menitikkan air matanya. Selama ini dia salah karena telah menyalahkan anak gadisnya ini. Istrinya tiada itu karena Tuhan lebih menyayanginya. Dia bersalah karena terus menyalahkan anaknya.

"Pita ngak salah. Ayah yang salah. Ayah terus nyalahin kamu. Ayah minta maaf buat segalanya," ucap ayah Pita sambil memeluk anaknya dengan erat.

"Udah ayah. Ayah ngak usah minta maaf lagi sama Pita. Ayah pasti capek kan? Ayah ke kamar dulu buat bersihin badan ayah. Pita masakin masakan kesukaan ayah," ucap Pita sambil melepaskan pelukan ayahnya dan tersenyum ke arah ayahnya.

Ayah Pita mengangguk lalu segera membawa kopernya ke kamar miliknya. Sedangkan Pita berjalan ke arah dapur untuk memasak makanan kesukaan ayahnya itu. Hari ini adalah hari terbaik baginya. 3 hari lagi dia akan berulang tahun dan ayahnya sekarang peduli padanya. Sungguh seperti mimpi yang menjadi nyata.

I'm not perfect [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang