Part 20

21 5 0
                                    

Kring...
Bel istirahat di sekolah SMA Cakrawala berdering di seluruh penjuru sekolah. Semua murid langsung berhamburan keluar kelas. Namun, berbeda dengan Bela dan Pita. Mereka berdua masih ada di dalam kelas dan mencatat materi yang tertera di papan tulis.

"WOY ANJIR. JANGAN DI HAPUS. GUE BELUM BERES," teriak Bela dari belakang saat melihat akan ada yang menghapus catatan itu.

"Yeah, makanya jangan ngobrol terus tadi. Cepetan catetnya," ucap teman mereka dari arah depan lalu meletakkan kembali penghapusnya dan keluar dari kelas.

"Bacot lo. Keluar sana dari pada ganggu," ucap Bela saat melihat temannya itu sudah keluar dari kelas.

"Yey, beres semua," ucap Pita senang sambil menutup bukunya. Dia memasukkan bukunya ke laci meja dan bangkit dari duduknya. Dia berjalan keluar kelas sambil membawa botol air mineral yang isinya tinggal separuh.

"PITAAAA, LO NINGGALIN GUE HAH? TUNGGUIN ANJIR," ucap Bela berteriak pada Pita yang sudah berdiri di ambang pintu.

Pita yang mendengar teriakan Bela langsung menutup telinganya. Jika masih ada teman sekelas mereka, mungkin Bela akan dihajar oleh teman-temannya karena teriakannnya itu. Seperti seorang ibu kost yang sudah tidak sabar menagih uang kost. Untung saja sekarang menyisakan Bela dan Pita saja.

"Bela. Berisik anjir. Cepetan makanya. Gue udah laper. Cacing di perut gue udah minta di kasih makan," ucap Pita mendengus kesal sambil duduk di kursi temannya.

"Sabar. Ini dikit lagi. Eh Pit, tadi selama pelajaran gue liat lo kayak seneng. Ada apa gerangan kawan?" tanya Bela dengan tangan yang terus menulis dengan mata yang fokus melihat papan tulis.

"Gue seneng banget Bel. Ayah gue akhirnya peduliin gue lagi," ucap Pita pada Bela. Diantara kedua sahabatnya, hanya Bela yang mengetahui tentang kehidupannya. Sedangkan Emon sama sekali tidak tahu.

Bele menghentikan aktifitas menulisnya lalu menatap ke arah Pita tidak percaya. "Kesambet apaan bapak lo Pit?" tanya Bela tidak percaya lalu kembali melanjutkan aktifitasnya.

"Entah lah Bel. Gue tadi pagi aja kaget waktu dia udah duduk di ruang tamu. Gue kira maling gitu kan. Secara bibi dateng agak siangan. Eh ternyata bapak gue. Dia bilangnya sih selama dia keluar kota, bunda selalu dateng ke mimpinya. Penantian gue selama 16 tahun hidup akhirnya terwujud Bel. Tuhan baik banget mau ngabulin doa gue," ucap Pita menceritakannya pada Bela.

"Dengan cara bapak lo peduli lagi sama lo gue ikut seneng Pit," ucap bela sambil menutup bukunya dan menghampiri Pita.

Bela merentangkan tangannya lalu memeluk Pita. Pita yang mendapat pelukan dari Bela pun membalas pelukan sahabatnya itu.

"Ini lo berdua ngapain peluk-pelukan?" tanya Emon berdiri di ambang pintu sambil menatap keduanya heran.

"Gue meluk Pita ya terserah gue dong. Pita kan sahabat tersayang gue," ucap Bela sambil mengeratkan pelukannya.

Emon yang mendengar itu memutar bola matanya malas. Emon memasuki kelas Pita dan Bela lalu menghampiri keduanya. Dia duduk di sebelah Pita.

"Terus gue ini apa kawan? Gue hanya remahan kacang gitu?" tanya Emon mendramatis kepada Pita dan Bela.

"Lo juga sahabat terbaik gue Emon," ucap Pita sambil mencubit pipi gembul Emon.

"Aw, sakit Pita. Eh Pit, waktu itu gue sempet heran sama lo. Waktu itu, gue kan ngajak lo buat keluar bareng. Setelah gue bilang di depan Adolf udah ada dan lo tiba-tiba sakit perut, gue ngerasa kok lo kayak ngehindar dari Adolf? Lo ada masalah sama dia?" tanya Emon menatap heran Pita.

Pita mengingat kejadian waktu itu, ternyata Emon menyadari jika dirinya memang menghindar dari Adolf. Waktu itu dia menghindar karena tidak ingin Alardo ribut di depan gerbang sekolah bersama adiknya itu.

I'm not perfect [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang